Kasihan, Perempuan Ini Digerogoti Kanker Payudara hingga Berlubang dan Bernanah
Senin, 05 September 2016
00:00 WITA
Bangli
5326 Pengunjung
suaradewata
Bangli, suaradewata.com – Nasib malang menimpa Ni Nyoman Landri,45, perempuan paruh baya asal Banjar Penarukan, desa Peninjoan, Tembuku, Bangli. Pasalnya, ibu empat anak yang hidup dalam keterbatasan ekonomi ini, sejak enam bulan terakhir tidak bisa melakukan aktivitas rutin sebagai buruh pemetik kelapa akibat digerogoti kanker payudara. Kondisinya kian memperihatinkan, karena kondisi penyakitnya telah bernanah dan berlubang. Lebih miris lagi, dengan kondisi ekonominya yang pas-pasnya anak-anaknya hanya bisa mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar saja.
Sesuai pantuan di lokasi, Senin (5/9/2016), Nyoman Landri tinggal disebuah gubuk sederhana di tengah-tengah perkebunan milik warga sekitar. Kondisi rumah yang ditempati, merupakan bantuan bedah rumah tahun 2012 untuk tidur anak-anaknya. Sementara yang bersangkutan bersama suaminya, I Made Sonder,65, terpaksa masih tidur di dapur beratap ilalang dan reot dengan dinding berbahan bambu serta lantai tanah.
Diceritakan, penyakit kanker payudara yang dideritanya awalnya dikira hanya bisul biasa. “Saat itu seperti biasa tyng masih bekerja sebagai tukang petik kelapa. Sakit saya menjadi parah ketika tertusuk pelepah kelapa,” jelasnya.
Akibat dari itu, lukanya semakin melebar dan berlubang. Kondisinya kian parah, karena kondisi lukanya mulai mengeluarkan nanah. Hanya saja, dengan kondisinya tersebut yang bersangkutan justru enggan untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit. “Saya tidak punya biaya untuk berobat. Suami saya hanya sebagai buruh tani saja,” ujarnya dengan berlinang air mata.
Dengan kondisinya itu, yang bersangkutan justru tetap memaksakan diri menahan rasa sakitnya. Padahal, jika sakitnya kambuh dirasakan hingga menjalar sampai ke punggungnya. Untuk pengobatan, selama ini pihaknya hanya mengandalkan ke dokter umum saja. Itu pun tidak rutin dilakukan. Sebaliknya, dia justru lebih memilih mengkonsumsi obat herbal yang diberikan tetangganya Sang Nyoman Mertayasa yang kerap mendampingi penderitaan keluarga ini.
Sementara suaminya, I Made Sonder menuturkan, dengan kondisi sakit istrinya yang parah menyebabkan beban hidupnya terasa semakin berat. Sebab, pada waktu istrinya masih sehat dengan pekerjaan istrinya sebagai tukang petik kelapa dalam sehari biasa mampu memanjat hingga 40 pohon. “Penghasilan saya sebagai buruh serabutan tidak seberapa. Dengan kondisi istri saya yang sakit begini, tak jarang saya harus mencari hutang ke tetangga,” akunya.
Tidak hanya itu, dengan kondisi ekonominya sekatang sekolah anak-anaknya pun terancam. Anak pertamanya, Ni Wayan Astiani dan anak keduanya I Kadek Lipet, tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. “Biaya sekolah anak-anak tidak ada. Anak pertama dan kedua saya hanya bisa sampai tamat SD saja,” jelasnya.
Sekarang dijelaskan, keduanya anaknya yang masih belia tersebut justru telah bekerja sebagai pembantu dan buruh serabutan untuk meringankan kedua orang tuanya itu. Sementara untuk melanjutnya sekolah anak ketiganya, Ni Komang Srimulih yang duduk di bangku kelas V dan anak keempatnya yang duduk di bangku kelas IV, keluarga ini juga mulai merasa terbebani. Karena itu, pihaknya hanya bisa pasrah dan berharap ada uluran para dermawan untuk meringankan beban penderitaan keluarga yang dia tanggung. ard/hai
Komentar