Dinilai Labrak Permendagri No 64, Fraksi Golkar DPRD Bangli Kompak Tak Mau Terlibat Bahas RAPBD 2021
Selasa, 24 November 2020
18:05 WITA
Bangli
1605 Pengunjung
suaradewata
Bangli, suaradewata.com - Pasca aksi dua anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Bangli, I Nyoman Basma dan I Ketut Sajiboga yang memilih walk out saat rapat paripurna dengan agenda penyampaian Rancangan APBD Bangli tahun anggaran 2021, pada Senin (23/11) lalu, tampaknya masih berbuntut panjang. Tindak lanjut dari itu, belakangan Fraksi Partai Golkar bersepakat tidak mau terlibat melanjutkan pembahasan RAPBD Bangli tahun 2021 lantaran jadwal penetapan yang telah diumumkan pimpinan Dewan dinilai melabrak Permendagri No.64 tahun 2020. Karena itu, dalam rapat paripurna lanjutan dengan agenda penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Bangli, Selasa (24/11/2020) enam anggota Fraksi Partai Golkar kompak tidak datang dan tidak menyampaikan pandangan fraksinya.
Rapat paripurna saat itu dipimpin Ketua DPRD Bangli, Ketut Suastika. Sedangkan dari eksekutif hadir Sekda Bangli, IB Gde Giri Putra dan sejumlah pimpinan OPD terkait. Meski demikian rapat tetap berlanjut karena sudah kourum. Karenanya, dari empat Fraksi yang ada di DPRD Bangli, hanya tiga Fraksi yang membacakan pandangan umumnya terkait RAPBD 2021. Yakni, Fraksi Restorasi Hati Nurani dengan juru bicara I Ketut Guna, Fraksi Partai Demokrat dengan juru bicara I Made Krisnawa dan Fraksi PDIP dengan juru bicara Nengah Dwi Madya Yani.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Bangli, I Nengah Darsana saat dikonfirmasi awak media mengakui ketidakhadiran semua anggota fraksinya dalam rapat paripurna tadi pagi sebagai bentuk pihaknya taat pada aturan. “Kita kemarin sudah menanyakan melalui anggota kita terkait penjadwalan RAPBD. Itu kita pandang, tidak sesuai dengan mekanisme dan tidak sesuai Permendagri No.60. Namun karena kekuatan politik yang dipergunakan oleh Ketua DPRD, dia belum apa-apa sudah mengancam akan melakukan voting. Padahal, proses itu kan masih bisa dilakukan dengan musyawarah mufakat. Tapi belum apa-apa sudah diancam dengan voting. Sehingga karena kita memandang bahwa proses dari penjadwalan APBD ini sudah melanggar Permendagri, sehingga kita Fraksi Partai Golkar lebih baik tidak ikut. Karena kita tidak mau ikut terlibat dengan konsekuensi hukum kedepan yang akan dihadapi,” ungkap Darsana.
Darsana juga mengakui, setelah adanya anggota Fraksi Golkar yang walk out. Maka dari situ sudah menandakan Fraksi Golkar sudah tidak ikut. “Anggota kami itu merupakan representasi dari Fraksi. Kita sudah sepakat melalui rapat Fraksi kemarin, bahwa kita menyerakan kepada rekan-rekan yang lain terkait proses dan mekanisme selanjutnya,” jelasnya. Karena itu, dipastikan, untuk pembahasan selanjutnya Fraksi Partai Golkar juga tidak mau terlibat hingga pengesahan. “Kita tidak mau, ikut-ikutan melanggar aturan dan kena konsekuensi hukum,” sebutnya lagi. Menurut Darsana, mengacu Permendagri No.64 tahun 2020 tentang mekanisme penyusunan RAPBD tahun 2021, APBD tersebut seharusnya sudah disahkan sebulan sebelum anggaran tahun berjalan. “Tapi pemahaman dan penafsiran hukum Ketua DPRD kan beda. Padahal, Permendagri maupun Undang-Undang apa pun tidak boleh dimaknai setengah-setengah,” sebutnya.
Terkait kelembagaan, apa tidak khawatir juga akan tetap kena imbasnya semisal APBD tetap dipaksakan ditetapkan sesuai jadwal Banmus 17 Desember? “Kalau berkaitan dengan lembaga, okelah. Tapi dalam lembaga itu kan ada orang-orang. Nanti secara pembuktian, akan jelas. Bahwa kita sudah tidak ikut dalam proses mekanisme itu. Artinya kita kan tidak ikut-ikutan dong. Kita tidak mau kena imbasnya,” jelasnya.
Kaitan dengan proses penjadwalan, kata Darsana, kalau mau bongkar-bongkaran, proses penjadwalan di Banmus sudah tidak memenuhi qourum. Sebab, lanjut politisi asal banjar Langkaan, Landih ini, dari 16 anggota Banmus yang hadir 5 orang yang notabene adalah Fraksi PDIP saja. “Sesuai tatib kita, mekanisme itu sebenarnya bisa dibatalkan dalam sidang paripurna kemarin. Maunya kita melalui sidang paripurna kita revisi kembali jadwal tersebut sesuai Permendagri, bahwa penetapan APBD mutlak tanggal 30 November dan tidak boleh lewat. Tapi dengan kekuatan politiknya, Ketua DPRD justru menantang untuk voting. Jelas dong kita kalah. Karena kekuatan politik itulah, silakan nanti kekuatan politik itu berhadapan dengan kekuatan Undang-Undang yang mengatur APBD. Namun bukan berarti kita bermaksud mau lepas tangan atau cuci tangan. Namun karena kita memandang bahwa proses ini sudah tidak sesuai aturan dan mekanisme maka kita lebih baik menyerahkan kepada teman-teman lain membahas APBD ini. Dari pada kita ngotot-ngototan, pada akhirnya akan diajak voting juga kita akan kalah, seoalah-olah nanti kita dianggap merecoki mereka. Biarkan sudah mereka menyelesaikan,” bebernya.
Dalam hal ini, ditekankan kembali, sepanjang tidak ada kesepakatan merevisi jadwal yang ditetapkan Banmus, pihaknya tidak akan mau terlibat. “Kita juga berupaya melakukan komunikasi antar sesama Dewan. Namun teman-teman PDIP tetap ngotot. APBD ini terlalu dipolitisasi sehingga carut-marutnya APBD ini, kan gara-gara itu,” sebutnya. Politisasi yang dimaksud dengan blak-blakan Darsana menyebut dikait-kaitan dengan konstilasi Pilkada. “Versi teman-teman lain, dianggap APBD itu menjadi kewenangan Bupati yang mengatur. Padahal, secara aturan ini kan merupakan kesepakatan bersama. Sehingga muncul ada ketakutan secara politik bilamana Bupati dicurigai menggunakan APBD ini untuk hajatan politik. Padahal, kita partai Golkar berkomitmen dari awal APBD itu untuk penanganan covid dan kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.
Secara terpisah, Anggota DPRD Bangli I Nyoman Basma mengaku tidak bisa hadir karena banyak undangan dari masyarakat. Sebab, fungsi DPRD kata dia, sebagai pelayan masyarakat. Lebih lanjut dirinya kembali menceritakan hingga memilih walk out dari sidang sebelumnya. “Kalau voting saya pasti kalah. Tapi kalau kebenaran aturan boleh diuji. Lihat dan pahami aturan secara utuh dalam Permendagri 64 itu,” sebutnya. Disana kata dia, sudah jelas ada sanksinya jika itu dilanggar. Namun dirinya tidak mau lebih jauh membahas sanksi tersebut, karena masing-masing punya sudut pandang beda. “Menurut saya pada intinya, jadwalnya telah melanggar Permendagri. Ini amanat Undang-undang. Bukan pendapat saya,” sebutnya. Karena itu, dirinya mengaku memilih walk out karena tidak mau dianggap tidak tahu aturan. Sebab, Permendagri yang mengamanatkan untuk ketok palu APBD, satu bulan sebelum tahun anggaran berjalan.
Disisi lain, Ketua DPRD Bangli I Ketut Suastika saat ditemui usai memimpin rapat paripurna dengan agenda penyampaian pemandangan umum fraksi, masih kekeh dengan pendapatnya. Pihaknya tidak mempersoalkan Fraksi Partai Golkar yang tidak menyampaikan pemandangan umum. Kata Suastika, ketidakhadiran Fraksi Partai Golkar sesuai absensi, tanpa ada keterangan. “Pemandangan fraksi itu kan bagian dari pendapat-pendapat. Bisa saja dalam pembahasan nanti, Fraksi Golkar ikut terlibat dan mempertajamnya,” jelasnya.
Yang jelas, sebut dia, sesuai agenda yang telah ditetapkan dan diumumkan dalam sidang sehari sebelumnya, hari ini memang sudah menjadi jadwal dari Banmus untuk rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi. Termasuk untuk jadwal penetapan RAPBD dipastikan kembali masih akan tetap dilakukan tanggal 17 Desember 2020 sesuai keputusan Banmus. Apa tak melanggar Permendagri 64 tahun 2020? “Tidak. Justru Permendagri yang mengamanatkan untuk pembahasan maksimal selama 60 hari. Aturan itu, tidak boleh dibaca sepotong-sepotong,” klaimnya.
Bahkan versi Suastika, jika sampai DPRD tidak menetapkan selama 60 hari maka bisa dikenakan sanksi. Kata dia, 60 hari itu menjadi patokannya. Meski demikian, secara tersirat pihaknya juga mengakui sebelumnya-sebelumnya kerap juga pengajuan RAPBD terlambat diajukan eksekutif. “Kalau era dulu, jangan samakan dengan sekarang. Kita ingin perbaiki lembaga ini. Sekarang ini, waktunya terlalu mepet,” sebutnya. Lebih lanjut pihaknya juga mengakui, selama empat periode sebagai anggota DPRD Bangli memang belum pernah penetapan APBD Bangli lewat dari tanggal 30 November atau sebulan sebelum tahun anggaran berjalan. “Saya sekarang sebagai Ketua DPRD berkomitmen seperti ini. Saya mengawali ini. Akan terbantahkan teori 30 November disahkan, jika RAPBD itu diajukan tanggal 29 November, apa bisa kita dalam sehari bisa mengesahkan. Sudah jelas, runutan dalam Permendagri itu,” sebutnya. Bahkan, menurut Suastika, bulan Februari pun sebenarnya RAPBD bisa diketuk palu. “Itu, tidak ada masalah. Tapi tetap kami upayakan, sesuai penetapan Banmus. Desember akan kita kebut,” pungkasnya. ard/nop
Komentar