Membuka Potensi Besar Investasi Migas RI di Amerika Serikat
Minggu, 20 April 2025
15:42 WITA
Nasional
1117 Pengunjung

Migas
Oleh: Eleine Pramesti *)
Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan minyak dan gas (migas) yang cukup besar, tengah bergerak aktif membuka pintu-pintu baru untuk investasi luar negeri, termasuk ke pasar strategis seperti Amerika Serikat (AS). Langkah ini tidak hanya mencerminkan semangat diplomasi ekonomi yang dinamis, tetapi juga menjadi strategi konkret dalam memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi global. Di tengah pergeseran global menuju energi bersih, Indonesia tetap menyadari bahwa sektor migas masih memiliki peran penting sebagai pilar ekonomi dan energi nasional, terutama dalam masa transisi energi.
Peluang besar yang terbuka lebar di Amerika Serikat tidak datang begitu saja. Hal ini merupakan hasil dari kombinasi antara pendekatan strategis pemerintah Indonesia yang proaktif, stabilitas politik yang relatif terjaga, serta reformasi kebijakan di sektor energi yang semakin memberikan kepastian hukum dan kemudahan investasi. Amerika Serikat, sebagai salah satu negara dengan ekosistem investasi yang matang, teknologi tinggi, dan jaringan keuangan global yang kuat, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk tidak hanya menarik investasi, tetapi juga mentransfer teknologi dan keahlian.
Langkah Indonesia menatap pasar AS juga dapat dibaca sebagai upaya untuk memperluas diversifikasi sumber pendanaan dan kemitraan energi. Selama ini, investasi di sektor migas Indonesia sebagian besar berasal dari Asia Timur dan Timur Tengah. Membuka koridor investasi dengan Amerika Serikat berarti membuka peluang untuk memperkenalkan potensi cadangan migas Indonesia yang masih sangat besar namun belum dieksplorasi secara optimal. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong efisiensi, transparansi, dan keberlanjutan industri migas nasional.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu mengatakan bahwa sektor minyak dan gas (migas) menjadi salah satu komoditas strategis yang berpotensi menjadi pintu masuk investasi perusahaan Indonesia ke Amerika Serikat. Hal itu disampaikan menanggapi rencana pemerintah yang mendorong perusahaan Indonesia untuk berinvestasi di AS sebagai bagian dari bahan negosiasi penurunan tarif resiprokal AS terhadap Indonesia sebesar 32 persen.
Todotua juga menjelaskan, bentuk investasi bisa beragam, mulai dari akuisisi sumur migas, kegiatan di sektor hulu (upstream), maupun menengah (midstream) seperti pembangunan kilang lepas pantai (offshore). Dirinya juga menekankan bahwa strategi investasi luar negeri Indonesia, termasuk ke AS, akan semakin fleksibel dengan kehadiran lembaga Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Ia berharap, strategi investasi di AS yang dijalankan nantinya tetap melibatkan perusahaan-perusahaan milik negara.
Merespons rencana ini, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan pihaknya masih menunggu arahan pemerintah. Pertamina membuka peluang kerja sama atau investasi dengan mitra, termasuk perusahaan AS untuk keuntungan kedua belah pihak.
Di sisi lain, pengamat energi dan pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan rencana ini positif selama dikelola dengan tepat. Menurutnya, Pertamina berpeluang besar untuk mengakuisisi lapangan migas AS yang sudah berada pada tahap produksi. Langkah ini, lanjutnya, tidak hanya akan memperkuat posisi Pertamina secara global, tetapi juga bisa mendukung ketahanan energi nasional melalui peningkatan produksi migas dari luar negeri.
Kolaborasi investasi antara Indonesia dan Amerika Serikat di sektor migas juga dapat menjadi katalisator dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di dalam negeri. Dengan masuknya perusahaan-perusahaan migas Amerika, Indonesia berpotensi mendapatkan alih teknologi dalam pengelolaan blok-blok migas secara modern dan efisien. Teknologi pengeboran horizontal, pemetaan geologi canggih, hingga sistem digitalisasi operasional dapat mempercepat proses eksplorasi dan produksi, yang pada gilirannya meningkatkan kontribusi migas terhadap penerimaan negara.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas (Aspermigas) Moshe Rizal, mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mendorong investasi migas ke AS. Menurutnya, sektor migas merupakan industri dengan risiko tinggi, terlebih jika masuk ke wilayah yang belum familiar bagi Pertamina. Meski demikian, Moshe mengingatkan investasi luar negeri harus diimbangi dengan pembenahan di dalam negeri.
Peluang investasi ini semakin terbuka dengan semakin kondusifnya regulasi dan kerangka hukum di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk memperbaiki iklim investasi dengan mengeluarkan regulasi yang lebih fleksibel, transparan, dan ramah investor. Penyederhanaan perizinan, pemberlakuan skema gross split yang lebih menarik, serta jaminan keamanan investasi menjadi daya tarik tersendiri bagi pelaku industri migas Amerika.
Langkah Indonesia membuka potensi besar investasi migas di Amerika Serikat pada akhirnya adalah bagian dari visi jangka panjang untuk mewujudkan kemandirian energi nasional. Di tengah upaya transisi menuju energi terbarukan, Indonesia tetap memerlukan strategi yang cermat dalam mengelola kekayaan energi fosilnya. Dengan menjalin kerjasama strategis dengan Amerika Serikat, Indonesia tidak hanya memperluas pasar dan memperkuat daya saing industri migas, tetapi juga mengakselerasi transformasi industri energi ke arah yang lebih modern, efisien, dan berkelanjutan.
Dengan segala potensi, kesiapan, dan peluang yang ada, kini saatnya Indonesia melangkah lebih berani dalam menempatkan sektor migas sebagai motor diplomasi ekonomi global. Menjadikan Amerika Serikat sebagai mitra strategis bukan sekadar pilihan pragmatis, melainkan sebuah keharusan dalam menjawab tantangan masa depan energi dunia.
)* Penulis adalah Jurnalis Energi di Greenpeace Resources Institute
Komentar