PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Cukup Sudah, Bubarkan Saja FPI!!!

Minggu, 20 November 2016

00:00 WITA

Nasional

4193 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

istimewa

Opini, suaradewata.com - Beberapa minggu ini kita banyak disibukkan dengan pemberitaan media yang menarik sekaligus memprihatinkan, FPI sebagaimana ormas-ormas lainnya, beberapa minggu ini gencar melakukan aksi demonstrasi kepada Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dengan dugaan kasus penistaan agama.
 
Pada umumnya orang mengenal Front Pembela Islam (FPI) sebuah organisasi massa Islam bergaris keras. FPI  selama ini lebih dikenal dengan tidakan-tindakan keras, cenderung anarkis dan tidak mengundang simpati. Tidak jarang ormas yang memiliki  beberapa kelompok internal  seperti Laskar Pembela Islam ini melakukan tindakan yang melebihi kepolisian, Satpol PP  yang berwenang dalam menegakan aturan dan ketertiban.  Aksi  yang menurut mereka adalah aksi penertiban (sweeping).
 
Kembali ke dalam dugaan kasus penistaan agama oleh Ahok, dari sisi aspek praduga tak bersalah merupakan bahasa formal, bahkan azas penting dalam hukum negara.  Sementara di mata hukum agama, Ahok sudah jelas bersalah menista agama, seperti yang sudah "diputuskan" oleh MUI. Karenanya harus dihukum. Tidak ada alternatif lain. Dengan alasan-alasan di atas, FPI dan pendukungnya memanfaatakan momentum tersebut untuk terus bergerak, berunjukrasa dan mengupayakan berbagai langkah politik praktis mengatasnamakan agama.
 
Saat ini label yang melekat erat pada diri FPI dan konco-konconya adalah terkesan selalu memaksakan kehendak dengan cara-cara mobilisasi massa, dan makin intensif yang tidak menutup kemungkinan jika memiliki kesempatan akan berbuat makin jauh terhadap kepentingan-kepentingan lainnya.
 
Menurut Mantan Rois Syuriah Nahdhlatul Ulama (NU) KH Mustofa Bisri berpesan agar umat Islam berhati-hati dalam menyikapi kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Hujatan dan kecaman atas nama umat Islam terkait dengan perebutan kekuasaan dalam Pilkada DKI Jakarta tidak menutup kemungkinan kasus Ahok ‘digoreng’ dengan mencatut agama untuk kepentingan politik oleh kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan momentum tersebut.
 
Menurut  KH Mustofa Bisri atau yang dikenal dengan panggilan Gus Mus, menilai beberapa kelompok Islam sudah mengarah pada kebencian dalam menyikapi perkataan Ahok tentang Surat Al Maidah yang berujung pada laporan dugaan penistaan agama. Menurutnya ekspresi kebencian itu terlihat dari banyaknya hujatan dan makian. Namun, sikap ini hanya dilakukan oleh segelintir dan sekelompok orang yang mengatasnamakan umat Islam. Sebab sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Jangan kita memuji orang tapi dengan menjatuhkan atau menghujat orang lain. Emosi di hati jangan sampai menciptakan kebencian yang berlebihan, itu pasti akan memunculkan masalah, seperti yang terjadi sekarang ini di mana umat sudah terpancing membenci Ahok yang berlebihan.
 
Sebaiknya FPI dan para pendukungnya harus belajar memahami bahwa proses hukum negara berbeda dengan hukum agama. Kekuatan hukum negara adalah pada bukti. Prosedur penetapan tersangka pun melalui sejumlah tahapan. Yang bisa dilakukan FPI dan pendukungnya adalah mencari bukti-bukti primer agar membantu aparat memperkuat dakwaan JPU. Dengan bukti-bukti yang kuat sudah pasti terlapor akan mendapakan kenaikan status menjadi tersangka. Negara tidak bisa dipaksa untuk membenarkan atau memenangkan salah satu pihak hanya karena tekanan.
 
Oleh karena itu, apresiasi patut kita sampaikan atas kerja cerdas dan keras Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah bertemu dengan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, dimana juga merupakan rivalnya di Pilpres 2014.  Presiden Jokowi juga bertemu pimpinan dan ulama dua ormas Muslim terbesar di Indonesia, yaitu Muhmmadiyah dan Nahdatul Ulama (NU), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kepada media dan tokoh-tokoh agama telah dihimbau agar berperan aktif mendinginkan suasana. Pihak kepolisian dan TNI berkomitmen akan bekerja profesional menjaga dan mengawal kegiatan demonstrasi agar berjalan tertib dan damai.
 
Namun, seperti yang kita ketahui bersama kelompok FPI lebih suka menggunakan kekerasan sebagai bahasanya. Sehingga mereka kerap berurusan dengan aparat kepolisian. Saya sebagai masyarakat Indonesia yang beragama Islam juga kadang berfikir jika situasi ini dibiarkan berlarut-larut, dan kepatuhan terhadap hukum terus menerus diabaikan, bukan tidak mungkin akan memantik persoalan baru, dan mendorong terbentuknya ormas-ormas yang sama, dan pengabaian terhadap penegakan hukum akan mengalami krisis.
 
Disini dibutuhkan keberanian oleh semua pihak untuk memberikan keputusan dan menegakkan hukum dengan seadil-adilnya. Kasus kerusuhan yag sering dilakukan yang telah mereka perbuat sejatinya telah meresahkan masyarakat, dan merendahkan marwah penegakan hukum negara. Bagi pihak penegak hukum harusnya melihat persoalan ini secara substantif bukan pada sisi oknumnya. Jika dirasa keberadaan ormas ini telah menimbulkan banyak kerugian dan kemudharatan bagi banyak pihak, dan lebih parah lagi mengancam kerukunan umat beragama maupun masyarakat, pemerintah harus memiliki keberanian untuk mengambil tindakan tegas untuk membubarkan FPI jika memang itu diperlukan dan dimungkinkan dari sudut pandang hukum.
 
Negara ini tidak boleh toleransi terhadap tindak kekerasan, apa lagi mengabaikannya terlebih jika sampai merongrong pemerintahan yang sah, dimana persoalan digiring kearah untuk melakukan pemakzulan pemerintah yang sah itu namanya perbuatan Makar dan harus di tindak tegas secara hukum.
 
Amiruloh Zaini : Penulis adalah Pemerhati masalah hukum dan aktif pada Kajian Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan.


Komentar

Berita Terbaru

\