PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Hentikan Kebakaran Hutan

Minggu, 25 September 2016

00:00 WITA

Nasional

4828 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

istimewa

Opini, suaradewata.com – Dahulu, Negara Indonesia pernah disebut sebagai “paru-paru dunia” karena hutannya yang sangat luas. Indonesia juga diibaratkan bagai surga dunia “bila batang di tancapkan akan tumbuh menjadi pohon”, sampai sekarang pun negara indonesia sebagai negara agraris karena dengan hutannya yang luas, profesi sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah hutan memanfaatkan kelimpahan sumber dayanya untuk hidup.

Dengan demikian tidak bisa dipungkiri lagi betapa bergantungnya masyarakat dengan hutan sebagai sumber daya alam yang berada disekitar mereka. Hutan memiliki peran yang penting sebagai paru-paru dunia karena di dalamnya banyak terdapat tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan gas oksigen selain itu hutan juga berfungsi untuk menyerap air yang kemudian diolah menjadi mata air dan cadangan air demi kelangsungan kehidupan flora dan fauna yang hidup di hutan.

Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, kebanyakan orang hanya memandang nilai hutan dari segi ekonomisnya saja tanpa mengindahkan kelangsungan hidup ekologi hutan. Kebutuhan terhadap hasil hutan sudah terlalu banyak dieksploitasi tanpa ada reboisasi. Sehingga, ketika hutan mulai rusak banyak pihak yang menyalahkan negara, seakan menganggap negara tidak peduli terhadap kelestarian alam. Sangat disayangkan, semakin hari kondisi hutan Indonesia semakin memprihatinkan. Terbukti dengan pemberitaan media massa yang membahas mengenai kebakaran hutan di beberapa daerah. Terlebih eksploitasi hutan terus bertambah akibat dari peningkatan kebutuhan manusia terhadap lahan-lahan untuk mendirikan bangunan dan mencari kandungan sumber daya alam.

Beberapa oknum tertentu melakukan eksploitasi secara cepat dengan cara membakar hutan. Di masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka lahan. Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang tradisional untuk bercocok tanam. Namun, karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan. Seperti kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Sanggau, Kalbar (22/8) lalu, diketahui terdapat sekitar 200 titik panas yang terpantau dari satelit dan tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Angka tersebut mendapat predikat jumlah hot-spot terbanyak se-Indonesia.

Cukup banyak dampak negatif yang dihasilkan  dari kebakaran hutan, diantaranya bagi kesehatan, lingkungan dan ekonomi. Dampak kesehatan ialah terganggunya saluran pernapasan akibat asap yang mengandung sejumlah gas dan partikel kimia seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3). Dampak lingkungan atau ekologis ialah bencana bagi keanekaragaman hayati.

Tak terhitung berapa jumlah spesies tumbuhan dan plasma nutfah yang hilang. Vegetasi yang rusak menyebabkan hutan tidak bisa menjalankan fungsi ekologisnya secara maksimal serta menyebabkan hilangnya habitat bagi satwa liar penghuni hutan. Sedangkan dampak Secara ekonomi hilangnya hutan menimbulkan potensi kerugian yang besar. Setidaknya ada tiga kerugian lain yang bisa dihitung secara ekonomi, yaitu kehilangan keuntungan karena deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pelepasan emisi karbon. Belum lagi dengan kerugian langsung dan tidak langsung bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumber daya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan. Mau tidak mau, kita memang harus memperbaiki hutan mulai dari sekarang, dengan cara menggencarkan pendidikan dini mengenai mencintai hutan dan mengintensifkan sosialisasi mengenai akibat negatif kerusakan hutan. Hal tersebut dilakukan agar menumbuhkan kesadaran masyarakat kembali mengenai hutan sehat serta pentingnya hutan untuk kelangsungan hidup Kita. Hentikan kebakaran hutan sekarang juga, selamatkan hutan dari pembukaan lahan secara membabi buta. Mari kembalikan hutan Indonesia sebagai paru-paru dunia.

Gyan Elika

Pemerhati Lingkungan Hidup

 


Komentar

Berita Terbaru

\