Cerdas Melawan Kampanye Hitam di Media Sosial
Sabtu, 03 Februari 2018
00:00 WITA
Nasional
4725 Pengunjung
Opini, Suaradewata.com- Awal tahun politik Indonesia akan mulai disibukan dengan kegiatan yang dinanti nanti masyarakat untuk menentukan kepala daerah mereka masing masing dalam 5 tahun kedepan. Banyak partai berlomba untuk memenangkan pilkada di setiap daerah. Mereka umumnya mengusungkan calon-calon terbaik untuk menarik perhatian masyarakat baik dari parpol sendiri maupun tidak. Selain mengusungkan calon terbaik, Partai politik juga melakukan koalisi dalam beberapa partai untuk memenangkan calon kepala daerah mereka. Dengan koalisi tersebut membuat peluang menang calon kepala daerah yang diajukan menjadi besar.
Walaupun saat ini masih dalam masa pendaftaran calon kepala, Ada yang menjadi kekhawatiran tersendiri mengenai pilkada ini yaitu politik yang menggunakan isu SARA dan kampanye hitam ( black Campaing). Politik isu SARA adalah politik yang memainkan pandangan atau tindakan sentiment yang berdasarkan pada suku, agama, ras dan antar golongan untuk mencapai tujuan dalam memenangkan pemilihan umum. Sedangkan kampanye hitam (black campaign) adalah suatu upaya di bidang politik untuk merusak atau mempertanyakan lawan politik dengan cara memainkan propaganda propaganda negatif menjelang pilkada serentak ini digelar .
Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif
Pernah kah anda mendengar presepsi kampanye hitam dan kampanye negatif? . Ada perbedaan antara kampanye hitam dengan kampanye negative. Kampanye hitam yaitu suatu tuduhan atau presepsi yang tidak berdasarkan fakta atau fitnah menyangkut kekurang suatu calon kepala daerah atau partai untuk menarik suara untuk memenangkan pemilu, sedangkan kampanye negatif adalah kampanye tuduhan presepsi yang berdasarkan fakta yang disampaikan secara jujur dan relevan yang menyangkut kekurang suatu calon kepala daerah atau partai. Kampanye negatif memang dianggap sah-sah saja terjadi di Indonesia mengingat masyarakat Indonesia mencari pemimpin yang sangat berkualitas dalam sebuah pemilu. Tujuan kampanye hitam dan kampanye negatif memang sama yaitu menarik suara untuk memenangkan pemilihan yang berlangsung tetapi ada sedikit perbedaan antara yaitu bahan atau isi tuduhannya
Selain menggunakan kampanye hitam dan Kampanye Negatif untuk menarik suara, banyak oknum oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan kampanye hitam dan kampanye Negatif sebagai alat shock teraphy untuk lawan politiknya agar mengurungkan diri untuk menjadi kepala daerah. Tindakan ini merupakan sebuah pembunuhan karakter terhadap tokoh tokoh calon kepala daerah. Lebih lucunya isu ini beredar pada saat masa kampanye atau saat masa pilkada di gelar walaupun isu tersebut masih dalam kategori Kampanye Negatif.
