PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Polemik Reklamasi Teluk Benoa: Komunikasi Pemerintah Lemah

Minggu, 27 Maret 2016

00:00 WITA

Denpasar

4895 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com - Reklamasi di Indonesia terus menjadi kontroversi antara pihak yang pro dan kontra. Sejumlah aksi penolakan maupun dukungan akan pembangunan reklamasi terus berkumandang di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti yang terjadi di Teluk Palu di Sulawesi Utara, sekitar pantai Losari di Makassar, Sulawesi Selatan, Pantai Utara Jakarta serta Teluk Benoa di Bali.

Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan, polemik di balik proyek reklamasi Teluk Benoa karena pemerintah tidak mampu menjembatani komunikasi antara warga dengan pelaku usaha atas proyek reklamasi, disamping tetap harus memenuhi aspek Analisis dampak lingkungan (Amdal).

“Pemerintah harus jelaskan secara tuntas dan yakinkan masyarakat bila reklamasi juga mempunyai nilai positif bagi ekonomi warga setempat," katanya saat Diskusi Media terkait Reklamasi, Minggu (27/3).

Menurut Enny, selama ini publik lebih banyak menerima informasi yang tidak seimbang atau lebih banyak sisi negatifnya soal reklamasi ketimbang positifnya. Maka atas dasar itulah, pemerintah harus membuat tim dan kajian independen serta komprehensif atas proyek reklamasi dan bukan kajian yang abal-abal untuk melihat, apakah reklamasi sudah menjadi kebutuhan atau sebaliknya membawa keburukan.

"Bagaimanapun juga revitalisasi reklamasi Teluk Benoa yang keputusannya ada di tangan pemerintah, lanjutnya, tentunya mempunyai pertimbangan sisi ekonomi, disamping lingkungan dan budaya untuk menjunjung kearifan lokal," tandasnya.

Namun hal tersebut membutuhkan kajian dari tim independen agar pemerintah mempunyai dasar dalam mensosialisasikan dibalik pentingnya revitalisasi reklamasi Teluk Benoa atau sebaliknya sehingga tidak terjadi kegaduhan. Enny menambahkan, belum keluarnya izin Amdal yang sudah diajukan pihak pengelola reklamasi makin membuat ketidakpastian bagi pelaku usaha dan hal ini lagi-lagi persoalan komunikasi yang tidak bisa dioptimalkan pemerintah.

"Padahal dibalik reklamasi mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar seperti mampu  menyerap tenaga kerja ataupun mendatangkan investor baru," katanya.

Sementara itu,  antropolog Universitas Indonesia (UI), Nurmala Kartini Sjahrir mengatakan, reklamasi Teluk Benoa di Bali ke depan akan menjadi ikon wisata baru bagi Bali. Namun karena skill komunikasi pemerintah daerah (pemda), khususnya Badung dinilai lemah akhirnya mendapatkan resistensi atau penolakan dari masyarakat. Pemerintah harus mengkomunikasikan soal reklamasi sejelas-jelasnya dengan pengawasan yang ketat.

"Pada dasarnya pro dan kontra adalah hal yang wajar, namun menolak tanpa solusi dan mengabaikan begitu saja juga merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab," paparnya.

Menurutnya yang diperlukan masyarakat saat ini adalah suatu dialog yang cerdas antara pihak-pihak yang bersinggungan. Pemerintah harus memfasilitasi hal ini, kalau tidak proses pembangunan ini akan berjalan di tempat. Apalagi reklamasi tidak selamanya harus dilihat dari sisi negatif, seperti menghancurkan habitat ekosistem di bawah laut dan menghancurkan hutan mangrove. Namun harus dilihat dari sisi positif, yaitu bisa menghidupkan daerah dan fungsi lahan lebih optimal lagi, khususnya bagi kepentingan ekonomi masyarakat dan wisata di daerah.

“Reklamasi bukan sesuatu yang buruk bila mengacu kepada konsep revitalisasi, bukan hanya sekedar menguruk, tetapi mengembalikan fungsi daerah lebih optimal lagi bagi kehidupan masyarakat lagi," imbuhnya. Seraya menambahkan apabila pihak yang berdemo membela lingkungan juga menyediakan banyak waktu untuk turut membersihkan sampah yang menggunung di hutan mangrove Teluk Benoa.

Nurmala melihat, proses revitalisasi Teluk Benoa akan menjadi preseden yang baik bagi proyek reklamasi di daerah-daerah lain di Indonesia bila dapat berjalan dengan baik. Tentunya hal tersebut bisa dipenuhi bila Amdalnya berjalan baik dan tim kajian Amdalnya sendiri dibentuk independen oleh pemerintah dengan melibatkan yang pro dan kontra.

“Intinya pemerintah harus punya sikap tegas dan kemampuan skil komunikasi dalam mensosialisasikan reklamasi agar tidak menjadi bola liar dan membentuk opini sendiri," tutupnya.ids


Komentar

Berita Terbaru

\