Pro Kontra Bandara Bali Utara, KJB Gelar Diskusi Politik Calon Pilkada Buleleng
Jumat, 28 Juni 2024
19:08 WITA
Buleleng
1553 Pengunjung
Diskusi politik yang digelar Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB)
Buleleng, suaradewata.com- Disesi tanya jawab setelah para calon menyampaikan visi dan misinya, suasana diskusi politik yang digelar Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) memanas, terutama visi misi terkait rencana pembangunan Bandara Bali Utara yang digulirkan Kadek Doni Riana yang akrab disapa KDR ini.
Dalam pemaparannya, Kadek Doni Riana yang merupakan calon termuda kelahiran 1978 mengatakan dirinya sejak awal yang menjadi fundamental adalah menuju Den Bukit 1. "Menerbangkan Buleleng setinggi-tingginya ke arah sejahtera." ujarnya.
Kalau bicara Buleleng, sebutnya terdapat hal yang bisa dilihat bersama. Bagaimana mewujudkan Buleleng adil dan sejahtera.
"Dalam hal ini, harus ada kepastian hukum, yaitu terwujudnya Bandara Bali Utara. Ini gerakan cepat." tegas Doni Riana.
Kalau bicara data riil, ujarnya lagi pondasi Buleleng bahwa PAD Buleleng kecil. Siapapun yang jadi bupati dan wakil bupatinya akan berat kalau tidak punya terobosan.
"Kita hanya bisa minta ke pusat bantunya. Kalau nggak punya relasi, akan stuck. Ini perlu relasi, bagaimana PAD meningkat. Kalau miskin, bagaimana bisa berkembang. Badung sudah kuat, sehingga bisa distribusi ke daerah lain." terangnya.
Kemudian bagaimana mengembalikan aura Buleleng sebagai kota pendidikan. Menurutnya hal ini karena banyak yang migrasi ke Denpasar, karena skill. Kalau bisa mengembalikan Buleleng menjadi kota pendidikan, maka akan ada pendapatan dan ada target dari daerah lain. Buktinya Undiksha, Unipas, STIE, banyak dari luar daerah yang bisa sekolah disini. Kos-kosan hidup, UMKM jalan.
"Kemudian penguatan desa, pembangunan kembalikan desa ke desa. Bagaimana prinsipnya, bagaimana pemerintahan ini bisa sesuai aturan. Investasi nggak ada lagi cawe-cawe." kata Doni Riana.
Menurutnya investor akan masuk ke Buleleng, siapkan regulasinya, dan wajib serap tenaga kerja. Sehingga SDM mengikuti. Intinya bahwa bandara ini sebuah kebutuhan dan sebagai pemimpin kedepan mengawal bagaimana bandara terealisasi.
"Doni Riana: kami akan mengawal bali utara, khsusunya program piusat. Biar kondisi tetap nyaman, sehingga apa yang dibangun pusat bisa seiring dan sejalan. Ini bentuk kita pimpinan di daerah sinergi dengan pusat. Bagaimana mengawal program itu." pungkas Doni Riana.
Disesi tanya jawab yang di gulirkan pembawa acara diskusi yakni Ole Adnyana dan Mardika ini menyoroti masalah Bandara Bali Utara.
Seperti yang dilontarkan dokter Ketut Putra Sedana. Ia menyebut masalah bandara sudah lebih sepuluh tahun diwacanakan dan sudah pernah jadi Program Strategi Nasional (PSN).
"Ujug-ujug buung (tidak jadi). Sudah PSN lho. Kemudian yang terakhir saya dapat informasi dari Dirjen Perhubungan Udara, ada 34 bandara internasional yang diturunkan kelasnya menjadi bandara domestik. Sedangkan sekarang kita mau bangun bandara internasional. Bandara itu diturunkan statusnya, karena kebanyakan orang Indonesia keluar negeri. Uangnya dibawa ke luar negeri, sedangkan kita berharap aliran dana mereka ada di daerah kita. Prinsipnya begini, untuk membangun kengkenang je pis (bagaimana tentang uangnya) di Buleleng biar tidak keluar, dan uang dari luar biar masuk. Saya dapat pesan moral pendidikan, hanya dengan belajar bisa ubah nasib. Tapi orang kaya bisa miskin kalau pendidikan tidak ada. Selain soft skill, juga perlu hard skill. Kita sedang dalam ancaman krisis pangan, sedangkan buleleng punya potensi lahan. Padahal satu hektare sorgum bisa hasilkan 4-5 ton. Ini bagaimana kembangkan potensi kita menjadi buleleng yang mandiri." paparnya.
Ungkapan pedaspun muncul dari Dewa Sukrawan. Menurutnya kewenangan membangun bandara siapa? Apa bupati, gubernur, atau presiden.
"Setelah ada kewenangan, siapa investornya, biar tidak giet ngawag (semangat yang ngawur). Saya sudah pernah lihat tekenan (tanda tangan) mantan bupati Agus Suradnyana, Mangku Pastika, semua mendukung. Sing masi meragatang lud (tidak juga menyelesaikan apa-apa). Maka dari itu jangan sampai bandara itu jadi konsumsi politik, biar tidak masyarakat ini enggang (mulutnya mangap), mata ngidem (terpejam). Saya tidak mengerti bandara, regulasinya juga nggak paham. Maka dari itu, harapan kalau ada bandara semua pasti berharap. Jangan bandara ini jadi skala prioritas dalam membangun buleleng, padahal membangun Buleleng tidak bisa dengan membangun bandara saja." tandasnya.
Komentar lantang juga diucapkan Made Suyasa mantan camat ini. "Maju jadi pemimpin itu harus ada tiga O, yakni otak, orang, ongkos.
"Ongkos Anda sudah tinggi nggak? Jangan sok-sokan maju jadi calon kalau nggak punya ongkos. Mokak Anda. Tajun kekurangan tenaga kerja ngalap (metik) cengkeh. Musim panen besar ini, angka jual Rp 120 ribu per kilogram. Jangan visi misi yang tinggi. De munyi-munyi dogen (jangan omong-omong saja), de awake uluk-uluke (jangan saya di bohongi." tandasnya pedas dan lantang.
Dalam lontaran pedas dan lantang ini dijawab oleh Nyoman Sugawa Kori Wakil Ketua Dewan Provinsi Bali dan juga Ketua DPD Partai Golkar Bali. Ia menerangkan bahwa kedatangan penumpang ke bandara itu kapasitasnya mencapai 19 juta. Makanya timbul pemikiran agar tidak timbul kemacetan.
"Karena Bali ekonomi sangat tergantung pariwisata. Perlu alternatif untuk mengurai kemacetan." tutupnya.sad/adn
Komentar