Nyastra di Puri Gede Penebel, Napak Tilas Kidung Yadnyeng Ukir

  • 02 April 2024
  • 00:35 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 2304 Pengunjung
Prosesi Nyastra di Puri Penebel, Kabupaten Tabanan, Minggu (31/03/2024). Red/SD/ist

Tabanan, suaradewata.com – Napak Tilas Kidung Yadnyeng Ukir Karya Ida Pedanda Ngurah, Minggu (31/3)/2024 kegiatan Nyastra yang biasanya dilakukan di Pura Pengastan Blayu, kali ini, atas pikarsan angga Puri Gede Penebel, acara dilakukan di Puri Gede Penebel, kabupaten Tabanan. Acara pembukaan pada  kira-kira pukul 11 WITA hingga menjelang santap siap dilaksanakan di Puri Gede Penebel  Saren Kelod, kemudian acara makan siang dan Dharma Tula dilaksanakan di Puri Gede Penebel  Saren Kaler. Sebelum mencapai Puri Gede Penebel  Saren Kaler, para peserta dihantar mececingak di Pura Batur Suci Puri Gede Penebel yang berada diantara Puri Gede Penebel Saren Kelod dan Saren Kaler juga ke Pura Pusar Tasik yang masih berada di wewidangan Puri Gede Penebel. Di sana peserta mendapat sekilas penjelasan mengenai keberadaan dan pelinggih-pelinggih yang ada di pura tersebut. Acara ini seperti tertera di spanduk bertema NAPAK TILAS KIDUNG YADNYENG UKIR; kidung ini dikarang oleh Ida Pedanda Ngurah asal Gerya Gede Blayu pada tahun 1921.

Suasana nyastra kali ini agak lain, bisanya di pura yang sunyi dan hening, kali ini di puri yang luas, megah dan asri, dihadiri tidak kurang dari 16 orang ida pedanda, seorang ida resi sebagai tuan rumah, angga puri-puri: Puri Agung Tabanan, Pengurus Pasemetonan Ageng Pratisentana Sri Nararya Kenceng, Puri Kompyang Tabanan, Puri Oka Tabanan ring Jegu, Puri Oka Tabanan ring Biaung  dan Puri Gede Belulang, angga gerya, pemangku, seniman, mahasiswa, ibu-ibu angga puri, dan akademisi, antara lain Prof IBG Yudha Tri Guna dan Prof IBP Suamba sekaligus memandu acara ini.

Sebenarnya acara nyastra ini sudah sejak lama dirintis; atas pasuwecan ida bhatara- bhatari  acara bisa terlaksana dengan tata titi dan tata lungguh yang baik. Acara nyastra ini menurut sambutan penglingsir Gerya Gede Blayu, IB. Gede Dalem Setiarsa bertujuan untuk napak tilas pemargi Bhatara Ida Pedanda Ngurah, pengawi Kidung Yadnyeng Ukir, bersama para raja di Tabanan, termasuk raja Penebel para tahun 1916 melaksanakan karya Agung Panca Balikrama di Pura Luhur Batukaru; dan sejumlah pura di gunung termasuk Pura Pucak Padang Dawa, Gunung Beratan, dan lain-lain.  Di sini disebutkan lima raja yang ikut berperan: Tabanan di tengah, Penebel di utara, Blayu di timur, Kediri di Selatan, dan Kerambitan di barat. Setiarsa juga memperkenalkan karya-karya Ida Pedanda yang sempat dikenal, seperti Kakawin Gunung Kawi, Kakawin Kusuma Wicitra, Kidung Bhuwana Winasa, dan lain-lain. Nampaknya baik Ida Pedanda dan para raja menaruh perhatian yang sangat besar terhadap gunung-gunung yang sebagian besar di arah hulu kerajaan Tabanan. Judul Yadnyeng Ukir, kira-kira mendapat inspirasi dari sini. Betapa tidak, gunung  (parwata) dan hutan (giri) merupakan sumber kehidupan, dari sana air mengalir untuk persawahan dan kehidupan. Juga disinggung bagaimana raja-raja di Tabanan walaupun dalam suasana sedang dalam penjajahan, masih juga melaksanskan tugas seorang raja, yaitu mengusahakan kemakmurkan dan kesejahteraan rakyatnya secara sakala dan niskala dengan melaksanakan yadnya, yasa, dan kerti suatu konsep penting termuat di dalam  lontar Agastia Parwa.

Raja Penebel waktu itu, I Gusti Ngurah Ketut Pangseh menurut kidung ini diceritakan melakukan usaha-usaha membangun infra struktur pemerintahan, seperti jalan, dam, saluran air, pasar, jembatan, dan lain-lain; dan beliau gemar membangun pura dan nangun karya. Disamping itu, acara nyastra juga bertujuan menggugah kembali kesadaran hubungan baik gerya dan puri di masa lalu. Dengan membaca karya-karya sastra bermutu kita bisa mengambil banyak manfaat berupa nilai-nilai luhur kehidupan.

Penglingsir Puri yang diwakili oleh I Gusti Ngurah Oka Sudarsana, menyambut baik acara ini karena merupakan kesempatan baik napak tilas perjalanan suci raja dewata di puri ngiring Ida Pedanda Bhagawanta Puri Blayu sebagai yajamana melaksanakan karya di Pura Luhur Batukaru.  Dari pembacaan karya sastra ini akan diketahui peran leluhurnya di dalam memerintah mensejahterkan rakyat. Dengan nuansa terharu, Oka Sudarsana juga sempat menjelaskan sekilas sejarah masa lalu Puri Penebel. Oka Sudarsana juga mengharapkan acara seperti ini bisa dilanjukan ke depannya karena pihak puri merasa perlu tuntutan dan pencarahan dari Ida Pedanda.

Mengawali acara nyastra ditembangkan Kidung Yadnyeng Ukir oleh Ida Pedanda Gerya Kelodan Blayu dan diberikan arti oleh Ida Pednada Kemenuh Gerya Kalibalang. Pembacaan dilanjutkan oleh  tiga mahasiswa dan mahasiswa Fakultas Sastra dan Budaya UNUD, dan diberi arti oleh dosen I Putu Eka Guna Yasa. Menyambut para tamu/peserta berdatangan acara diisi oleh Pasraman GHANAPATI (Generasi Hindu Nasionalis Patriot Sejati) di bawah pimpinan Nyoman Suprapta, seorang pengarang geguritan  menampilkan anak-anak melagukan gegurtitan. Pada acara makan siang dimainkan gender oleh yowana istri angga puri.

Pada acara Dharma Tula atas pertanyaan peserta dibahas mengenai cuntaka, sasana pamangka, dan peran puri dalam bidang agama dan budaya.  Ida Pedand Gerya Kelodan Blayu Ida Pedanda Gerya Kedampal memberikan hak pencerhana atas pertanyaan-pertanyaan ini. Acara diakhiri dengan foto bersama sebagai kenangan. red

Artikel oleh : Ida Bagus Dalem, Pengelingsir Geria Gede Belayu


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER