Islah Sebagai Solusi Pasca Aksi 4 Nopember 2016
Jumat, 25 November 2016
00:00 WITA
Nasional
3854 Pengunjung
istimewa
Opini, suaradewata.com– Pernyataan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat bertemu masyarakat di Kepulauan Seribu pada 28 September 2016, lalu, menuai polemik. Dalam pidato itu, Ahok menyinggung surat Al Maidah ayat 51 dengan ucapan 'dibohongin pakai Surat Al Maidah 51', Ahok menyebut mereka yang tidak memilihnya pada Pilkada DKI, dibohongi menggunakan Surat Al Maidah ayat 51. Ayat itu dalam Alquran secara tekstual melarang umat Islam memilih pemimpin nonmuslim, meski ada pihak yang menafsirkan lain.
Karuan saja ucapan Ahok itu dikecam banyak orang terutama kalangan umat Islam di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jakarta saja, dan menganggap pernyataan Ahok sebagai penistaan agama Islam. Akibatnya umat Islam yang ada Indonesia, melakukan aksi unjuk rasa mengatasnamakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), dengan tema Aksi Bela Islam II untuk menuntut Ahok diadili. Puncaknya dilakukan pada 4 Nopember 2016, di Jakarta dengan mendatangi Istana Negara, Pemprov. DKI dan Gedung DPR/MPR RI. Di dalam GNPF-MUI terdiri dari ormas FPI, HTI, FUI, HMI, DMI, sejumlah masjid taklim , beberapa pesantren, berbagai forum, ikatan, gerakan, aliansi dan lain-lainnya.
Aksi unjuk rasa bela Islam ini yang di mulai setelah solat Jumat dengan titik kumpul diseputaran Istana Negara dengan mayoritas massa di Masjid Istiqal, sampai dengan pukul 18.00 wib atau sesuai dengan peraturan yang ada, dilakukan dengan damai. Banyak pendemo yang mulai membubarkan diri, walaupun masih ada yang ingin menyampaikan aspirasi di depan Istana, karena masih penasaran belum dapat menemui Presiden Jokowi. Namun aksi yang sebelumnya damai, apa yang ditakutkan semua orang akhirnya terjadi, ketika ba’da Isya polisi memutuskan membubarkan massa, dengan menembakkan gas air mata.
Akibatnya, ada pendemo yang menyelamatkan diri ada pula yang melawan, sehingga kerusuhanpun pecah. Ada sekitar 160 pendemo yang sempat dirawat di RS Budi Kemuliaan karena terkena gas air mata, sementara dari pihak polisi sekitar 79 orang mengalami luka ringan. Di RSPAD ada 2 polisi, 5 TNI, dan 1 orang petugas damkar yang dirawat. Tercatat, akibat kerusuhan aksi tersebut 21 kendaraan, baik milik TNI-Polri maupun sipil dirusak. Bahkan, tiga kendaraan di antaranya dibakar. Sementara itu, demonstran yang mengalami luka berjumlah 250 orang. Sebanyak 100 orang di luar demonstran juga mengalami luka. 100 orang itu terdiri dari 79 personel Polri (11 di antaranya dirawat inap), 15 masyarakat umum, 5 personel TNI dan 1 personel Pemadam Kebakaran.
Dalam konferensi pers seusai unjuk rasa 4 November, Presiden Joko Widodo menyatakan Pemerintah tidak menoleransi gerakan-gerakan yang berniat memecah belah dan mengadu domba bangsa. Jokowi merasa perlu menegaskan kembali pesan itu berulang-ulang. Hal tersebut untuk mengingatkan seluruh anak bangsa untuk tidak terpengaruh atau terprovokasi sehingga menjadi terpecah belah. Kita tahu negara Indonesia ini ada 17 ribu pulau. Sukunya berbeda-beda. Ras berbeda-beda. Agamanya juga beragam lebih dari satu.
Pasca rusuh banyak kalangan menyesalkan, seandainya semua para pengunjuk rasa menghormati UU maka mereka harus menyudahinya pada pukul 18.00 wib sesuai aturan yang ada, maka keadaan yang tidak diinginkan tidak akan terjadi . Karena masih adanya aksi diatas pukul 18.00 secara fisik dan emosi baik dari kedua belah pihak dari para pengunjuk rasa maupun aparat keamanan telah lelah, dan sangat berpotensi menimbulkan gesekan-gesekan yang menimbulkan kerusuhan, belum lagi ada iprovokasi dari ormas-ormas yang radikal dan aktor-aktor lainnya yang menginginkan keadaan politik menjadi memanas.
Ketika berbicara mengenai ormas radikal, terpikir oleh kita perilaku mereka yang kerap provokatif dan mengundang perpecahan. Ciri-ciri ormas radikal mudah diketahui misalnya mendukung berdirinya Khilafah Islamiyah, tidak mengakui keberadaan Pancasila, organisasi yang secara nyata mendukung ISIS, organisasi yang menyebar teror di masyarakat. Ormas-ormas di atas jelas bertentangan dengan prinsip yang ada di Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Ormas ini sama sekali tidak menjunjung tinggi perdamaian dan toleransi. Justru sebaliknya, mereka menjunjung tinggi provokasi demi perpecahan seolah-olah ingin memindahkan konflik yang ada di Timur Tengah ke Indonesia. Ormas-ormas radikal ini tentu melakukan kaderisasi secara radikal pula. Oleh sebab itu diharapkan pemerintah kembali memikirkan agar ormas radikal tidak dapat berkembang di negara yang kita cintai ini. Apabila terus dibiarkan berkembang kedepan akan dapat menganggu keamanan dan ketertiban di negara yang kita cintai ini.
Pasca Aksi bela Islam ini semua pihak harus mematuhi keputusan pemerintah yang menyerahkan kasus ini kepada aparat hukum untuk memproses Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Pemerintah telahmemberikan jaminan akan memproses hukum Ahok secara cepat, tegas dan transparan serta minta waktu dua minggu untuk merealisasikannya. Kita harapkan setelah nantinya ada putusan dari proses hukum baik itu Ahok dinyatakan bersalah atau tidak, maka semua pihak harus mematuhinya jangan ada lagi aksi-aksi yang mengakibatkan seluruh energi dan biaya dihabiskan untuk permasalahan ini.
Perlu dilakukan islah untuk menghindari kegaduhan dan kerusakan lebih besar bagi bangsa Indonesia. Berbagai elemen masyarakat yang selama ini terpisah antara dua kubu harus bersatu kembali membangun negara yang kita cintai ini. Marilah kita menatap kedepan jangan lagi mempermasalahkan keadaan yang masalahnya sudah diambil oleh aparat keamanan, sudah cukup demo yang kemarin dan disikapi dengan baik oleh pemerintah. Kasus dugaan penghinaan agama pun dijanjikan akan diselesaikan oleh aparat, dalam waktu yang telah disepakati bersama untuk menjaga keutuhan bangsa.
(Pemerhati Masalah Sosial Keagamaan)
Komentar