Dua Fundamental yang Berbeda dan Saling Bertolak Belakang
Kamis, 22 September 2016
00:00 WITA
Nasional
4641 Pengunjung
ilustrasi
Opini, suaradewata.com – Aksi percobaan bom bunuh diri hampir terjadi kembali di Indonesia, kali ini terjadi pada Minggu (28/8/2016) di Gereja Santo Yosef, Medan Sumatera Utara, sekira pukul 08.00 WIB. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Pelaku bom bunuh diri berinisial IAH (16) berhasil diamankan, karena bom di dalam ransel yang pada awalnya ingin diledakan saat aktivitas Misa Gereja, justru gagal meledak dan melukai dirinya sendiri.
Kejadaian tersebut merupakan salah satu kejadian aksi teror yang terjadi di Indonesia. Selama satu Dekade terakhir, telah banyak terjadi aksi teror khususnya bom bunuh diri antara lain bom bali I, Bali II, JW Marriot, ritz carlton, Mapolresta Solo, bom Sarinah dan masih banyak lagi. Dari beberapa aksi yang telah terjadi, semua memiliki motif dan tujuannya masing-masing.
Menanggapi kejadian tersebut, sebenarnya di Indonesia aksi tersebut menjadi fenomena baru dalam satu dekade terakhir ini. Bom bunuh diri sebenarnya pertama kali dalam sejarah terjadi pada abad ke-20 yang dipelopri kelompok Hisbullah. Dari sinilah dimulai babak baru yang dihembuskan (kalangan Amerika Serikat dan sekutunya) sebagai terorisme internasional. Akan tetapi belakangan, aksi bom bunuh diri sudah menjamah Indonesia. Ini menjadi menarik dan merupakan fenomena tersendiri.
Seiring semakin menjamurnya aksi bom bunuh diri di Indonesia, timbul sebuah pertanyaan mendasar apa penyebab yang mendorong orang melakukan aksi bom bunuh diri, apakah memang bagian dari tuntutan agama? Atau malah karena hanya sebuah sensasi semata?
Agama adalah pedoman yang dianut dan diyakini manusia dalam menuntun kehidupan di muka bumi ini, pada dasarnya tidak ada yang mengajarkan umatnya untuk menjadi melakukan kekerasan maupun perbuatan keji. Semua agama sama-sama mengajarkan kebaikan dan kebajikan. Sehingga secara tidak langsung, segala agama yang ada bertentangan dengan adanya aksi terorisme khususnya bom bunuh diri.
Agama dan aksi terorisme seperti bom bunuh diri adalah dua istilah yang saling bertolak belakang, agama adalah sarana untuk mengarahkan manusia kearah kebaikan dalam hidup, sedangkan terorisme mengarahkan manusia disisi sebaliknya. Selanjutnya, agama akan menuntun manusia untuk menjunjung tinggi yang dinamakan dengan etika, moralitas, dan kemanuasian. Sedangkan segala cara pandang terorisme tidak ada yang mencerminkan hal tersebut.
Dari penjelasan diatas, terjadi kontradiksi yang signifikan antara agama dan aksi terorisme itu sendiri, dari pernyataan tersebut juga dapat disimpulkan bahwa sebenarnya teroris bukanlah bagian dari agama itu sendiri, melainkan sebuah aksi oleh sekelompok orang yang memiliki tujuan tertentu. Namun, muncul pertanyaan lanjutan, apakah maksud orang-orang pelaku aksi terorisme selalu mengatasnamakan sebuah agama?
Banyak sekarang kita lihat aksi-aksi terorisme yang terjadi di dunia selalu mengatasnamakan sebuah agama untuk memerangi suatu kelompok yang dianggap bertentangan dengan prinsipnya. Menagapa hal itu terjadi?. Hal ini terjadi karena banyak kelompok terorisme menggunakan agama sebagai sarana untuk mensukseskan segala kegiatannya. Dengan agama, para teroris dapat melakukan segala aksinya dengan mengatasnamakan perintah-perintah dari agama tersebut. Sehingga secara tidak langsung, agama dijadikan sebuah alat pembenaran dalam aksi-aksi yang mereka lakukan, selain itu agama juga dijadikan sebauah alat memecah belah agama-agama yang ada di dunia ini.
Oleh karena itu, melihat segala tujuan setiap aksi yang ada, terorisme sudah menjadi ancaman serius bagi bangsa ini. Tidak hanya menciptakan sebuah ketakutan masyarakat saja, namun dapat menjadi penyulut pertikaian antar umat beragama yang disebabkan oleh aksi yang mengatasnamakan sebuah agama tertentu. Sehingga, perlu adanya kerjasama antara negara, masyarakat, dan tokoh agama untuk saling membantu untuk melawan segala potensi ancaman yang ada, bukan malah saling menyalahkan satu sama lain.
Selain itu, para pemeluk agama diharapkan untuk menghayati agamanya masing-masing, mengamalkan segala perintah yang ada dan meningkatkan rasa toleransi antara umat beragama serta menganggap semua agama adalah institusi yang benar. Sehingga, potensi aksi terorisme yang berpotensi menjadikan sebuah perpecahan ke depan tidak akan terjadi.
Catarina Febrianty
Pemerhati Masalah Terorisme
Komentar