PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Realisasi Belanja 2015 Ngadat, Ini Penjelasan Gubernur Bali

Jumat, 01 Juli 2016

00:00 WITA

Denpasar

3608 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Denpasar, suaradewata.com – Hampir seluruh fraksi di DPRD Bali melalui Pandangan Umum Fraksi Terhadap Ranperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2015, menyoroti tersendatnya realisasi belanja yang tak memenuhi target. Sebab pada tahun 2015 lalu, sebanyak Rp 561,9 miliar anggaran belanja yang dialokasikan dalam APBD Bali gagal terealisasi.

Menariknya Gubernur Bali Made Mangku Pastika, rupanya sedikit berbeda dengan pandangan para wakil rakyat. Sebab mantan Kapolda Bali itu justru mengklaim, serapan belanja daerah tahun anggaran 2015 merupakan yang tertinggi sejak beberapa tahun terakhir, yakni mencapai 89,90 persen.
Adapun tiga tahun sebelumnya, serapan belanja daerah masing-masing sebesar 86,84 persen tahun 2012, 84,79 persen tahun 2013 dan 88,93 persen tahun 2014. Gubernur Pastika pun berkomitmen, untuk terus meningkatkan serapan APBD di tahun-tahun mendatang.

"Saya akan terus berupaya untuk meningkatkan serapan APBD pada tahun-tahun berikutnya," ujar Gubernur Pastika, saat menyampaikan Jawaban Gubernur Atas Pandangan Umum Fraksi Terhadap Ranperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2015, dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Bali, Jumat (1/7/2016).

Gubernur Pastika pun membeberkan beberapa alasan sehingga anggaran belanja sebesar Rp 561,9 miliar gagal terealisasi sesuai target. Salah satunya karena beberapa kegiatan tender gagal dilakukan, seperti pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disikpora), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Bappeda, serta Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

"Pada Disdikpora berupa pembangunan UPT BPKB, sumur bor dan jaringan instalasi listrik senilai Rp 5,8 miliar lebih. Tender gagal dilaksanakan karena adanya penggabungan Kantor UPT BPKB ke Kantor Disdikpora Provinsi Bali dalam rangka efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, sejalan dengan Rekomendasi Pansus Aset DPRD Provinsi Bali," urai Gubernur Pastika.

Adapun pada DKP Provinsi Bali berupa pengadaan perahu/ jukung senilai Rp 1,62 miliar gagal tender karena tidak ada penyedia barang/jasa yang mengajukan penawaran. Semendata di Dinas Kesehatan, pengadaan bahan habis pakai sebesar Rp 572 juta gagal tender, lagi-lagi lantaran tidak ada penyedia barang/jasa yang mengajukan penawaran.

"Di Bappeda berupa kajian dan evaluasi Perda 16 Tahun 2009 Tentang RTRWP Bali sebesar Rp 500 juta gagal tender karena Permendagri Tentang Tata Cara Peninjauan Kembali/Review RTRWP belum ditetapkan," beber Gubernur Pastika.
Selain gagal tender, ada pula beberapa sebab lainnya sehingga anggaran belanja gagal direalisasikan sesuai target. Seperti pada Disdikpora Provinsi Bali ada penundaan perencanaan pembangunan SMA/SMK Bali Mandara sebesar Rp 700 juta karena adanya perubahan lokasi terkait penyerahan urusan pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi.

Pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali, terkendalanya IMB pembangunan Rumah Sakit Mata Bali Mandara. Akibatnya, anggaran yang tidak terserap mencapai Rp 23,8 miliar.

Selanjutnya di Dinas Kebudayaan, kegiatan pembinaan dan pemberdayaan lembaga adat terkendala waktu sehingga Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) tidak dapat melaksanakan kegiatan dan menjadi sisa anggaran sebesar Rp 960,6 juta lebih.

"Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur pada Sekretariat DPRD tidak terserap sebesar Rp 6,7 miliar lebih terkait perjalanan dinas luar negeri karena tidak ada izin dan Kemendagri," jelasnya.

Terakhir, Gubernur Pastika menyebut tak terealisasinya belanja sesuai target karena adanya efisiensi anggaran. Di antaranya, perjalanan dinas disesuaikan dengan kebutuhan riil dan sisa tiket serta penginapan karena pelaksanaan riil cost dan adanya beberapa perjalanan dinas yang dibiayai oleh pusat.

"Efisiensi anggaran juga pada sisa lelang/ tender, honorarium disesuaikan dengan penerbitan SK dan perubahan regulasi di tingkat pusat yang menyebabkan tidak terealisasinya belanja daerah," pungkasnya. san/hai


Komentar

Berita Terbaru

\