ISIS Bertentangan Dengan Pancasila
Jumat, 08 Agustus 2014
00:00 WITA
Nasional
10490 Pengunjung

Opini, Suaradewata.com- ISIS Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ternyata saat ini mulai memasuki wilayah Indonesia. Setelah muncul video dukungan terhadap ISIS, kemarin muncul pesan berantai yang menginformasikan rencana serangan ISIS ke Indonesia. Realita tersebut ditambah lagi dengan adanya deklarasi pendirian ISIS Indonesia di Solo, Baten, Bima, Bengkulu dan sejumlah wilayah lainnya. Hal ini tentu cukup membahayakan masyarakat karena bertentangan dengan Ideologi Pancasila. Sebagaimana diketahui bahwa organisasi pimpinan Abu Umar Al-Baghdadi itu telah menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah dengan cara kekerasan, perampokan hingga pembunuhan.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak umat muslim di Indonesia untuk mencegah penyebaran pengaruh ISIS. Organisasi tersebut harus dilawan karena bertentangan dengan Pancasila. Islam tidak mengajarkan kekerasan, Islam selalu menuntut masyarakat untuk menjunjung tali silaturahmi dan perdamaian kepada sesama manusia, bukan bentuk radikalisme.
Menyikapi perkembangan ISIS di Indonesia, Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memaparkan, bentuk pencegahan yang dilakukan pemerintah adalah dengan bekerja sama dengan negara-negara sahabat untuk membatasi pemberian visa bagi warga negara Indonesia. Pemerintah Indonesia akan bertukar informasi dan data identitas WNI dengan negara-negara itu agar visa tidak disalahgunakan untuk bergabung ke ISIS.
Selain dilakukan kerja sama antarnegara. Upaya membatasi WNI untuk pergi ke daerah konflik juga akan dilakukan melalui Kementerian Hukum dan HAM dengan menyeleksi ketat penerbitan paspor bagi WNI.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pun mengingatkan bahwa siapa pun warga negara Indonesia yang bergabung ke ISIS akan terancam hukuman pidana karena ISIS sudah diyakini masyarakat internasional sebagai teroris. Selain itu, status kewarganegaraannya bisa dicabut.
Mengutip berita Kompas.com (5/8/2014) yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia pada Senin (4/8/2014) langsung mengeluarkan sikap atas ISIS. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan Indonesia tidak mengakui keberadaan ISIS. Pemerintah juga melarang penyebarluasan paham ISIS di Tanah Air karena bertentangan dengan ideologi Pancasila dan kebinekaan di negeri ini. ISIS mulai memperluas pengaruhnya dengan merekrut warga negara di belahan dunia lain. Di Indonesia, bukti-bukti kehadiran ISIS semakin nyata melalui simbol-simbol bendera, lukisan grafiti, tabloid, hingga video pendeklarasian dukungan.
Menurut pendapat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai yang menyatakan bahwa warga negara Indonesia yang bergabung ke ISIS dicabut kewarganegaraannya, itu langsung dibantah oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Amir menyatakan, pemerintah tidak bisa langsung mencabut kewarganegaraan pengikut ISIS. Hal ini karena aturan dalam Pasal 23 huruf (e) dan (f) pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan belum terpenuhi.
Dalam Pasal 23 (e) disebutkan bahwa WNI akan dicabut kewarganegaraannya apabila secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia. Sementara itu, Pasal 23 (f) mencantumkan klausul WNI akan dicabut kewarganegaraannya apabila secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.
Selain itu, Menurut Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Muradi, fenomena ini tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah, karena dapat menjadi sebuah ancaman serius bagi keragaman dan kebhinekaan Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus segera membatasi ruang gerak ISIS di Indonesia.Pemerintah perlu mendorong Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 Anti Teror untuk memformulasikan program Kontra Radikal dan Deradikalisasi secar efektif. Disadari saat ini keanggotaan ISIS di Indonesia telah membengkak mendekati angka 1.000. Angka itu di luar dari jumlah anggota organisasi yang bekerja di bawah tanah
Terkait hal tersebut, Ketua DPP PKB, Abdul Kadir Karding menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga cara untuk menanggulangi pengaruh paham ISIS di Indonesia. Pertama, Pemerintah RI harus aktif membantu penyebaran ajaran Islam yang 'Rahmatan Lil Alamin. Terutama, dalam kurikulum-kurikulum pendidikan di Indonesia. Kedua, para juru dakwah seperti mubaligh, da'i dan ulama harus menyamakan persepsi soal ajaran Islam seperti apa yang baik diterapkan bagi bangsa Indonesia, Ketiga perlu adanya penguatan pada keluarga sebagai unit masyarakat terkecil. "Penguatan itu terkait pemahaman Islam moderat, inklusif dan toleran (rahmatan lil alamin) serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pasalnya, kelompok yang paling mudah terpengaruh biasanya adalah kelompok-kelompok yang rentan secara ekonomi.
Namun demikian, disadari bahwa segala daya upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meredam perkembangan ISIS di Indonesia tidak akan berjalan maksimal tanpa bantuan dan kerjasama seluruh elemen bangsa, terutama rakyat Indonesia. Jangan biarkan anggota keluarga kita terjebak dalam fanatisme berlebihan yang justru akan menyesatkan dirinya sendiri. Untuk itu, Masyarakat harus membantu pemerintah dengan cara memberitahukan atau menginformasikan kepada pemerintah setiap orang atau kelompok yang akan atau ingin bergabung dengan anggota ISIS guna ditindak secara tegas. Karena sudah sangat jelas dan tegas bahwa paham ISIS bertujuan merusak rasa persatuan dan kebangsaan Indonesia serta mempunyai niat menghancurkan NKRI serta menodai Islam. Sekali lagi mari seluruh komponen bangsa dengan bijak dan kesadaran yang tinggi mencegah setiap upaya yang ingin menumbuhkan paham tersebut di Indonesia, dengan demikian, diharapkan akan tercipta kedamaian di bumi ibu pertiwi, Indonesia.
Karimah Komariah : Penulis adalah peneliti muda pada Kajian Umat Beragama Amerta Harmoni (KUBAH) dan aktif sebagai relawan kemanusiaan.
Komentar