Lagi, Guru Main Pukul Di Buleleng
Kamis, 25 Februari 2016
00:00 WITA
Buleleng
4523 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com – Aksi kekerasan terhadap anak kembali terulang di sekolah kawasan Kabupaten Buleleng. Kali ini menimpa Siswa Kelas VII SMPN 3 Banjar terhadap Made Gilang Ari Permana (13) yang tinggal bersama kedua orang tuanya di Dusun Munduk, Desa Anturan, Kecamatan Buleleng. Ayah Gilang yakni Made Astika pun akhirnya mendatangi pihak sekolah untuk meminta penjelasan terkait kejadian yang menimpa putranya itu, Kamis (25/2).
“Ini gara-gara potongan rambut anak saya yang dibikin model cukuran tipis kanan dan kiri serta lebat pada bagian tengahnya. Dia (Gilang, Red) ceritakan kepada saya bahwa kejadiannya pada saat kumpul dengan teman-temannya di sekolah,” ujar Astika dikonfirmasi media.
Menurut penuturan Gilang kepada Astika, peristiwa tersebut berlangsung sekitar pukul 16.00 Wita, Rabu (24/2). Kala itu, putranya sedang berkumpul diluar ruang kelas karena sedang ada pembersihan oleh siswa yang mendapat giliran rutin melakukannya.
Ketika Gilang sedang bermain, seorang guru olahraga yakni Made Jayadi kemudian memanggil putra kedua Astika itu. Pada saat dipanggil oleh Jayadi yang juga selaku staf pembinaan siswa, Gilang kemudian mendekat dan terjadilah tindak kekerasan tersebut.
“Kepalanya dipukul dengan telapak tangan sebanyak satu kali sambil jambak rambut anak saya. Itu berdasarkan pengakuan Gilang dan harus diklarifiasi oleh pihak sekolah sehingga saya datang hari ini untuk bertemu langsung dengan Kepala Sekolah dan guru yang melakukan kekerasan terhadap anak saya,” kata Astika.
Pada saat melakukan kekerasan, menurut pengakuan Gilang bahwa Jayadi sempat berkata dalam bahasa Bali “Kok keto potongan cukuran boke” yang artinya “Kok seperti itu model cukuran rambutmu”.
Mendengar pengakuan anak keduanya itu, Astika merasa tidak terima dengan perlakuan guru terhadap anaknya. Sampai ia memutuskan untuk datang ke sekolah anaknya meminta penjelasan dan tanggung jawab kepada pihak sekolah.
“Coba bayangkan, saya menyekolahkan anak bukan di sekolah militer. Kemarin tiba-tiba sampai rumah lalu menangis dan setelah ditanya ternyata dipukul oleh guru. Saya sangat sedih kenapa guru sampai melakukan tindakan seperti itu. Jika rambut memang tidak sesuai dengan aturan sekolah, seharusnya saya dipanggil atau diberitahukan kepada anak dengan cara yang tidak mengandung kekerasan,” ujar Astika.
Menurut Astika, kekesalannya itu terkait pendidikannya dirumah yang tidak pernah melakukan kekerasan dan menjaga agar tidak terjadi bentuk kekerasan terhadap anaknya. Namun, saking dijaga tetapi kemudian terjadi disekolah oleh seorang guru pengajar.
Menurut Astika, peristiwa tersebut sebetulnya tidak boleh terjadi dilingkungan sekolah walau anak didik memiliki kelebihan terlalu aktif. Dan seharusnya guru bisa lebih memberikan pendidikan kepada anak tentang bagaimana cara bersabar lewat sikap yang tidak mengandung kekerasan baik dalam bentuk bahasa verbal terlebih fisik.
Dikatakan, guru pun digaji oleh pemerintah bukan untuk melakukan kekerasan melainkan memberikan ilmu pendidikan kepada anak-anak. Bukan karena anak itu nakal kemudian guru main tempeleng karena bukan lagi jamannya kekerasan dalam pendidikan anak.
Berdasarkan keterangan Gilang yang disampaikan kepada Astika, bahwa kejadian tersebut bukan pertama kalinya terjadi oleh pelaku yang sama. Melainkan banyak anak yang turut mengalami kekerasan dan takut melaporkan karena orang tua mereka khawatir mempengaruhi penilaian terhadap anak.
Kepala Sekolah SMPN 3 Banjar, Made Subawa mengatakan tidak ada tanda-tanda kekerasan di kepala siswa didiknya itu. Ironisnya, Subawa mengaku akan melakukan pembinaan terhadap guru tersebut.
Dikomfirmasi terkait dengan kejadian itu, Jayadi membantah tindak kekerasan yang dilakukannya tersebut. Ia mengaku hanya memegang kepala siswa itu sambil memperingati untuk merubah potongan rambut Gilang. Namun di sisi lain, ia mengakui keberatan untuk model cukuran rambut Gilang yang tidak sesuai dengan aturan disekolah.
“Saya di sini menginginkan agar anak itu terbiasa dengan peraturan yang baik. Sedangkan Gilang di atas ada jambulnya dan saya kurang baik melihatnya. Dan saat itu si Gilang bilang akan mencukur rambutnya kembali lalu tidak ada masalah apa-apa,” papar Jayadi.
Kondisi serupa pernah terjadi di Sekolah Dasar Negeri 2 Panji beberapa bulan lalu. Kejadian tersebut bahkan terpantau langsung oleh suaradewata.com terhadap beberapa siswa yang sedang melakukan aktifitas olahraga di depan ruang guru. Seorang oknum guru di sekolah dasar tersebut pun membawa sepotong penggaris besi ketika sedang mengajar pendidikan olahraga kepada para siswa kelas empat.
Oleh kepala SDN 2 Panji, Ni Luh Padmawati, kemudian berhasil diredam dan menolak untuk dikonfirmasi identitas guru pelaku kekerasan tersebut. Bahkan, alasan yang seragam dengan Kepala Sekolah SMPN 3 Banjar pun sama persis yakni akan melakukan pembinaan terhadap guru yang bersangkutan.
Beberapa orang tua siswa pun mengaku pernah menerima laporan dari anak-anak mereka atas kekerasan fisik yang dilakukan kepada anaknya. Namun, sejumlah orang tua yang dikonfirmasi pun mengaku khawatir untuk mengadukan permasalahan anak-anak mereka terkait pengaruh dari penilaian yang mempengaruhi tingkat kelulusan.
“Yen laporang, takut panake sing lulusange di sekolahan. Ape buin panak irage kual buin sing demen melajah. Depinin dogen sube pang sing keweh buin pidan (Kalau dilaporkan takutnya anak saya tidak diluluskan di sekolah. Apalagi anak saya nakal dan tidak suka belajar. Sudah dan biarkan saja biar tidak susah nanti),” ujar salah satu orang tua siswa di SDN 2 Panji yang menolak disebut identitasnya.
Terkait kondisi kekerasan yang terselubung dan berlangsung di sekolah-sekolah, khususnya yang berada di kawasan pedesaan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Wayan Lugrahini, belum berhasil dikomfirmasi.adi
Komentar