PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Dinilai Cacat Hukum, Kasus Investasi Bodong PT DOK

Kamis, 21 Maret 2024

14:45 WITA

Denpasar

2603 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Kasus investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (DOK) dengan kerugian korban diduga mencapai Rp 53 miliar terus bergulir dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. mot/sd

Denpasar, suaradewata.com - Kasus investasi bodong PT Dana Oil Konsorsium (DOK) dengan kerugian korban diduga mencapai Rp 53 miliar terus bergulir dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. 

Peran sentral I Nyoman Tri Dana Yasa dibongkar dalam eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh terdakwa lain lewat kuasa hukumnya. Dimana dalam sidang, Kamis (21/03) di PN Denpasar menyebutkan bahwa sejumlah terdakwa yang disidangkan dalam perkara ini tidak dapat dibuktikan sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan alias cacat hukum.

Adalah terdakwa I Putu Satya Oka Arimbawa, I Putu Eka Yudi Artho, I Nyoman Anda Santika, Rai Kusuma Putra, dan I Wayan Budi Artana didudukkan untuk mendengarkan pengajuan eksepsi atas keberatan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Di mana, pada intinya mereka menilai bahwa dakwaan JPU tidak cermat dan mencampuradukkan delik dari terdakwa satu dengan lainnya. Hal ini tentu melanggar aturan yang berlaku. Tak lupa, mereka juga menjelaskan fakta-fakta peran sentral terdakwa dalam berkas terpisah, yakni Dana Yasa.

Di mana, yang memiliki ide atau konsep trading tersebut adalah Dana Yasa dan ketika presentasi yang bersangkutan memberikan janji kepada para investor yang bergabung akan diberikan keuntungan rutin setiap minggu. Rinciannya dengan presentase berkisar 0% sampai 3%, dimana modal yang ditaruh aman dan tidak ada resiko hilang serta dipertegas lagi.

Apabila bisa menemukan 1% resiko di investasi yang diadakan maka bagi yang menemukannya, akan diberikan imbalan Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), dan naik menjadi Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), serta modal bisa ditarik kapanpun. "Pemilik akun trading di PT Monex adalah I Nyoman Tri Dana Yasa," terang para terdakwa lewat kuasa hukumnya.

Kuasa hukum para terdakwa, yakni I Wayan "Gendo" Suardana, I Nengah Gede Suta Astawa, I Wayan Adi Sumiarta, I Made Juli Untung Pratama, I Komang Ariawan, I Kadek Ari Pebriarta, dan Anak Agung Gede Surya Jelantik, menunjuk bahwa uang dari investor juga masuk ke rekening Dana Yasa. 

"Jadi yang menikmati keuntungan dari PT Monex adalah I Nyoman Tri Dana Yasa begitu juga bonus dari PT Monex," sebutnya. 

Bonus itu berupa emas batangan, motor, laptop, dll yang mana kalau dihitung mencapai nilai kurang lebih Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah). Pun, komisi jumlah per lot yang ditradingkan, komisi itu didapat meski untung maupun loss.

Fakta yang menarik dituangkan dalam eksepsi adalah Dana Yasa mengakui telah sengaja melosskan dana investor, jadi yang seharusnya bertanggung jawab adalah Dana Yasa. Selain itu, para terdakwa bekerja atas perintah terdakwa Dana Yasa. 

Pada kesempatan itu juga, kuasa hukum terdakwa mengungkap bahwa semua investor bisa mendapat komisi atau fee marketing dengan potensi kerugian 0 persen. 

"Para terdakwa tidak mengetahui trading monex beresiko tinggi, apabila mengetahui dari awal para terdakwa tidak akan bekerja, tidak akan mau jadi investor apalagi mengajak keluarga untuk berinvestasi," paparnya. 

Dengan begitu, tim kuasa hukum terdakwa juga menilai dakwaan penuntut umum kabur atau obscuur libel karena isi uraian delik pada dakwaan kesatu adalah sama dengan isi uraian delik pada dakwaan kedua. Jika merujuk pada Buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan, terbitan Kejaksaan Agung RI, 1985, halaman 14-16, yang dikutip oleh Harun M Husein, S.H., dalam bukunya Surat Dakwaan, Teknik Penyusunan, Fungsi dan Permasalahannya.

"Isi buku tersebut yang pada intinya melarang penuntut umum untuk mempadukan uraian dakwaannya terhadap delik-delik yang berbeda unsur-unsurnya, yang telah diterima dan digunakan Mahkamah Agung RI sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI No. 74K/Kr/1973, tertanggal 10 Desember 1974," tandasnya.

Untuk itu terdakwa melalui kuasa hukumnya memohon kepada majelis hakim berkenan untuk memberikan Putusan Sela dengan menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima.

Memerintahkan agar Para Terdakwa segera dilepaskan dari tahanan, serta memulihkan dan merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat Para Terdakwa. mot/ari


Komentar

Berita Terbaru

\