Denpasar, suaradewata.com - Animo masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) sangat tinggi untuk beternak dan mengonsumsi daging Sapi Bali. Kualitas Sapi Bali di daerah itu, juga sangat baik. Boleh dibilang, Sulsel ternyata menjadi "rumah" bagi Sapi Bali.
Hal itu terungkap saat Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi IV DPRD Provinsi Bali ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulsel, Selasa (29/8).
Rombongan yang dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali Nyoman Parta, itu juga didampingi Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali I Gusti Bagus Alit Putra.
"Tingginya animo masyarakat Sulawesi Selatan terhadap Sapi Bali, baik utuk diternak maupun untuk dikonsumsi, menyebabkan dana APBN dan APBD utuk bidang peternakan selalu dimanfaatkan utuk pengadaan bibit Sapi Bali," jelas Parta, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, usai pertemuan tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Parta juga mengutip data yang dibeberkan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulsel, H Abdul Azis. Di daerah itu, terdapat 1.367.000 lebih Sapi, di mana 85 persen di antaranya merupakan Sapi Bali. Sisanya adalah hasil persilangan Sapi Bali dengan Sapi Limosin, Sapi Brahman dan Sapi Brangus.
"Namun menurut Abdul Azis, hasil persilangang tetap tidak menguntungkan," urai Partai, yang juga anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali.
Alasannya, harga sapi hasil persilangan terlalu mahal dan tidak terjangkau pembeli. Selain itu, bahan pakan lebih banyak karena sapi persilangan tidak bisa mencari makan sendiri. Krakasnya pun kecil, hanya 42 persen.
Sedangkan Sapi Bali, cara memeliharannya mudah. Selain itu, dagingnya digemari masyarakat Sulsel dan krakasnya besar 58 persen.
"Bertitik tolak dari pengalaman itu, pemerintah Sulsel malah sekarang membuat keputusan menjadikan Kabupaten Bone dan Kabupaten Baru sebagai pusat pemurnian sapi ras Bali," jelas Parta, yang juga Ketua Pansus Ranperda Pengelolaan Sapi Bali.
Ia menambahkan, Pemprov Sulsel sangat melindungi Sapi Bali. Kecintaan terhadap Sapi Bali juga ditunjukan oleh Universitas Hasanudin (Unhas) dengan membuat berbagai penelitian.
"Penelitian dari Unhas yang sudah berhasil adalah membuat sapi ras Bali tapi tanpa tanduk. Jadi di Sulsel, disebut sapi Gundul. Unhas juga sedang melakukan penelitian bagaimana membuat daging Sapi Bali agar lembut seperti daging Sapi Wagio Jepang," kata Parta.
Tak hanya pemerintah, perhatian pihak swasta dan pengusaha di Sulsel juga sangat baik untuk pengembangan Sapi Bali. "Mereka mau jadi orangtua angkat terhadap kelompok-kelompok yang baru berkembang," ungkapnya.
Karena itu, bakal calon bupati Gianyar dari PDIP ini memberi apresiasi yang tinggi kepada pemerintah, swasta dan kampus yang memberi perhatian besar pada pengembangan Sapi Bali di daerah itu.
"Selaku ketua komisi IV DPRD Bali yang membidangi masalah kesejahtraan rakyat, dan sekaligus sebagai ketua Pansus Sapi Bali, saya angkat topi dengan perhatian pemerintah dan kalangan kampus dan swasta di Sulsel. Saya berharap di Bali terjadi hal yang sama," kata Parta.
Ia berharap, pemerintah daerah di Bali lebih serius memerhatikan pengembangan dan pengelolaan Sapi Bali. Parta juga meminta Universitas Udayana (Unud) melakukan penelitian terhadap Sapi Bali, sebagaimana yang dilakukan Unhas.
Ia sangat menyayangkan kebutuhan daging sapi untuk hotel dan restoran di Bali justru diimport, karena daging sapi kalah kualitas. Kondisi ini, menurut Parta, harus segera dicari solusinya.
"Ada ribuan hotel dan restoran di Bali yang setiap tahun menghabiskan daging sampai 600 ton. Kenapa semuanya diimport? Unud harusnya mengikuti langkah Unhas agar membuat daging Sapi Bali menjadi lembut dan empuk," pungkas Parta. san/ari
Komentar