Anggota Dewan Bangli Soroti Proses Pencairan Bantuan Stimulus UMKM Sarat Muatan Politis
Kamis, 08 Oktober 2020
17:25 WITA
Bangli
1821 Pengunjung
istimewa
Bangli,suaradewata.com - Mencuatnya protes dua warga desa Undisan, Tembuku yang tiba-tiba namanya dicoret sebagai penerima Program Bantuan Stimulus Usaha (PBSU) untuk usaha mikro kecil dan menengah Propinsi Bali tahap III senilai Rp1,8 juta mendapat perhatian serius dari kalangan wakil rakyat di Bangli. Munculnya persoalan itu, dituding karena adanya indikasi muatan politis jelang Pilkada Bangli. Dimana oknum-oknum politik berupaya memainkan perannya demi menggaet simpati masyarakat yang berujung amburadulnya proses pencairan bantuan yang notabene diperuntukkan bagi pelaku usaha terdampak Covid-19.
Fenomena ini diakui Anggota DPRD Bangli, I Nengah Darsana saat dikonfirmasi, Jumat (08/10/2020). Menurut Politisi partai Golkar asal desa Landih ini, sejatinya sudah menjadi rahasia umum jika pencairan bantuan pemerintah dalam hal ini, bantuan Diskop dan UMKM Bali sarat kepentingan politis. Terlebih jelang Pilkada 9 Desember 2020. Pasalnya, kata Darsana, bantuan dari Pemerintah Propinsi tersebut, dinilai tidak ada standar dan kreteria yang jelas dalam pencairannya sehingga sangat gampang dipolitisir. “Sudah menjadi rahasia umum kalau bantuan tersebut sarat kepentingan politis. Terlebih bantuan dari Propinsi tersebut, tidak ada standar dan kreteria yang jelas untuk calon penerimanya,” ungkapnya.
Semestinya, lanjut Darsana, pihak Pemprop Bali dalam menyalurkan bantuan turun langsung ke lapangan melakukan verifikasi faktual dalam penentuan calon penerimanya. “Namun itu terkesan tak dilakukan. Akibatnya, fakta di lapangan akan jauh berbeda dengan keputusan Pemerintah Propinsi Bali. Karena realisasinya tidak sesuai dengan tujuan awal,” jelasnya. Jika hal tersebut dibiarkan terus, dikhawatirkan akan menjadi polimik dan bola liar di masyarakat. “Hal ini akan menimbulkan dampak di masyarakat. Tidak saja, dampak ekonomi. Namun juga berdampak psikis kepada masyarakat luas,” ungkapnya.
Karena itu, pihaknya mempertanyakan seperti inikah yang namanya program satu jalur. Yang baginya, terkesan hanya menguntungkan satu kelompok warna saja. “Janganlah anggaran pemerintah itu dipolitisir ke bawah, apalagi yang erat kaitanya dengan dampak pandemic covid 19. Mestinya pemerintah melakukan penilaian atau verifikasi terlebih dahulu ke bawah. Namun, penilaian ini yang justru tidak dilakukan sehingga sekarang menimbulkan dampak baru bagi masyarakat. Masyarakat akan cenderung ribut dibawah karena adanya ketidakpuasan sehingga kita khawatirkan akan muncul perselisihan baru di masyarakat, kok itu dapat dan ini tidak," bebernya.
Kesannya, lanjut dia, yang satu jalur diutamakan dulu. Sementara yang pantas menerima, karena tidak satu jalur justru dikesampingkan dulu. "Apakah harus seperti itu yang namanya program satu jalur,” ungkapnya dengan nada tanya. Lebih lanjut, Darsana pun membandingkan dengan proses pencairan bantuan BLT yang bersumber dari Dana Desa (DD) di desa. Yang mana, kata dia, parameternya lebih jelas dan terukur. Setidaknya ada 14 variabel yang dipakai acuan dan yang berhak menerima menimal harus bisa memenuhi 12 kreteria yang ada tersebut. “Kalau BLT yang bersumber dari Dana Desa, parameternya sudah sangat bagus dan jelas. Sementara dalam pencarian bantuan PBSU, variabel itu yang tidak jelas,” tandasnya. Dalam hal ini, pihaknya berharap jangan sampai masyarakat yang sudah terdampak Covid-19 justru dipermainkan hanya untuk kepentingan politis belaka.ard/nop
Komentar