PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Menolak Isu Pencopotan Kepala BIN

Rabu, 14 Februari 2018

00:00 WITA

Nasional

4317 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

ist

Opini, suaradewata.com - Belakangan ini, masyarakat Indonesia diramaikan oleh berita penganiayaan tokoh agama seperti yang terjadi di Jawa Barat hingga yang terakhir di Yogyakarta. Sejumlah media pun memberitakan bahwa pelaku penganiayaan merupakan orang tidak waras.

Dalam perkembangannya, banyak orang yang mulai mengaitkan peristiwa-peristiwa tersebut ke ranah politik. Tidak sedikit pula berita informasi kabar bohong (hoaks) bertebaran mengiringi kasus tersebut. Kendati Mabes Polri telah memberikan himbauan agar tidak mengaitkan kasus tersebut dengan motif tertentu, peristiwa penganiayaan terhadap tokoh agama tetap menjadi sorotan publik dengan tujuan tertentu.

Salah satu berita hoax seputar kasus penganiayaan tersebut adalah adanya operasi intelijen. Argumen tersebut salah satunya diopinikan oleh Jaka Setiawan, yang mengaku sebagai pengamat intelijen.

Sebagaimana di kutip oleh Kiblat.net, Jaka berkomentar bahwa dibalik penyerangan ini terdapat aktor intelijen yang memiliki kemampuan menggerakkan orang-orang tertentu untuk melakukan operasi terhadap target ulama. Tanpa bukti yang kuat, ia menuduh itu sebagai intelijen yang bekerja untuk politik.

Opini semakin berkembang liar tatkala muncul desakan pencopotan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal  Pol (purn) Budi Gunawan yang diopinikan oleh pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Mustofa Nahrawardaya.

Pernyataan tersebut tentu saja menjadi tuduhan yang tidak berdasar. Selain karena minim alat bukti, pendapat tersebut tentu saja mengecilkan peran intelijen dan aparat keamanan lainnya yang dengan cepat mampu menangkap pelaku. Berangkat dari hal ini, tuduhan tentang adanya operasi intelijen tidak lebih dari upaya mengkambinghitamkan pihak lain atas peristiwa yang terjadi.

Sebagaimana diatur oleh UU No 11 Tahun 2011 tentang intelijen negara, salah satu asas yang dianut intelijen adalah kerahasiaan. Hal tersebut juga berimbas terhadap informasi intelijen yang tidak dapat disebarluaskan kepada masyarakat umum termasuk upaya intelijen untuk mengungkap kasus tersebut.

Peristiwa penganiayaan yang terjadi belakangan merupakan tindak kriminal murni. Hal tersebut ditandai dengan tidak adanya keterkaitan antara satu pelaku dengan pelaku lainnya.

Sudah sangat jelas bahwa tuduhan Jaka merupakan fitnah dan informasi hoaks yang disebarkan di dunia maya guna menciptakan keresahan di masyarakat guna menumbuhkan kebencian terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika menganggap tindakan ini tidak lebih dari upaya adu domba antara pemerintah dengan masyarakat.

Pada tahap selanjutnya, tuduhan operasi intelijen dalam kasus penganiayaan tersebut dapat membangun persepsi publik bahwa seolah-olah pemerintah lah pelakunya. Kondisi ini tentu saja dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap aparat keamanan.

Yang patut dikhawatirkan adalah munculnya kesan bahwa pihak intelijen telah berpihak kepada penguasa dan bersikap arogan. Padahal selama ini mereka telah bekerja secara optimal untuk menciptakan stabilitas keamanan.

Di era keterbukaan informasi saat ini, sudah saatnya masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh pernyataan tidak mendasar seperti itu. Kita juga juga diharapkan dewasa dalam menyaring informasi yang bertebaran didunia maya dengan melakukan pengecekan ulang dan pengecekan silang terhadap media arus utama. Di sisi lain, media juga berperan penting dalam menangkal penyebaran opini murahan tersebut karena dapat membahayakan keutuhan bangsa.

Dengan adanya upaya tersebut, masyarakat diharapkan terhindar dari upaya adu domba yang justru dapat menciptakan disintegritas bangsa.

 

Penulis : Dodik Prasetyo (LSISI)


Komentar

Berita Terbaru

\