PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Hardys Land Lalai, Anak Seorang Pekerja Meninggal Dunia

Sabtu, 11 Maret 2017

00:00 WITA

Badung

11990 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

istimewa

Nusa Dua, suaradewata.com - Cerita pilu datang dari para pekerja di proyek Hardys Land di Nusa Dua, Badung. Ada yang kelaparan, ada yang bon makanan di warung, bahkan ada pula seorang pekerja yang harus kehilangan anaknya yang meninggal dunia. Kenapa?

Hardys Land, saat ini mengerjakan proyek saluran di kawasan Nusa Dua, Badung. Untuk pekerjaan ini, Hardys Land mempekerjakan sekitar 86 tenaga kerja. Mayoritas para pekerja berasal dari Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sementara beberapa lagi berasal dari Jawa.

Pada mulanya, pekerjaan ini terhitung mulus. Apalagi sebelum pekerjaan dimulai, Hardys Land menawarkan sistem pekerjaan kepada puluhan pekerja, antara harian atau borongan. Karena mempertimbangkan efektifitas, para pekerja ini memilih sistem borongan.

Soal upah, juga disepakati oleh para pekerja dengan managemen Hardys Land, yakni Rp120.000/ m3. Dengan sistem borongan serta upaya yang sudah disepakati, para pekerja pun memulai pekerjaannya.

Sayangnya dalam perjalanan, para pekerja ini menelan pil pahit. Hardys Land yang sudah berkomitmen tentang sistem kerja serta upah sejak awal, malah ingkar janji. Buktinya, perusahaan itu lalai mencairkan upah para pekerja sesuai termin pekerjaan.

Kelalaian ini pun berujung bencana. Sebab puluhan pekerja harus kelaparan. Untuk bisa bertahan hidup, para pekerja yang tidak mampu membeli beras, harus menanggung malu membeli makanan di warung dengan 'KTP' alias bon.

Tak hanya itu. Sebab cerita duka datang dari salah seorang pekerja bernama David. Ia harus kehilangan anaknya yang meninggal dunia karena ketiadaan biaya untuk dirawat di rumah sakit.

David sesungguhnya bersandar pada upah dari pekerjaan proyek Hardys Land, untuk dikirim ke kampung halamannya di Sumba Barat Daya, guna membiayai pengobatan dan perawatan sang anak. Namun akibat kelalaian Hardys Land, David harus kehilangan sang buah hati tercinta, yang meninggal dunia beberapa hari lalu.

Berbagai persoalan yang dihadapi, hingga duka yang dialami David, membuat para pekerja ini gerah. Apalagi, beberapa kali mereka meminta pihak managemen Hardys Land untuk segera melakukan pencairan upah, namun sepertinya tak digubris Hardys Land. Jangankan untuk upah termin kedua yang pekerjaannya sudah selesai, untuk pekerjaan termin pertama senilai Rp136 juta pun, belum juga direalisasikan oleh Hardys Land.

Lantaran sudah molor hampir satu bulan, puluhan pekerja ini nyaris mendatangi Kantor Hardys Land, Jumat (10/3) sore, untuk melakukan upaya paksa pencairan upah tersebut. Namun rencana tersebut tidak dilanjutkan, setelah Ketua Umum IKB Flobamora Yusdi Diaz bersama jajaran pengurus, sigap merespon hal ini.

Yusdi Diaz 'turun gunung' untuk meredam para pekerja sekaligus berupaya melakukan mediasi dengan managemen Hardys Land. Mediasi ini terlaksana, meskipun para pekerja yang didampingi jajaran pengurus IKB Flobamora Bali, hanya diterima perwakilan managemen Hardys Land.

Walau begitu, dalam mediasi tersebut, pihak Hardys Land menyanggupi membayar upah para pekerja untuk termin pertama, senilai Rp136 juta. Adapun untuk termin kedua, belum dicairkan, karena perwakilan managemen Hardys Land mengaku harus melaporkan hal tersebut kepada atasan.

"Kami hanya berharap, upah kami segera dicairkan oleh Hardys Land. Kami kelaparan. Di warung, kami sudah ngutang banyak untuk makan. Belum lagi bicara kebutuhan keluarga kami," tutur salah seorang pekerja, Tobias Riven, disela-sela mediasi tersebut.

Ia juga berharap, hal ini tidak terjadi lagi ke depan. Sebab rata-rata para pekerja tidak memiliki pekerjaan sampingan, dan hanya mengandalkan upah dari proyek Hardys Land.

"Jangan sampai ini terulang lagi ke depan. Apalagi ada teman kami yang anaknya meninggal dunia karena ketiadaan biaya untuk perawatan dan pengobatan di rumah sakit, gara-gara kelalaian Hardys Land membayar upah," ujar Tobias Riven.

Sementara itu Ketua Umum IKB Flobamora Yusdi Diaz, mengatakan, dalam mediasi tersebut managemen Hardys Land menyanggupi untuk membayar upah termin pertama pekerjaan senilai Rp136 juta. Menurut dia, pihaknya menempuh jalur mediasi, untuk mengantisipasi kerawanan yang muncul akibat kelalaian pihak Hardys Land.

Apalagi, para pekerja tersebut kelaparan. Belum lagi salah seorang pekerja harus kehilangan anaknya yang meninggal dunia karena tak kunjung mendapat upah untuk biaya perawatan di rumah sakit.

"Kita sangat prihatin dengan kondisi para pekerja, yang rata-rata anak-anak kita (dari NTT). Bayangkan mereka harus makan di warung dengan modal KTP, dan baru bisa dibayar setelah menerima upah. Belum lagi ada yang anaknya sampai meninggal dunia, karena untuk biaya pengobatan berharap pada upah dari Hardys Land. Ini sangat memprihatinkan," tegas Yusdi Diaz.

Ia berharap agar manajemen Hardys Land segera membayar upah termin kedua. "Kalau bisa dua tiga hari ke depan itu sudah cair. Hardys Land jangan membuat orang kelaparan. Apalagi upah yang mereka terima dari pekerjaan termin pertama, hanya cukup untuk membayar utang di warung-warung makan," pungkas Yusdi Diaz. san/ari


Komentar

Berita Terbaru

\