Buruh Jangan Terjebak Politisasi Tertentu
Minggu, 15 Mei 2016
00:00 WITA
Nasional
3740 Pengunjung
ilustrasi
Opini, suaradewata.com – Sebentar lagi buruh di Indonesia dan dunia akan memeriahkan ultahnya pada setiap tanggal 1 Mei tiap tahunnya sebagai Hari Buruh Sedunia (May Day).
Seperti yang sudah-sudah momen tahunan tersebut, dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan melakukan aksi unjuk rasa besar-besar guna menuntut perbaikan kesejahteraan buruh di Indonesia yang selama ini dianggap tidak adil terhadap kaum buruh/pekerja. Tuntutan buruh tersebut harus diapresiasi oleh pemerintah dan pengusaha/perusahaan, jangan dianggap sebagai bentuk perlawanan buruh.
Menyikapi sejumlah permasalahan membelit yang dihadapi kalangan buruh dewasa ini. Seyoganya pemerintah dan pengusaha/perusahan menjawab tuntutan buruh, seperti dihapuskannya sistem outsourcing dan sistem upah murah serta diberikannya jaminan sosial kepada buruh secara memadai. Bagaimanapun juga, apabila rencana unjuk rasa besar-besaran ini terlaksana, maka sangat dimungkinkan dapat menciptakan gangguan kamtibmas.
Pertanyaan besar sekarang ini adalah apakah rencana aksi unjuk rasa buruh tersebut benar-benar “murni” untuk memperjuangkan aspirasi buruh terhadap tiga isu sentral yang mereka perjuangkan selama ini, ataukah aksi unjuk rasa buruh untuk berpotensi untuk dipolitisasi kepentingan tertentu dengan menunggangi aksi tersebut.
Upaya mempolitisir rencana aksi unjuk rasa buruh juga telah dilakukan oleh beberapa kelompok kepentingan dengan mengangkat sejumlah isu tambahan diluar isu yang diperjuangkan buruh seperti isu isu korupsi, penggusuran, narkoba dan Pilkada 2017. Bahkan, mengingat rencana aksi unjuk rasa buruh tersebut “tidak jauh” dengan agenda pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017, maka ada kelompok kepentingan lainnya di DKI Jakarta yang juga akan “mendompleng” gerakan aksi buruh tersebut dengan membawa isu penggusuran, reklamasi dan bahaya kuningisasi. Untuk itu, aparat penegak hukum dan aparat keamanan perlu “mengendus” isu ini sedini mungkin agar tidak menimbulkan ancaman kedepan.
Gerakan buruh di Jakarta pada umumnya bersifat politis dan kelompok yang sering menyuarakan kepentingan buruh adalah kelompok kiri. Konsolidasi yang terjadi diantara berbagai gerakan atau organisasi buruh mengindikasikan bahwa mereka telah memiliki kesamaan agenda perjuangan. Perlu ditegaskan bahwa sekarang ini dipandang sangat penting adanya upaya dan solusi untuk menyelesaikan masalah perburuhan dalam rangka meredam aksi buruh anarkis.
Oleh karena itu, kita semua perlu mendorong dan mendukung upaya pemerintah (Kemenakertrans) dalam menurunkan tim negosiasi untuk bertemu dan berdialog dengan para serikat pekerja/buruh di beberapa daerah. Mendorong dan mendukung upaya Kemenakertrans menyiapkan aturan baru dan melakukan moratorium. Mendorong dan mendukung upaya Kemenakertrans yang telah menyempurnakan Permenakertrans terkait dengan penambahan jumlah jenis kebutuhan KHL. Mendorong dan mendukung upaya Kemenakertrans bersama instansi terkait lainnya menyelesaikan Perpres dan PP terkait kesejahteraan buruh.
Keberhasilan propaganda kelompok-kelompok tertentu yang selama ini mendekati atau ”menggalang” kaum buruh untuk tujuan tertentu, misalnya merubah krisis ekonomi menjadi krisis politik. Untuk itu, kaum buruh sudah mulai harus melek politik, agar tidak mudah terpropaganda kelompok pragmatis tertentu.
Akan tetapi, terlepas dari berbagai situasi yang telah dikemukakan bekaitan dengan serikat buruh di Indonesia, tidak dapat ditampik bahwa posisi kaum buruh yang telah bekembang selama ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai bagian bangsa Indonesia, baik sebagai warga negara maupun sebagai tulang punggung ekonomi bangsa. Sehingga, kesejahteraannya sudah selayaknya di perhatikan secara serius oleh pemerintah. Hal tersebut menunjukan bahwa kehadiran dan perjuangan serikat buruh dinilai sebagai salah satu aktor penting sebagai upaya menciptakan kesejahteraan buruh di Indonesia.
Pedro Permana, penulis adalah Pemerhati Masalah Sosbud
Komentar