Bali Terancam Jadi Destinasi Wisata Seks Anak

  • 26 April 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3742 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual, cukup marak di Bali. Mayoritas kasus-kasus tersebut tak diungkap ke permukaan, karena orang tua dari anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual justru 'tutup mulut'.


Mereka cenderung memilih mendiamkan kasus seperti ini, karena sang anak justru menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Artinya, orang tua merelakan anaknya menjadi korban pedofilia karena terbentur kebutuhan ekonomi. Belum lagi faktor-faktor lainnya yang menyebabkan kasus seperti ini tak terungkap.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, suatu waktu nanti persepsi orang akan bergeser tentang Bali. Misalnya Bali menjadi destinasi wisata seks anak atau Bali surga bagi pelaku pedofilia sebagaimana dilontarkan Komisi Nasional Perlindungan Anak.

"Kasus kekerasan kepada anak, khususnya kekerasan seksual, memang sama seperti kasus HIV/ AIDS. Itu seperti fenomena gunung es di Bali ini," tutur anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bali Nyoman Parta, di Denpasar, Jumat (24/4).

Ia tak menampik, ada cukup banyak kasus kekerasan seksual yang dialami anak-anak di Bali. Namun, sebagian besar di antaranya didiamkan. Hanya beberapa kasus saja yang diketahui publik, itupun karena orangtua dari anak yang menjadi korban berani membuka 'aib' keluarga tersebut.

"Sebagian besar orangtua dari anak yang menjadi korban, malah diam. Kenapa banyak yang diam? Ya, salah satunya karena budaya," ujar politisi PDIP asal Gianyar itu.

Selain budaya, kata dia, kasus kekerasan seksual terhadap anak juga didiamkan karena ekonomi orangtuanya bertumpu pada anak yang hidup dengan pelaku pedofilia. Alasan lain, lingkungan sekitar juga tidak peduli saat tamu malah membawa anak-anak.

"Sering juga lingkungan tidak peduli. Tamu bawa anak, dianggap biasa saja. Bahkan, anak-anak dekat dengan tamu itu dipandang sebagai kebanggaan," papar Parta.

Menurut dia, jika hal-hal seperti ini dibiarkan, maka tidak salah apabila ada kekhawatiran tentang masa depan Bali sebagai destinasi wisata seks anak. "Bahkan Komnas Perlindungan Anak lebih ekstrem lagi menyebut Bali sebagai surga bagi para pedofil," tuturnya.

Parta tak menampik, Bali sesungguhnya telah memiliki Perda Perlindungan Anak. Dalam perda yang ditetapkan tahun 2014 ini, ada pasal yang memuat tentang amanat agar pemerintah daerah harus segera membentuk penyelenggara atau semacam komisi/ badan perlindungan anak. 

"Seharusnya, lembaga yang diisi para aktivis dan pemerhati anak itu sudah terbentuk. Tetapi kenapa instansi terkait belum bentuk itu? Ini keterlambatan yang luar biasa!," tegas Parta, yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali.

Ia sangat menyayangkan hal ini. Padahal, eksekutif tinggal melakukan seleksi, dan selanjutnya menyerahkan 20 nama ke dewan untuk diuji kelayakan serta kepatutannya. "Dewan akan tunjuk tujuh orang duduk di komisi itu. Otomatis soal anggarannya juga akan diperjuangkan dewan," pungkas Parta. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER