Opini, suaradewata.com - Pekanbaru (Riau), Palembang (Sumatera Selatan), Bandar Lampung (Lampung), Serang (Banten), DKI Jakarta, Bandung (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), dan Batam (Kepulauan Riau). Kesembilan provinsi tersebut adalah lokasi di mana peredaran vaksin palsu ditemukan. Temuan tersebut bersumber dari hasil penyelidikan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Bersumber dari Direktur POM, disebutkan bahwa terdapat 37 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di sembilan provinsi yang mendapat vaksin dari sumber tidak resmi dengan jumlah sampel yang didapat sebanyak 39 jenis.
Vaksin palsu yang akhir-akhir ini marak diberitakan terungkap oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dengan informasi yang berawal dari laporan masyarakat dan pemberitaan media massa tentang bayi yang meninggal dunia setelah diimunisasi. Setelah diselidiki, ternyata terdapat sebuah pabrik pembuatan vaksin palsu tersebut yang parahnya telah beroperasi selama 13 tahun sejak 2003. Mengetahui fakta ini, tentu sangat meresahkan bagi orang tua yang anaknya selama kurun waktu tersebut menerima imunisasi.
Sebanyak 194 negara hingga saat ini menyatakan bahwa imunisasi terbukti secara klinis aman dan bermanfaat bagi kesehatan bayi dan balita untuk mencegah sakit berat, wabah, cacat, dan kematian akibat penyakit berbahaya. Imunisasi ditujukan untuk menyehatkan tetapi malah pada praktiknya disalahgunakan oknum demi meraup kekayaan pribadi. Tujuannya menyehatkan, malah menyakitkan. Itulah fenonomena yang terjadi di maraknya orang berlomba-lomba untuk menjaga kesehatan di tengah semakin kompleksnya bibit penyakit yang berkembang.
Orang tua harus berhati-hati dalam memilih obat-obatan dan makanan bagi bayi dan balitanya karena daya tahan bayi yang belum sekuat orang dewasa pada umumnya. Imunisasi yang lengkap dan teratur akan menimbulkan kekebalan spesifik yang mampu mencegah penularan penyakit. World Health Organization (WHO) mewajibkan lima jenis imunisasi karena dampak akibat pengaruh dari penyakit tersebut dapat menyebabkan cacat hingga kematian. Kelima imunisasi tersebut adalah Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, Varisela, dan HPV.
Menurut Dokter Spesialis Farmakologi, Masfar Salim, memang sulit untuk membedakan vaksin palsu ini, dan kesulitan tersebut tidak hanya dirasakan masyarakat awam bahkan kalangan medis seperti dokter, suster, dan sebagainya pun mengalami kesulitan untuk membedakan vaksin yang asli dengan yang palsu. Hal tersebut terjadi pada vaksin impor sekalipun karena memang benar-benar mirip. Namun Kasubdit Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa harga vaksin palsu di pasaran biasanya lebih miring dari harga vaksin asli di pasaran, semisal harga seharusnya Rp900ribu menjadi Rp300ribu. Selain itu botol dari kemasan vaksin palsu biasanya lebih tipis dari kemasan vaksin asli. Lem pada label tulisan di kemasan terkadang miring dan tulisan telihat lebih pudar. Beberapa hal tersebut adalah langkah awal untuk mengetahui bagaimana cara mengetahui apakah vaksin yang akan digunakan apakah asli atau palsu. Langkah selanjutnya yaitu uji laboratorium yang dapat secara akurat mendeteksi lebih lanjut.
Terdapat imunisasi yang terkadang menyebabkan efek samping pada bayi seperti kurang nafsu makan, nyeri di area bekas suntikan, muntah, dan demam. Imunisasi tersebut adalah imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), namun orang tua tidak perlu khawatir terlebih dahulu karena hal tersebut termasuk wajar. Salah satu penangkal cepat kejadian tersebut adalah dengan pemberian ASI sesering mungkin, kompres menggunakan air hangat, memberikan obat penurun panas sesuai anjuran dokter, dan yang terakhir jika panas tidak kunjung turun hingga melebihi 38 derajat celcius, disarankan agar orang tua segera menghubungi dokter.
Manfaat, langkah, dan pengetahuan tentang imunisasi adalah hal yang sangat penting untuk diketahui orang tua yang tentunya menginginkan buah hatinya sehat dan tumbuh dengan baik hingga dewasa. Di zaman dengan teknologi yang semakin maju yang diiringi semakin berkembangnya juga tindak kriminalisme, orang tua harus semakin berhati-hati dalam memperhatikan obat-obatan yang masuk ke tubuh sang anak. Orang tua harus semakin jeli dalam membedakan obat-obatan untuk anak. Jangan sampai karena kelalaian orang tua, anak menjadi korban yang akhirnya bahkan harus terenggut nyawanya. Karena, setiap orang tua tentu ingin melihat darah dagingnya tumbuh dewasa dengan baik dan sehat.
Komentar