PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Miss Komunikasi, DTW Jatiluwih Langsung Respon

Sabtu, 24 September 2016

00:00 WITA

Tabanan

5419 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Tabanan, suaradewata.com– Adanya miss komunikasi antara warga dengan subak dan DTW (Daerah Tujuan Wisata) Jatiluwih yang disuarakan oleh LSM JTB (Jatiluwih Tabanan Bersatu) langsung direspon pihak DTW Jatiluwih. Dengan mengundang para Kelian Subak, Adat, hingga kepala desa serta pihak JTB, manajemen langsung menggelar rapat di Kantor DTW Jatiluwih, Penebel Tabanan, Sabtu, (24/09/2016).

Hasilnya apa yang disuarakan oleh JTB soal koordinasi dan kontribusi hanyalah sebuah miss komunikasi dan dapat diselesaikan lewat duduk bersama dengan kepala dingin. Awalnya rapat yang dipimpin oleh Manajer Operasionl DTW Jatiluwih, I Nengah Sutirtayasa dan Kades Jatiluwih Nengah Kartika berlangsung sedikit alot. Baik pihak JTB yang dihadiri langsung oleh ketuanya I Wayan Subagia Arimbawa maupun adat setempat saling adu argument. Namun akhirnya sampai pada titik terang bahwa telah terjadi miss komunikasi yang kemudian dapat diselesaikan dengan baik.

Usai rapat Subagia kepada www.suaradewata.com menegaskan pihaknya hanya bersipat menjembatani adanya keluhan warga kepada pihak manajeman soal komunikasi dan kontribusi. Hal itupun kata dia sudah dilakukan melalui jalur yang ada yakni dengan mendatangi pihak menajemen untuk berkoordinasi. Namun karena kesibukan masing-masing sehingga tidak bertemu, sampai akhirnya keluhan tersebut mencuat ke public. “Kita sipatnya hanya memediasi ada keluhan dari masyarakat kepada pengelola soal pembuatan jalur trekking yang baru,” ucapnya. Meski sebelumnya terjadi miss komunikasi, Subagia mengaku setelah dipertemukan dengan pihak-pihak terkait sehingga semuanya menjadi clear. “Pertemuan hari ini sudah ada titik terang, mari kita sama-sama berbenah, apapun keputusannya saya serahkan sepenuhnya kepada pihak manajemen, agar tidak terjadi gejolak lagi di tengah masyarakat,” harap Subagia.

Sementara Manajer Operasional, DTW JatiluwihI Nengah Sutirtayasamengatakan permasalahan tersebut hanyalah sebuah miss komunikasi dan semuanya sudah bisa diclearkan. “Soal pembuatan jalur trekking yang baru yang dipermasalahkan, sebenarnya sudah ada komunikasi dan pendekatan dengan warga yang bersangkutan, hanya saja di lapangan terjadi salah pengertian antara warga dengan pekaseh dan sekarang sudah selesai semua,” ucapnya. Dia juga menjelaskan pada awalnya jalur trekking memang dikembangkan oleh pihak manajemen, namun seiringnya waktu jalur-jalur trekking yang dikembangkan tidak lagi oleh menajemen, melainkan oleh subak masing-masing. “Soal jalur trekking kini menjadi kewenangan subak masing-masing, bukan lagi kewenangan manajemen,” ucapnya. Lalu bagaimana soal kontribusi,? Menurut Sutirtayasa yang juga mengusaha restaurant itu, sebenarnya kontribusi dari DTW Jatiluwih tidak ada lagi kepada pribadi-pribadi, melainkan langsung diberikan kepada umum dalam hal ini adat. Dijelaskan kontribusi yang diberikan pihak manajemen kepada adat berupa pah pahan sebesar 21 persen. “Disini ada 7 tempek subak basah dan 2 tempak subak kering, untuk subak basah pah pahannya 21 persen dan subak kering 4 persen,” bebernya. Tidak hanya dalam bentuk pah pahan, pihak manajemen juga memberikan kontribusi dibidang sosial dan kesehatan kepada masyarakat setempat. Dia mencontohkan setiap tahun subak-subak di wilayah tersebut menggelar upacara ngusaba nini . “Nah inilah yang kita subsidi pada tahun 2016 ini, yang masing-masinng tempek mendapatkan kontribusi sebesar 15 juta untuk menggerar upacara ngusaba nini (ngusaba gede),” jelas Sutirtayasa. Cukupkah sampai disana,? Ternyata tidak, pihak manajemen juga memberikan biaya kesehatan bagi warga setempat sebesar Rp. 300 ribu setiap warga. “Artinya setiap ada warga yang sakit dan masuk rumah sakit, bisa mengklaim ke manajemen dengan membawa nota pembayaran dirumah sakit, dan pihak manajemen akan memberikan subsidi sebesar Rp. 300 ribu kepada setiap warga,”jelasnya.

Hal yang sama diungkapkan Kades Jatiluwih, Nengah Kartikayang juga sebagai ketua 1 badan pengelolaDTW Jatiluwih. Pihaknya sebagai aparat didesa berharap kedepannya ada perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh semua pihak guna memajukan kawasan Jatiluwih sebagai kawaan pariwisata dan warisan budaya dunia. “Prinsipnya bagaimana masyarakat bisa menikmati walaupun tidak secara pribadi namun secara umummelalui dana sosial dan kesehatanyang disediakan oleh manajeman, dan sejauh ini masyarakat kami merasa terbantu serta berterima kasih,” akunya. Meski demikian kata dia segala kritik dan masukan yang sipatnya membangun tetap harus diakomudasi dalam kerangka memajukan pariwisata agro dikawasan warisan budaya dunia (WBD) tersebut. “Suport dari semua pihak sangat kita harapkan dengan catatan yang sipatnya membangun, kami juga berterima kasih kepada Pemkab Tabanan yang peduli dan menjadikan Jatiluwih sebagai pilot projeksehingga pertanian dikawasan ini bisa sinergi dengan pariwisata,” harap Kartika.

Seperti diberitakan sebelunya, upaya manajeman DTW Jatiluwih mengembangkan jalur trekking jalur trekking dari subak Muntig ke subak Besikalung diprotes salah satu warga melalui JTB. Alasannya tidak ada koordinasi dan kontribusi kepada warga bersankutan. Baca http://suaradewata.com/read/2016/09/22/201609220013/Tanpa-Koordinasi-dan-Kontribusi-Badan-Pengelola-Jatiluwih-Diprotes.html. Dalam keluhan itu intinya warga mempertanyakan rencana pembangunan jalur trekking yang baru itu tidak ada koordinasi dan juga warga yang sawahnya dilalui tidak mendapatkan kontribusi. gin

 


Komentar

Berita Terbaru

\