Anggota Dewan Bangli Minta Dinas PKP Turun Tangan, Tanggulangi Kematian Babi yang Kembali Marak
Selasa, 29 Maret 2022
19:15 WITA
Bangli
1474 Pengunjung
Kondisi salah satu kandang babi di wilayah desa Kayubihi, Bangli. insert : Anggota DPRD Bangli, I Larut Guna. Foto:Ari Wardana/SD/Ist
Bangli, suaradewata.com - Kematian babi kembali marak di kabupaten Bangli. Kondisi ini, menyebabkan para peternak kecil ketar-ketir. Pasalnya, kematian kali ini justru lebih banyak menyerang indukan babi yang sedang bunting. Oleh karena itu, Anggota DPRD Bangli I Ketut Guna meminta agar petugas dari Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli segera turun tangan mengatasi persoalan tersebut.
Menurut Ketut Guna, berdasarkan aspirasi peternak yang dihimpunnya, diduga kematian babi yang terjadi saat ini disebabkan kembali oleh serangan virus ASF. " Tingginya intensitas kematian babi yang dialami oleh peternak, mulai terjadi sejak enam bulan terakhir. Di kandang saya saja, sudah ada enam ekor babi yang mati. Semuanya adalah indukan yang sedang bunting,”ujar Ketut Guna yang juga Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Bangli.
Akibat merebaknya kematian babi ini, kata dia, saat ini peternak menjadi trauma untuk memelihara babi. Terutama, masyarakat yang modalnya pas-pas memilih tidak memelihara babi dulu, akibatnya harga bibit babi juga mengalami penurunan. Yang mana, sebelum ada kematian babi, satu ekor bibit babi sempat terjual di angka Rp 1.100.000 hingga Rp 1.250.000 per ekor. Namun, kini turun menjadi Rp 900 ribu. “Memang banyak yang menyebabkan harga babi turun, namun factor yang paling dominan adalah serangan penyakit ini,”ungkap anggota dewan dari Banjar Kayang, Kayubihi, Bangli ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, pihaknya selaku wakil rakyat menghimbau agar pihak Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Kabupaten Bangli agar menurunkan tim (penyuluh) untuk turun ke masyarakat memberikan penjelasan terkait serangan penyakit itu. Apakah karena serangan ASF atau oleh sebab lain. “Dengan diketahui penyebabnya otomatis petugas yang membidangi tahu cara pencegahan. Sehingga animo masyarakat untuk kembali memelihara babi bisa kembali bangkit,” pintanya.
Sementara itu, menurut sejumlah peternak di Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli, kematian ternak ini telah terjadi sejak enam bulan lalu. Serangan penyakit yang diduga ASF ini, dominan menyerang indukan babi yang sedang bunting. “Penyakit dominan menyerang indukan babi yang sedang bunting. Mungkin kondisi babi saat bunting lemah, sehingga yang kebanyakan mati justru indukan, dan ini masih merebak hingga saat ini,”ujar salah seorang peternak. Kondisi yang sama juga dialami, Jro Kusuma salah seorang peternak di Banjar Penida Kelod, Tembuku. "Sebelum mati, indukan babi saya tidak mau makan selama sehari. Padahal, saat itu kondisinya sudah hamil jelang melahirkan," sesalnya. Atas kondisi tersebut, pihaknya kini mengaku trauma memelihara babi. "Sekarang kandang saya kosong. Saya belum berani memelihara babi lagi, sebelum tahu penyakit yang menyerangnya," tandasnya.ard/nop
Komentar