Dadong Lembuk Hidup di Bekas Kandang Sapi

  • 14 Februari 2016
  • 00:00 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 21476 Pengunjung
suaradewata.com

Tabanan, suaradewata.com – Potret kehidupan yang memprihatinkan begitu banyak di Tabanan. Setelah sebelumnya terungkap nenek Rosni, 58 asal Banjar Jangkahan, Desa Batuaji, Kerambitan yang hidup di bekas kandang kelinci, kini giliran terungkap warga Warga Banjar Taman Sari, Desa Pandak Gede, Kecamatan Kediri, Tabanan, Ni Wayan Lembuk alias dadong Lembuk,65 yang hidup di bekas kandang sapi. Tidak hanya itu Lembuk yang tidak bisa jalan karena kakinya patah habis kecelakaan juga dirawat oleh anaknya I Wayan Nastra (45) yang menderita keterbelakangan mental.

Tidak cukup sampai disana, lembuk dan anaknya yang tinggal di bekas kandang sapi yang dirubah menjadi rumah itu ternyata hanya menumpang dan bukan lahannya sendiri. Lahan tersebut adalah milik dr Anak Agung Subawa. Rumah ala dadong Lembuk itu dindingnya terbuat dari bambu, beratap genteng dan banyak bocor kalau turun hujan. Dibagian depan dipasang emper dari terpal guna menahan panas dan hujan. Lima meter dibelakang tempat tiggalnya itu berdiri kandang kambing sehingga tempat tinggalnya menjadi bau tidak sedap dan apek. Untuk tidur dia hanya menempati teras gubuknya, tergeletak diatas kasur kusam dan basah. Jika hujan, dadong  Lembuk akan merangkak ke satu-satunya kamar yang ditempati anaknnya untuk sekedar bersandar agar tidak terkena hujan.

Saat ditemui Lembuk, hanya bisa berbaring, bahkan wanita renta itu tidak mengenakan busana badannya tampak dekil dankusam. "Kaki masih sakit, dan tidak bisa jalan,"ucapnya. Sakit kakinya itu lantaran enam bulan alu saat menjual porosan ke pasar Pandak Kediri ditabrak kijang dan tidak mendapatkan pengobata optimal. Sehingga hingga kini dia tidak bisa jalan dan menahan sakit di tempat tidurnya. Maklum saat masih bisa jalan Lembuk hidup dari menjual porosan di Pasar Pandak. "Waktu masih bisa jalan sehari-hari jual porosan dapat perhari Rp 5 ribu,” akunya. Suaminya sendiri sudah meninggal, sehingga Lembuk hanya tinggal dengan anaknya I Wayan Nastra,45. Nastra sendiri tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya Nastra mengalami keterbelakangan mental. Sehari-harinya dia bekerja sebagai tukang sapu di Puri Ancak, Desa Pandak Gede. Nastra yang masih membujang itu anya mendapatkan gaji Rp 50 ribu perbulan sebagai tukang sapu. "Anak saya hanya dapat Rp 50 ribu perbulan, jadi tukang sapu" jelasnya lirih. Untuk makan, Lembuk dan Nastra mengandalkan beras raskin. Mereka sangat jarang makan lauk serta hanya didampingi cabe dan terasi saat makan nasi, jika ada belas kasihan orang atau tetangga, baru dia bisa merasakan makan dengan lauk. Semasa muda, dadong  Lembuk bekerja sebagai penjual nasi bungkus dan "pengayah" di Puri Ancak, Pandak.

Derita Lumbuk dibenarkan warga setempat Made Putera,62. Kata dia mengatakan tempat yang ditinggali dadong Lambuk adalah bekas kandang sapi. “tanahnya milik dr Anak Agung Subawa, Mbah Lembuk hanya numpang di sini," kata Made Putera. Putera menuturkan, dadong  Lembuk telah tinggal di gubuk tersebut sekitar 10 tahun.  Enam bulan lalu, dadong Lembuk ditabrak mobil saat pulang dari pasar Pandak, Kediri, Tabanan. "Kakinya patah, dan hingga saat ini tidak bisa digerakkan seperti biasa," ujarnya.

Sementara itu Kelihan Dinas Banjar Taman Sari I Putu Artana saat dikonfirmasi mengatakan, Ni Wayan Lembuk adalah warganya, dan pihak desa selalu memprioritaskan untuk mendapatkan bantuan bedah rumah. "Selalu mendapat prioritas untuk bedah rumah, tapi terkendala lahan yang bukan milik pribadi, tapi kami masih berkoordinasi dengan pemilik lahan apakah lahannya bisa dihibahkan atau tidak," ujarnya. Dadong Lembuk kata Putu Artana, juga  telah mendapatkan JKN dan jatah beras miskin (Raskin). ina


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER