Ranperda APZ Mendapat Lampu Hijau Dari PHDI
Selasa, 25 Agustus 2015
00:00 WITA
Denpasar
3003 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Ranperda Arahan Peraturan Zonasi (APZ) Sistem Provinsi Bali kembali dibahas DPRD Bali periode 2014-2019. Berbeda dengan sebelumnya, pembahasan yang dilakukan oleh Pansus Ranperda APZ kali ini terhitung cukup mulus.
Selain pembahasan yang mulus, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali juga sepertinya sudah memberikan "lampu hijau" terkait beberapa pasal krusial dalam Ranperda APZ. Signal ini, sebagaimana terekam dalam pembahasan lanjutan Ranperda APZ di Gedung DPRD Provinsi Bali, Selasa (25/8).
Pembahasan yang dipimpin langsung Ketua Pansus Ranperda APZ DPRD Provinsi Bali Kadek Diana didampingi Wakil Ketua Pansus Ngakan Made Samudra, itu dihadiri sejumlah Tim Ahli DPRD Provinsi Bali, Tim Perumus dan Tim Penyusun Ranperda APZ serta PHDI Bali. Pembahasan yang dilaksanakan oleh pansus periode ini terlihat lebih luwes.
Ini bertolak belakang dengan potret pembahasan oleh Pansus APZ sebelumnya, dimana rancangan perda tersebut gagal disahkan hingga akhir masa jabatan DPRD Bali periode 2009-2014. Sama seperti saat ini, ketika itu perdebatan yang terjadi dalam setiap pembahasan selalu berkutat pada Pasal 43-45 Ranperda APZ.
Namun perdebatan soal pasal krusial ini sepertinya akan segera berakhir. Sebab dalam rapat kali ini, Ketua PHDI Bali Gusti Ngurah Sudiana, cukup melunak. Ini terutama mengenai penjelasan yang diatur dalam zona-zona kawasan tempat suci, sebagaimana tertuang dalam Ranperda APZ.
Bagi Sudiana, jarak yang diatur harus tetap mutak sesuai radius kesucian Pura seperti yang diatur dalam Bhisama PHDI. Akan tetapi, bangunan pemukiman masyarakat, pengempon dan penyungsung, aturan zonasi ini nantinya tidak diterapkan kaku.
"Penerapan aturan zona tidak kaku lagi. Kalau diterapkan kaku, tidak ada yang menjaga Pura kita dan nanti banyak kemalingan kalau pengempon dan penyungsung tinggalnya jauh dari Pura,” tuturnya.
Sudiana menambahkan, dalam setiap Pura, baik Pura Sad Kahyangan maupun Dang Kahyangan di masing-masing wilayah berbeda-beda zonanya. Pura Pesering Jagat misalnya, tidak sama penerapan zonanya dengan Pura di Batukaru. Walau berbeda-beda, namun secara umum tiap zona akan diatur sama.
Pada zona inti kawasan tempat suci misalnya, hanya dapat dimanfaatkan untuk hutan rakyat, pertanian, ruang terbuka hijau, kegiatan penunjang keagamaan. Pada zona penyangga, dapat dimanfaatkan untuk hutan rakyat, pertanian, ruang terbuka hijau, dan fasilitas ‘Dharma Sala’ yakni fasilitas penunjang kegiatan keagamaan.
Sementara bangunan-bangunan yang sudah ada, termasuk hotel dan vila, Sudiana mengatakan, akan ditata kembali. "Jangan sampai menghancurkan yang sudah ada, akan tetapi melakukan penataan yang sudah ada. Jadi penataan itu tidak bersifat kaku dan fungsinya itu disesuaikan dengan konsep Dharma Sala,” pungkas Sudiana. san
Komentar