Pemilih Pragmatis, Karena Partai Politik
Jumat, 11 September 2015
00:00 WITA
Denpasar
2137 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Pilkada serentak gelombang pertama, digelar 9 Desember 2015. Salah satu fenomena menarik dari Pilkada ini adalah terkait koalisi yang dibangun oleh partai politik (parpol) dalam mengusung pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pasalnya dalam membangun skema koalisi ini, hampir semua parpol tidak lagi mementingkan ideologi atau visi partai. Sebaliknya ada kesan yang sangat kuat, koalisi yang dibangun partai politik kental dengan aroma pragmatisme sesaat.
Ini sangat mengkhawatirkan, sebab apa yang dilakukan elit partai politik ini sesungguhnya secara tidak langsung mengajarkan kepada masyarakat untuk juga pragmatis dalam memilih calon pemimpinnya. Demikian ditegaskan Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Bali Njoman Gede Suweta, di Denpasar, Kamis (10/9).
"Jadi jangan salah kalau masyarakat pragmatis, sebab partai politik sendiri yang mengajarkan mereka untuk pragmatis," tandas mantan Wakapolda Bali itu.
Ia mengaku miris jika fenomena koalisi yang pragmatis ini, terus dijadikan model oleh partai politik dalam memenangkan pertarungan di setiap momentum pemilihan umum. "Ini sangat miris. Sebab tidak ada lagi bicara ideologi partai, tidak ada lagi bicara visi partai. Yang ada hanya pragmatisme sesaat," ujarnya.
Selain mengabaikan ideologi dan visi partai, imbuh Suweta, pragmatisme sesaat dalam membangun skema koalisi ini juga terekam ketika dalam bersepakat mengusung pasangan calon, partai politik mementingkan 'mahar'. "Duduk-duduk, diskusi, sepakat soal 'mahar', langsung membangun koalisi dan usung calon. Ini jelas sangat pragmatis," beber Suweta.
Ia kemudian mengurai data keanehan koalisi yang dibangun pada Pilkada serentak gelombang pertama ini, di mana mayoritas koalisi di daerah tak sejalan dengan gerbong koalisi di pusat, yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Dari total 630 pasangan calon kepala daerah yang sudah ditelitik KPU, banyak di antaranya justru diusung oleh partai di KIH yang berkoalisi dengan partai di KMP.
Pasangan calon yang diusung koalisi PDIP (KIH) - PAN (KMP) misalnya sebanyak 77 pasang. Selanjutnya, koalisi NasDem (KIH) - PAN (KMP) 68 pasang, PDIP (KIH) - Partai Demokrat (partai tengah) 75 pasang, Gerindra (KMP) - Partai Demokrat (partai tengah) 68 pasang, dan koalisi NasDem (KIH) - Partai Demokrat (partai tengah) 66 pasang calon.
Bagi Suweta, koalisi seperti ini adalah indikasi kuat dimana politik semakin cair. Fenomena ini sekaligus memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa partai politik di Indonesia sangat pragmatis dalam setiap hajatan pemilihan umum.
"Karena partai politik pragmatis, maka tidaklah aneh apabila para pemilih juga pragmatis. Sebab, mereka dididik partai politik yang adalah lembaga pendidikan politik, untuk berprilaku pragmatis," pungkas Suweta. san
Komentar