Sikapi Tingginya Kasus Rabies, Dewan Bangli Minta Pemkab Buat Program Edukasi Libatkan Desa Adat
Selasa, 24 Mei 2022
19:35 WITA
Bangli
1560 Pengunjung
Nengah Darsana Foto: SD/Dok)
Bangli, suaradewata.com - Ditengah meningkatnya kasus gigitan anjing rabies, Pemkab Bangli diharapkan tidak hanya mengandalkan program vaksinasi saja. Dalam hal ini, pemerintah juga diminta untuk membuat program edukasi dengan melibatkan desa adat guna memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tata cara memelihara anjing dengan baik dan benar.
Hal itu ditegaskan Anggota DPRD Bangli, I Nengah Darsana saat dihubungi Selasa (24/5/2022). Terkait meningkatnya kasus rabies, kata dia, peran pemerintah tidak hanya mengandalkan melakukan vaksinasi. "Peran pemerintah juga harusnya membuat program edukasi memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tata cara memelihara anjing yang baik dan benar. Dalam hal ini, desa adat mesti dilibatkan. Bila perlu desa adat membuat pararem tentang tata cara pemeliharaan anjing yang baik dan benar," tegas Darsana.
Menurut dia, jika program edukasi dengan melibatkan desa adat tak dilakukan, miliaran vaksin pun dilakukan pemerintah diyakini tidak akan mungkin bisa menuntaskan kasus rabies. "Itu akan percuma dan sudah terbukti dalam beberapa tahun program vaksinasi itu jalan, kan belum bisa menuntaskan kasus rabies. Intinya perlu kesadaran masyarakat untuk memelihara anjing dengan baik dan benar," ungkapnya.
Untuk itu, Politisi Partai Golkar asal Banjar Langkaan, desa Landih ini kembali menekankan harapannya kepada Pemkab Bangli agar tidak hanya mengedepankan vaksinasi saja. "Tapi harus juga membuat program edukasi atau penyuluhan-penyuluhan terhadap masyarakat. Terutama diwilayah yang banyak kasus rabies. Sama halnya dalam penanganan sampah yang sekarang berbasis sumber. Kenapa dalam penanganan rabies, tidak dilakukan seperti itu," ujarnya.
Lebih lanjut disinggung terkait nihilnya anggaran eliminasi, Darsana menjelaskan selama ini implementasi eliminasi anjing banyak yang salah sasaran. "Sebelum eliminasi anjing liar dilakukan, harus ada identifikasi terlebih dahulu," sebutnya. Mengingat, lanjut dia, selama ini eliminasi justru banyak salah sasaran sehingga kerap menimbulkan masalah baru di masyarakat. "Karena masyarakat juga belum sadar, bagaimana memelihara anjing kok justru diliarkan. Seolah-olah anjing ini jadi penjaga rumah dan lain sebagainya.
Tapi anjingnya justru diliarkan di jalanan, bukan didalam pekarangan. Ini yang terjadi, sehingga program eliminasi dihentikan karena justru timbul banyak masalah baru, seperti persoalan sosial termasuk masalah tudingan tidak berke prikebinatangan," bebernya.
Atas kondisi tersebut, pria yang juga pembudidaya Anjing Kintamani, mengaku prihatin. Terlebih sesuai data dari Dinas Kesehatan Bangli, kasus gigitan dalam kurun waktu dari bulan Januari hingga 14 Mei tahun 2022, telah mencapai 1.093 kasus dan 43 kasus diantaranya terkonfirmasi positif rabies. Jumlah ini, mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Mirisnya lagi, sesuai sebaran desa kasus gigitan justru banyak juga terjadi di wilayah desa yang merupakan pemuliabiakan anjing Kintamani. "Tentunya, saya sangat prihatin dengan kondisi itu dan kemungkinan anjing liar rabies masih cukup banyak berkeliaran. Ini adalah akibat masyarakat yang belum sadar sehingga saat terjadi gigitan menjadi panik. Sebaliknya, saya hampir setiap hari digigit anjing tidak pernah risau, karena sudah dipelihara dengan baik," pungkas Darsana.ard/nop
Komentar