PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

NKRI Harga Mati Bukan Kemerdekaan Papua

Sabtu, 27 Juni 2015

00:00 WITA

Nasional

2783 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Negara kesatuan tersebut terbentuk dari keberagaman budaya dan bahasa yang tersebar dari Sabang (Aceh) sampai Merauke  (Papua) yang kita kenal dengan  Bhineka Tunggal Ika. Berbagai upaya yang dilakukan oleh sekelompok atau golongan masyarakat dalam bentuk gerakan separatisme yang bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI merupakan masalah bangsa yang harus dapat segera diselesaikan secara tuntas.

Upaya penanganan separatisme di Indonesia termasuk di Papua oleh pemerintah secara komprehensif masih terus dilakukan melalui pendekatan kesejahteraan, namun demikian, sebagian kecil  masyarakat  Papua masih ada yang mendukung kelompok perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dukungan ini utamanya lahir dikelompok masyarakat yang masih sulit terjangkau pembangunan atau belum maksimal merasakan hasil pembangunan karena faktor geografis yang sulit di Papua. Sehingga secara umum gerakan ini dapat ditemui di daerah pedalaman atau daerah pegunungan.

Masih adanya kelompok yang menuntut Papua merdeka sebagai harga mati sebagai bentuk pemaksaan kehendak. Upaya kelompok tersebut menolak melakukan dialog dengan pemerintah dan hanya menginginkan Papua merdeka. Bagi bangsa Indonesia, Papua merupakan bagian integral dari NKRI, tidak ada negara dalam negara. Sekecil apapun  gerakan separatis tidak bisa didiamkan harus dibasmi sampai keakar-akarnyadan ditindak secara tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Bila terjadi  ketidakadilan dan penyelewengan, kita harus berikan  masukan dan koreksi. Tetapi, tentu bukan dengan cara melakukan aksi-aksi separatisme dan kekerasan bersenjata.

Di dalam mengejar ketertinggalan di Papua, pemerintah  terus melakukan upaya-upaya termasuk memberlakukan otonomi khusus, walaupun  nampaknya belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.Upaya memberikan kesadaran, pemahaman dan pencerahan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka NKRI dan  wawasan kebangsaan pada diri masyarakat Papua, perlu terus dilakukan secara maksimal dan konsisten.Karena kondisi yang aman  merupakan keharusan untuk keberhasilan pembangunan dari  pemerintahan. Bagaimana kita bisa membangun, bila kondisi keamanan terganggu akibat ulah kelompok separatisme yang meresahkan masyarakat. Kita juga harus ikut mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat keamanan guna menjaga dan meningkatkan kondisi keamanan yang kondusif di wilayah Papua.

Kebebasan pers asing untuk meliput Papua dan pembebasan tahanan politik/tapol harus dapat dilihat sebagai bukti keseriusan pemerintah Indonesia untuk membangun Provinsi Papua dan Papua Barat. Jadi seandainya ada yang meragukan pemerintahan Jokowi tidak ingin atau tidak serius di dalam membangun Papua merupakan sebuah pernyataan yang salah, karena dengan adanya kebijakan diatas sudah pasti  pemerintah serius untuk membangun Papua. 

Berita di Portal, BBC Indonesia edisi  7 Mei 2015 “Menanti Terobosan Politik Jokowi di Papua”  menyatakan  apabila ingin menyelesaikan Papua secara damai dalam NKRI, pemerintahan Jokowi harus menyelesaikan  “Tiga masalah mendasar” yaitu ketidakkonsistenan dalam mengimplementasi UU Otsus,  adanya konflik vertikal antara Pemerintah Indonesia dan OPM dan  ketidakpastian tentang keberadaan dan masa depan Orang asli Papua dalam NKRI.  Dalam pernyataan tersebut juga menyatakan Pemerintah perlu memikirkan bagaimana caranya untuk mengatasi tiga masalah mendasar di atas secara komprehensif, damai, dan tanpa pertumpahan darah.

Saya pikir tiga masalah mendasar tersebut  tidak sepenuhnya benar, pemerintah pastinya konsisten dalam mengimplementasikan UU Otonomi Khusus Papua, sementara untuk konflik vertikal antara pemerintah dengan OPM, pastinya pemerintah dalam hal ini aparat keamanan yang ada disana membela diri seandainya OPM menyerang mereka dan juga mereka ingin menengakkan hukum dengan tidak membiarkan tentara OPM melakukan perbuatan melanggar hukum.  OPM  selama ini bergerak untuk melawan pemerintahan Indonesia dan menganggu jalannya pembangunan di daerah, antara lain dengan membakar sejumlah alat berat di Kabupaten Lanny Jaya, pada Kamis, 29 Januari 2015. Aksi itu bertujuan mendesak pemerintah agar segera memberikan kemerdekaan bagi Papua sekaligus menolak pembangunan yang digalakkan pemerintah di Lanny Jaya.

Mereka menginginkan kemerdekaan atau referendum dan menolakpembangunan di Lanny Jaya seperti dikuti Panglima OPM Lanny Jaya Purom Okiman Wenda.   Bagaimana pemerintah mau membangun apabila kelompok separatis mengganggu para pekerja tersebut, sehingga mengakibatkan pembangunan menjadi terhenti dan terbengkalai.  Pemerintah Indonesia pastinya didalam penyelesaian konflik Papua tidak ingin  menggunakan pendekatan keamanan, melainkan pendekatan kesejahteraan yang antara lain ditandai pemberlakuan kebijakan Otonomi khusus diperluas dan secara resmi pemerintah juga jelas menolak  materi dialog yang berisi tuntutan referendum yang disuarakan OPM.

Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah ada alternatif  lain yang dapat dilakukan Pemerintah untuk menyelesaikan masalah di Papua, selain kebijakan Otonomi khusus?Jika dialog damai yang dipilih, sampai batas mana materi dialog itu dapat dikompromikan? Saya pikir kebijakan otonomi khusus Papua merupakan kebijakan terbaik agar masyarakat Papua dapat keluar dari kemiskinan dan keterisoliran, dengan catatan gerakan separatis OPM tidak mengganggu jalannya pembangunan. Sementara kalau gerakan separatis OPM ingin dialog damai tetapi menginginkan keluar dari bingkai NKRI, pastinya  pemerintah tidak akan setuju.

Yang terus  diperhatikan pemerintah saat ini antara lain menciptakan rasa nasionalisme bagi warga  Papua. Orang Papua sendiri  sering  terjadi konflik beda suku, jadi seharusnya mereka mendamaikan diri sendiri dahulu.  Intinya  kita cari jalan damai  dengan otonomi khusus, sebenarnya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri, tetapi masih dalam lingkup NKRI. Kalau  ada anggapan  Papua dijajah oleh Indonesia, tidak  akan mungkinputra-putri daerah Papua bisa mengenyam pendidikan sekolah dan kuliah di Yogyakarta serta tempat lainnya. Salah satu indikator kesejahteraan atau taraf kualitas hidup di Papua adalah pendidikan, untuk itulah kualitas pendidikan di Papua juga terus diperhatikan oleh pemerintah.Ini bukti rakyat Papua sudah merdeka dalam bingkai NKRI.

Apabila Papua dikuasai bangsa asing lainpun, belum tentu masyarakat Papua lebih baik lagi, mereka bangsa asing biasanya hanya mencari SDA nya saja yang jadi rebutan. Oleh karenanya marilahpemuda Papua bergandeng tangan  untuk membangun Papua. Semua rakyat Indonesia adalah sama, di Jawa dan provinsi lainnya  pun ada yang masih kesulitan dalam menjalankan kehidupannya.

Negara Australia sudah berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, namun tidak satu pun suku asli Australia (Aborigin) dapat menjadi warga kelas satu, sementara Papua dahulu Irian Jaya bergabung dengan Indonesiapada  tahun 1963, namun saat ini putra daerahnya sudah duduk sederajat dalam berkiprah memajukan bangsa dimana Putra Papua banyak menjadi pejabat tinggi negara. Permasalahan kemiskinan di Papua antara lain disebabkan adanya permainan oleh  oknum-oknum pejabat putra Papua yangg berkolaborasi dengan para oknum-oknum pejabat eksekutif dan legislatif di Jakarta yang menyalahgunakan wewenangnya.

Berkaitan dengan adanya informasi pengakuan dari negara asing terhadap perjuangan OPM, dapat dipastikan bahwa secara kelembagaan, tidak ada negara di dunia yang secara resmi mendukung perjuangan separatisme di Papua. United Nations atau yang kita kenal sebagai Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai Organisasi Internasional mengakui Papua sebagai bagian dari NKRI. Jadi, Informasi tersebut tidak benar, namun apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut dapat menjadikan benih kesulitan di masa yang akan datang. Untuk itu pemerintah Indonesia terus memberikan penjelasan yang sesuai dengan kenyataan sejarah yang ada kepada negara-negara sahabat bahwa Papua adalah bagian dari NKRI

Langkah yang diambil Presiden  Jokowi sudah tepat dengan turun ke Papua melihat pembangunan disana, membebaskan jurnalis asing dalam meliput dan membebaskan beberapa tapol, hal itu merupakan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki kondisi di Papua.  Yang harus dilakukan pemerintah saat ini, pemerintah  harus lebih intensif lagi melakukan dialog dengan orang/tokoh Papua mendegarkan  suara dan aspirasi mereka dengan baik sebelum mengambil tindakan. Karena saya meyakini mayoritas masyarakat Papua cinta kedamaian.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya, adalah negara mau membuka diri melihat persoalan di Papua, dengan merangkul dan mempercayakan orang asli Papua untuk menjadi pemimpin dalam membangun daerah mereka. Marilah kita melihat mantan tokoh sekaligus pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM), Nicolaas Jouwe yang telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Kembalinya Nicolaas Jaouwe ke Indonesia bukanlah rencana  yang tiba-tiba, melainkan bagian dari serangkaian usaha pemerintah RI untuk membangun perdamaian di Tanah Papua seperti perdamaian yang telah dicapai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka.Dengan demikian, marilah para tokoh-tokoh Papua khususnya yang masih berkeinginan menjadikan Papua merdeka,  mengikuti jejak dari  Nicolaas Jouwe dengan melakukan dialog dan merapatkan barisan bekerjasama dengan pemerintah, untuk membangun Papua yang lebih baik lagi dalam bingkai NKRI.

Yohanes, penulis adalah peniliti masalah Papua


Komentar

Berita Terbaru

\