PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Menumbuhkan Kesadaran Beragama Memperkokoh Kesadaran Bernegara

Jumat, 12 Mei 2017

00:00 WITA

Nasional

9579 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

google

Opini, suaradewata.com - Kesadaran bernegara adalah hal yang sangat penting bagi setiap individu dalam suatu Negara. Kesadaran Bernegara Indonesia mempunyai makna bahwa individu yang hidup dan terikat dalam kaidah dan naungan di bawah Negara Kesatuan RI harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasasi keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan Bangsa dan Negara Indonesia. Membangun Kesadaran bernegara  bagi setiap warga Negara adalah tanggungjawab kita bersama ditengah maraknya  paham-paham radikalisme yang dapat mengoyak sendi-sendi persatuan bangsa . Paham radikalisme menguat apabila kesadaran beragama melemah. Maka dari itu  kesadaran beragama harus ditingkatkan untuk menguatkan kesadaran bernegara atau dengan kata lain kesadaran bernegara menjadi lebih kuat seiring  menguatnya kesadaran beragama kita.

Berbicara kesadaran beragama mengutip tulisan Raka Santeri yang berjudul Empat Tahap Kesadaran Beragama rupanya kesadaran beragama diasumsikan mengalami masa seperti pertumbuhan manusia yakni masa kekanak-kanakan, masa remaja, masa dewasa dan masa tua.

Kesadaran beragama tahap pertama dalam kesadaran beragama, disebut “Tahap Kekanak-kanakan”. Ibarat seorang anak yang ingin memiliki seluruh kasih sayang orang tua kepada dirinya, dia mengidolakan pula orang tuanya yang paling sempurna. Demikian pula pandangan pemeluk agama yang kekanak-kanakan. Agama yang dipeluknyalah yang paling baik, sempurna, paling pasti mengangkatnya kelak naik ke surga. Agama lain jelek, sesat, hanya menyembah berhala, setan atau hantu. Tidak mengherankan kalau pemeluk agama seperti itu kemudian memburu pemeluk agama lain sebagai target untuk “diagamakan”. Mereka menganggap pemeluk agama lain itu belum ber-Tuhan.

Tahap Kesadaran Beragama kedua diibaratkan sebagai seorang remaja. Dia sudah mulai bergaul dengan teman-temannya. Mereka mencoba saling memahami satu dengan yang lainnya. Demikian pula seorang penganut agama dalam tahapan kedua ini, sudah mulai mengenal agama lain, mempelajarinya lewat penglihatan maupun pengalaman. Bahkan mungkin juga sengaja mempelajarinya sebagai ilmu perbandingan agama. Dia pun akhirnya sadar, ada kebenaran pada agama-agama lain. Maka egoisme kebenaran agamanya sendiri mulai berkurang, mulai dilumuri kearifan. Pada tahapan inilah kebanyakan para penganut agama berada. Tahapan ini bisa dijadikan dasar kerukunan antarumat beragama, diperkuat dengan dialog antarumat yang bersifat konstruktif. Misalnya dibahas tantangan bersama kita sebagai bangsa menghadapi masalah-masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, korupsi, dan masalah sosial lainnya. Juga dapat dilangsungkan kemah pemuda antarumat, disertai ceramah-ceramah agama yang mengutamakan persamaan dan kebersamaan, disamping pentas budaya.

Kesadaran beragama tahap ketiga adalah tahap dewasa. Pada tahap ini kesadaran penganut agama kepada Sang Pencipta semakin kuat. Dia mulai meyakini tidak akan pernah ada sesuatu apa pun di dunia ini tanpa kehendak-Nya. Agama-agama juga ada karena kehendak Sang Pencipta. Karena itu, semua agama mengandung kebenaran. Semua ajaran agama berasal dari wahyu Tuhan yang turun dengan berbagai cara.
Dalam tahap ini agama bukan lagi sekadar ajaran, tetapi sudah menjadi laku yang membimbing hidup manusia mendekat kehadirat-Nya. Manusia merasakan dirinya sebagai pelayan di tangan Tuhan, dan Tuhan akan menggunakan pelayan itu sesuai dengan kehendak serta kemampuan mereka masing-masing. Kehendak dan kemampuan itulah yang disebut “karma wasana” yang ikut menentukan jalan hidup manusia dalam rahasia pengaturan Tuhan.

Lebih lanjut Raka Santeri mengatakan bahwa matang dalam pengetahuan dan pengalaman orang akan sampai pada tahap keempat yang sering disebut sebagai “ilmu tua”. Inilah tahapan spiritualitas, tahap kelepasan, atau sufisme dalam Islam, ketika orang masuk dalam “lubang yang sangat sempit” seperti digambarkan oleh Jesus Kristus. Orang-orang yang berada dalam tahapan akhir ini hanya mengenal jalan kasih dan pelayanan. Dia tidak marah ketika dicerca, tidak bangga ketika dipuja-puji. Dia berusaha tegak di atas dualisme yang selalu mengikat kita sebagai manusia awam. Kesangsian dan ketakutan disingkirkan. Tuhan dirasakan selalu bersama dirinya.

Kesadaran agama tahap pertama seringkali menimbulkan perpecahan diantara penganut agama yang berbeda-beda. Tugas para pemuka agama seharusnya meningkatkan derajat kesadaran beragama kejenjang yang lebih tinggi sehingga rasa toleransi antara umat terjaga dengan baik. Penajamkan perbedaan dengan membangkitkan kebencian oleh pemuka agama justru menghambat umat untuk meningkatkan kesadaran beragamanya.

Indonesia berdiri di atas perbedaan dan kebhinekaan. Para pendiri bangsa telah menanamkan kesadaran bernegara atas dasar perbedaan itu dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Kesadaran bernegara yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa seharusnya terus dikembangkan dan didalami oleh warga negaranya. Semua pihak bertanggungjawab terhadap keberlangsungan Indonesia ini di atas kesadaraan kenegaraan. Jangan sampai paham-paham pemecah bangsa atas dasar perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan) berkembang pesat meruntuhkan sendi-sendi bangsa. Para pemuka agama berperan sangat besar dalam menjaga persatuan bangsa terutama atas perbedaan agama dinegara kita.

Melihat peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini terutama saat-saat pemilu dan pilkada seringkali isu SARA sebagai bahan mainan kampanye. Para pemimpin seharusnya menyadari resiko yang terjadi apabila isu ini dimainkan, karena keutuhan bangsa sebagai taruhannya. Para politisi seharusnya menyadari bahwa Negara ini dengan susah payah didirikan dengan mempersatukan perbedaan, dengan pertaruhan nyawa merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari para penjajah. Jangan sampai karena kepentingan sesaat demi memenangkan pemilihan keutuhan bangsa menjadi taruhannya. Kesadaran beragama dan kesadaran bernegara menjadi keharusan untuk terus ditingkatkan dengan penuh tanggung jawab dari semua pihak, baik itu dari pemuka agama, para pendidik, para politisi serta seluruh komponen bangsa demi kemajuan dan keutuhan bangsa dan Negara. Mari kita jaga NKRI dengan meningkatkan kesadaran beragama demi memperkokoh kesadaran bernegara kita.

Hidup Indonesia…Jaya Negaraku….NKRI harga mati.

Penulis: I Gusti Ngurah Agung Darmayuda / Komisioner KPU Kota Denpasar


Komentar

Berita Terbaru

\




PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

DIRGAHAYU, Kota Singasana ke 531