Berkaca di Pilpres 2014
Dikalangan politik kampanye hitam merupakan sebuah tabu yang sangat sulit dihindari dari demokrasi negara ini. Hal ini sudah menjadi pengalaman tersendiri di pesta demokrasi ini. Selain Pilkada DKI 2017 yang banyak mengandung kampanye hitam, di pilpres 2014 kampanye hitam juga banyak menerpa dua calon presiden Indonesia Jokowi dan Prabowo. Ada beberapa kampanye hitam yang melanda Jokowi salah satunya adalah Jokowi merupakan putra dari seorang pengusaha asal cina bahkan ada beredar foto bahwa singkatan H dalam Ir. H. Joko Widodo merupakan singkatan dari Herbertus padahal merupakan gelar Haji. Sempat gerah dengan tudingan ini, PDIP yang merupakan Partai pendukung Jokowi akhir nya mengeluarkan fotokopi buku nikah Jokowi untuk mengklarifikasi bahwa Jokowi mempunyai ayah kandung warga Negara Indonesia yang beragama muslim dan tundingan Jokowi merupakan putra dari pengusaha Cina salah satu hoax yang di sebarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Bukan hanya Jokowi yang terkena efek dari kampanye hitam negeri ini, Prabowo juga merasakan hal itu salah satunya mulai soal pelenggaran HAM dan penculikan, negara Indonesia tidak memliki ibu negara jika ia terpilih, parabowo memiliki kekasih warga negara Thailand hingga sampai prabowo merupakan keturunan Yordania. Tidak hanya isu hoax di kampanye hitam melanda dua calon presiden ini, banyak tersebar karikatur karikatur dan meme yang saling menyindir dua calon ini di media sosial. Namun seiring dengan kampanye hitam beredar, dua calon presiden RI tidak menanggapi serius isu tersebut karena dianggap tidak benar.
Media sosial sebagai sarana penyebaran kampanye hitam
Banyak cara untuk melakukan kampanye hitam di media sosial yaitu menyebarkan alat isu berupa foto, video , dan banyak lainnya dalam bentuk hoax untuk menjatuhkan lawan politik. Kampanye ini bisa dibilang kampanye irit. Tidak perlu mengeluarkan banyak dana dalam melakukan kampanye tetapi efeknya sangat efektif terhadap masyarakat. Facebook dan twitter dianggap senjata paling ampuh dalam berkampanye untuk mengenalkan visi masi calon kepala daerah bahkan ada diantaranya menggunakan media ini untuk melakukan kampanye hitam ataupun kampanye negatif. Efektifitas media sosial dalam berkampanye sangat terlihat dapat Dilihat dari pola hidup masyarakat kita yang sebagian besar mempunyai media sosial. Bahkan media ini merupakan ladang subur untuk menyebarkan kampanye hitam ataupun negatif oleh oknum politik yang haus kekuasaan. Di tambah lagi sebagian masyarakat kita masih menelan mentah-mentah informasi yang mereka terima di media sosial walaupun mereka mengetahui bahwa berita itu belum pasti sumbernya. Perang argumen politikus juga dilakukan di media sosial ini. Tindakan ini dilakukan agar masyarakat menerima argumenya dan mendukung calon kepala daerah politikus tersebut. Semakin banyak pengikut (followers) politikus tersebut akan membuat semakin besar peluang argumennya diterima masayarakat. Apalagi argumennya dapat dikatagorikan sebagai kampanye hitam ini dapat merugikan lawan politiknya. Namun, di media sosial masih banyak masyarakat kita yang berfikir rasional sehingga penyebaran kampanye hitam dapat diminimalisir.
Demokrasi memang membebaskan semua masyarakat berpendapat termasuk di media sosial yang berujung pada tindakan saling sindir dan saling serang seolah menjadi bumbu pedas di politik Indonesia. Untuk mencegah politik kampanye hitam sangat diperlukan peran institusi penegak hukum dan badan pengawas pemilu. Disamping peran penegak hukum dan bawaslu, perlu juga peran masyarakat sebagai peran pendukung untuk mencegah politik kampanye hitam. Bahkan akan lebih efektif jika masyarakat kita pro aktif. Dengan adanya pelaporan penyimpangan kampanye oleh politikus nakal kepada pihak penegak hukum ataupun bawaslu agar si politikus nakal ini mendapat efek jera. Kita sebagai masyarakat di era modern ini seharusnya mengubah pola pikir yang mudah percaya terhadap informasi yang tersebar di media sosial dengan cara mengecek kebenaran informasi baik di dapat dari media sosial ataupun dari masyarakat sekitar. Dengan pengecekan kebenaran informasi yang didapat, kita akan mengetahui kualitas calon kepala daerah tersebut.
Oleh : Sulaiman Rahmat (Mahasiswa Universitas Lancang Kuning Pekanbaru)
Komentar