Dishutbun Data 65 Ribu Pohon Gaharu Di Buleleng
Jumat, 19 Februari 2016
00:00 WITA
Buleleng
4495 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com – Meskipun telah ada sebanyak 65 ribu pohon gaharu yang tertanam di 9 wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng, pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten utara Pulau Bali itu mengaku belum mengetahui jalur penjualannya.
Hal itu disampaikan Ir Ketut Nerda yang mengatakan, selama ini pihaknya hanya memberikan bantuan pengadaan bibit pohon jenis Gaharu tersebut. Bahkan, lanjutnya, setiap tahun selalu ada permintaan dari kelompok masyarakat yang menggunakan lahannya untuk tanaman penghasil wewangian itu.
“Tanaman jenis gaharu memang termasuk kategori tanaman keras yang biasa hidup di hutan. Sehingga sangat bagus untuk penghijauan. Tapi sampai sekarang, saya belum pernah mendengar transaksi jual-beli yang berlangsung antara kelompok penanam pohon Gaharu. Karena penjualannya tidak seperti jenis tanaman keras lain yang digunakan sebagai bahan industri,” ujar Nerda, Jumat (19/2).
Selain bukan dijual dalam bentuk kayu keras, Nerda mengaku kesulitan lain untuk melakukan pengembangan Gaharu terkait dengan biaya perawatan yang cukup mahal. Pasalnya, tanaman tersebut hanya bisa menghasilkan setelah dilakukan penyuntikan atau dikenal dengan istilah “Inokulasi”.
Dikatakan, ada teknik khusus melakukan inokulasi yang selama ini kami belum pahami untuk melakukannya. Karena, lanjut Nerda, untuk melakukan inokulasi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit terkait penggunaan jamur yang harganya mencapai Rp500ribu sampai Rp2 juta.
“Jamur yang disuntikan tersebut biasanya disediakan di sejumlah laboratorium universitas yang melakukan penelitian terhadap gaharu. Salah satu adalah Universitas Mataram (Unram) yang ada di Nusa Tenggara Barat. Dan jamur itulah yang nantinya memicu terbentuknya gubal dan menghasilkan bahan beraroma harum,” katanya.
Tapi, lanjutnya, ia mengaku optimis dengan keberadaan pohon yang diakuinya memiliki nilai ekonomi tinggi. Sehingga, ada bentuk ketertarikan untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan penjualan Gaharu yang selama ini banyak dilakukan melalui situs internet.
Dikatakan, selama ini pihaknya baru mengetahui beberapa organisasi perkumpulan penanam Gaharu yang menamakan diri dalam wadah Asosiasi Gaharu Indonesia (ASGARIN). Bahkan, beberapa hasil dari inokulasi yang dilakukan dengan system kerjasama telah dilihatnya di kawasan Desa Unggahan, Kecamatan Seririt.
“Saya sudah saksikan bagaimana pohon ini diolah. Bahkan daunnya pun memiliki nilai ekonomi lain karena dimanfaatkan sebagai teh dan juga diperjual belikan. Namun yang menjadi permasalahan selama untuk mengakomodir permintaan masyarakat penanam pohon Gaharu adalah karena mahalnya cairan jamur tersebut. Tapi menurut informasi yang belum kami telusuri, hasil penjualannya memang sangat menggiurkan. Sebab dihitung perkilo seharga puluhan bahkan ratusan juta,” papar Nerda.
Walaupun masih belum faham dengan siklus jual-beli tanaman jenis gaharu tesebut, Nerda mengaku selalu mencoba menggali keberadaan pabrik atau tempat penjualan gaharu. Bahkan, beberapa kepala bidang yang ada di Dishutbun Kabupaten Buleleng pun telah diminta untuk terus menyelidiki keberadaan pembeli atua pabrik penerima hasil dari tanaman yang mulai marak belakangan ditanam masyarakat itu.adi
Komentar