PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Keluhkan Air Mengecil, Megoak-goakan Sempat Tertunda

Kamis, 10 Maret 2016

00:00 WITA

Buleleng

4512 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com – Tradisi permainan “megoak-goakan” yang menjadi salah satu ciri khas rangkaian perayaan hari Raya Nyepi umat Hindu, di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, nyaris kehilangan kemeriahannya. Air sungai yang biasanya mengalir deras untuk membasahi lapangan, mulai ngadat dan membutuhkan waktu yang lama untuk menggenangi permukaan lapangan.

Berdasarkan keterangan sejumlah sumber suaradewata.com di lapangan Desa Panji yang menjadi salah satu tempat pelaksanaan tradisi permainan “megoak-goakan”, sudah lebih dari dua jam pun air belum menggenang. Beberapa pemuda serta perwakilan warga sempat menghubungi Kelian Subak Gede yang mengatur aliran air untuk irigasi.

“Sudah diberitahukan, tapi karena sekarang bukan hanya dilapangan Desa Panji saja pelaksanaannya. Kanggoan nak pade saling nganggon yeh kone (Maklumi karena sama-sama memakai air katanya),” ujar sumber suaradewata.com meniru ucapan Kelian Subak Gede.

Kepala Desa Panji, Nyoman Sutama, dikomfirmasi terpisah mengatakan permainan megoak-goakan merupakan permainan yang memang menjadi ciri khas dari Desa Panji. Keberadaan permainan tersebut pun dilakukan di lapangan yang membutuhkan air dalam jumlah cukup banyak.

Dikatakan, perkembangan dari permainan tersebut tahun demi tahun kian mendapat perhatian dari masyarakat di Desa Panji. Hal tersebut pun menyebabkan mulai bermunculan kelompok pemuda dari beberapa wilayah Banjar (Bagian dari wilayah Desa) yang melaksanakan permainan tersebut.

“Kelompok Pemuda di Bhuana Kerta (kawasan Monumen perjuangan Bhuana Kerta) mulai melaksanakannya sejak tahun 2011. Juga sempat diadakan di Banjar Dinas Kembang Sari. Dulu waktu saya masih kecil, hanya ada di Pura Pejenengan. Karena sudah di tata, maka sekarang pindahlah ke Lapangan (Lapangan Desa Panji). Sekarang bersifat spontanitas dan bukan dari Desa Dinas maupun Desa Adat yang melaksanakan,” kata Sutama, Kamis (10/3).

Sutama mengaku sadar dengan pentingnya kegiatan tersebut sebagai salah satu daya tarik atau magnet pariwisata yang tidak pernah dikelola dengan baik. Sehingga, lanjutnya, pihak pemerintahan dinas memprakarsai untuk membentuk kelompok pemuda khusus untuk membawakan permainan tersebut hingga bisa digelar menjadi sebuah pementasan resmi.

Terkait dengan keterlibatan adat, Sutama mengaku selama ini ada semacam upaya pelestarian dengan membentuk perkumpulan khusus Taruna Goak. Namun, lanjutnya, selama ini belum menjadi suatu perkumpulan yang bersifat resmi sehingga perlu mendapat perhatian pihak pemerintahan dinas.

Bahkan, lanjutnya, kelompok atau yang dikenal dengan istilah Sekeha Goak inilah yang sempat meminta air di tahun 2011. Namun pada saat itu, Sekeha Goak yang dibentuk hanya bersifat sementara terkait dengan kunjungan Gubernur Bali ke Desa Panji.

Terkait dengan kondisi air tersebut, Kelian Subak Gede Muara, Gede Buda alias Galung, belum berhasil dikomfirmasi. Galung yang membawahi kelompok irigasi Subak di 5 Desa tersebut sebelumnya sempat mengeluhkan terkait pengelolaan air irigasi yang bermasalah.

Permasalahan yang muncul di desa tempat lahirnya tradisi megoak-goakan tersebut sempat mencuat ke publik akibat asupan air bersih desa yang belakangan menggunakan air sungai serta proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mini hidro (PLTM) yang ada di bagian atas pengambilan air.

Tradisi permainan megoak-goakan di lapangan Desa Panji pun akhirnya baru terlaksana sekitar pukul 17.00 Wita sejak dimasukannya air ke lapangan pukul 15.00 Wita. Dari pantauan suaradewata.com, terdapat dua kelompok pemuda di dua banjar yang memainkan permainan tersebut. adi


Komentar

Berita Terbaru

\