Bekuk Terduga Teroris, Wujud Nyata Cegah Aksi Terorisme
Minggu, 23 Desember 2018
00:00 WITA
Nasional
5193 Pengunjung
ilustrasi
Opini, suaradewata.com - Akhir Tahun 2000 silam Indonesia dilanda aksi terorisme berupa bom yang meledak serentak di sejumlah Gereja di Indonesia. Pada Minggu 25 Desember 2000, ledakan bom terjadi di Medan, Pematang Siatntar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto dan Mataram.
Saat itu di Jakarta terdapat empat gereja dan satu sekolah dihajar oleh ledakan bom. Di Mojokerto tercatat ada 4 Geraja yang diledakkan oleh para teroris, dan masih banyak tempat ibadah lain yang diserang oleh kaum teroris. Peledakkan tersebut nyatanya membuat para jemaat merasa was - was ketika melaksanakan kegiatan peribadatan.
Motif para teroris melakukan aksi peledakan bom saat itu ialah dogma tentang Jihad yang merasuk dalam pikirannya, kegagalan paham terkait konsep jihad seakan menutup nurani para teroris untuk meledakkan tempat ibadah. Padahal pada dasarnya Jihad adalah menegakkan Agama atau membela kaum yang terdzalimi, bukan dengan menciptakan kehancuran dan ketakutan pihak yang tidak bersalah.
Pemerintah tidak tinggal diam terhadap gerakan terorisme, tercatat pada tahun 2006 polisi berhasil menangkap teroris yang diduga merupakan bagian dari kelompok Noor Din M Top di Wonosobo Jawa Tengah. Dalam penangkapan tersebut sempat terjadi baku tembak dan akhirnya 2 dari 3 teroris tewas tertembak dan satu teroris menyerahkan diri.
Teroris dalam bentuk apapun tidak boleh diberikan sedikitpun ruang untuk tumbuh, pasalnya tindakan teroris jelas melawan ideologi bangsa yang menjunjung tinggi kebhinekaan.
Dalam memberantas terorisme tentu hal konkrit yang bisa dilakukan adalah dengan cara menihilkan potensi serangan para teroris. Jangan sampai ada ruang bagi mereka untuk melakukan serangan. Penanganan terorisme bisa dilakukan dengan melumpuhkan siapa “otak” yang ada dibalik layar aksi teroris yang pernah ada di Indonesia.
Teroris memiliki seribu satu cara untuk membuat berbagai teror dan kekacauan, rata rata mereka telah mempelajari cara merakit bom dan menggunakan senjata api. Bahkan beberapa diantaranya siap mati berlandaskan dogma jihad yang mereka yakini.
Selain itu Kemenhan juga menghendaki agar revisi Undang-Undang terkait Pemberantasan Terorisme nantinya bisa menyediakan dasar hukum untuk memberantas dan mencegah kegiatan terorisme. Sehingga dalam undang - undang tersebut terdapat regulasi tentang apa saja yang dilakukan dalam melumpuhkan aksi terorisme.
Pada Mei 2018 silam, kota Surabaya diguncang aksi teror di beberapa gereja, dalam kasus ini ada salah satu catatan penting dimana salah satu pelaku teror tersebut adalah seorang perempuan. Namun dibalik sosok keibuan yang lembut ternyata dirinya melibatkan anak – anak untuk turut serta dalam melancarkan aksinya. Hal ini merefleksikan bahwa aksi terorisme telah semakin melampaui batas kemanusiaan dan akal sehat manusia.
Sejak teror bom mengguncang surabaya Polisi terus menangkap orang – orang yang diduga teroris, tercatat 170 pelaku teror telah ditetapkan sebagai tersangka. Penangkapan besar – besaran ini merupakan salah satu upaya mengamankan event multicabang asian games yang dilaksanakan di Jakarta dan Palembang.
Langkah antisipasi aksi teror di akhir tahun 2018 rupanya telah digerakkan Polda Riau bekerjasama dengan Densus 88, dengan menangkap 3 orang terduga teroris. Selain itu Densus 88 juga dikabarkan menangkap 6 terduga teroris di Aceh, para terdakwa diduga kuat telah melakukan tindak pidana terorisme dengan sengaja menggunakan ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.
Di tempat berbeda Densus 88 telah melakukan penangkapan terduga teroris di Krapyak, Godean, Sleman DIY. Dalam operasi tersebut satu orang asal jawa barat berhasil dibekuk di rumah kontrakkannya.
Aksi teror memiliki sebab yang cukup beragam, mulai dari faktor ekonomi, sosial, psikologis hingga ideologi. Dari beragam sebab ini tentu dibutuhkan peran dari berbagai pihak dan tokoh sentral.
Dalam menenggelamkan aksi terorisme maupuh faham radikalisme, kita juga bisa mengambil peran dalam pencegahan penyebaran terorisme, salah satunya adalah dengan bijak dalam menggunakan internet. Banyaknya informasi hoax dan konten kebencian merupakan salah satu cara para teroris untuk menimbulkan ketakutan.
Selalu sinkronkan jempol dan pikiran untuk memeriksa kredibilitas informasi dengan merujuk pada sumber informasi arus utama. Tahan jari untuk menyebarkan atau meneruskan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Indonesia adalah negara yang mengakui adanya keberagaman, banyaknya suku, agama / kepercayaan telah disatukan dengan sebuah kalimat Negara Kesatuan Republik Indonesia, sungguh akan sangat indah apabila kita memiliki teman dengan berbagai keragaman latar belakang.
Memiliki keragaman budaya dan Agama, tak ada salahnya untuk mempelajari pengetahuan agama secara kritis dan proaktif. Hal ini dirasa perlu karena setiap agama mengandung nilai kebajikan dan kearifan. Selain itu ideologi pancasila telah dirancang untuk mengakomodir keyakinan dan keberagaman masyarakat Indonesia.
Jika terdapat pemuka agama yang menyerukan pesan untuk membunuh orang lain yang berbeda Agama, tentu hal ini merupakan wujud pengkhianatan kepada ideologi negara.
Oleh : Dinar Wulandari (Penulis adalah pemerhati keamanan)
Komentar