PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Terbukti Terlibat Menangkan Istri, KMHDI Desak Presiden Copot Mendes

Selasa, 25 Februari 2025

18:13 WITA

Denpasar

1460 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Direktur Lembaga Demokrasi dan Kepemiluan KMHDI, Putu Esa Purwita. sumber: ist/SD

Denpasar, suaradewata.com– Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pilbup Serang menjadi bukti nyata bahwa demokrasi di Indonesia masih dipermainkan oleh pejabat negara. MK menemukan fakta bahwa Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, secara aktif mengintervensi proses pemilihan untuk memenangkan istrinya, Ratu Rachmatuzakiyah. Ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mencoreng pemilu dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi.  

Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menilai bahwa tindakan Yandri bukan hanya pelanggaran, tetapi pengkhianatan terhadap konstitusi dan prinsip demokrasi yang jujur serta adil. Direktur Lembaga Demokrasi dan Kepemiluan KMHDI, Putu Esa Purwita, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencopot Yandri dari jabatannya.  

"Pejabat seperti ini adalah ancaman bagi demokrasi. Bagaimana rakyat bisa percaya pada pemilu jika seorang menteri justru menjadi dalang kecurangan? Jika Presiden tidak segera mencopot Yandri, maka ini adalah sinyal bahwa pemerintah membiarkan demokrasi dihancurkan dari dalam," tegas Putu Esa Purwita.  

Putusan MK juga menyoroti bagaimana Yandri menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi kepala desa agar mengarahkan dukungan kepada istrinya, suatu tindakan yang jelas melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengatur netralitas aparatur desa dalam politik. KMHDI menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dikorbankan demi kepentingan politik keluarga pejabat negara. Jika tidak ada tindakan tegas, praktik semacam ini akan terus berulang dan semakin mengakar dalam sistem politik Indonesia.  

"Ini bukan sekadar pelanggaran, ini perampokan suara rakyat. Presiden harus bertindak tegas. Jika dibiarkan, maka demokrasi di negeri ini tidak lebih dari sekadar ilusi," pungkas Putu Esa Purwita.rls/adn


Komentar

Berita Terbaru

\