Pemberlakuan Kuota Pelayanan JKN, BPJS dan Dinkes Saling “Pingpong”

  • 04 Februari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 3987 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com  Terintegrasinya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Buleleng ternyata belum mampu mengakomodir kepentingan pelayanan kesehatan bagi sejumlah masyarakat yang menjadi peserta JKN. Pasalnya, ada pemberlakuan kuota pada pelayanan medis (Faskes) tingkat pertama. Kuota tersebut juga termasuk peserta JKN yang masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran jaminan Kesehatan (PBI).

Hal tersebut disampaikan Kepala BPJS Kabupaten Buleleng, Made Sukmayanti, dalam sosialisasi tentang BPJS, Rabu (3/2). Menurut pengakuannya, pembatasan kuota tersebut dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Buleleng dengan melihat kondisi alat kesehatan serta jumlah tenaga medis.

Menurut keterangan Kepala BPJS Buleleng, Made Sukmayanti, ada batasan atau kuota sejumlah 20 ribu jiwa untuk di satu puskesmas masing-masing puskesmas di satu kecamatan. Dimana, ketika peserta BPJS sudah melebihi kuota yang ditetapkan, maka pengalihan dilakukan untuk faskes tingkat pertama.

Pemberlakuan kuota tersebut menyebabkan beberapa masyarakat dialihkan ke beberapa puskesmas yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal. Bahkan, pengalihan hingga ke puskesmas yang jauh serta ada di luar wilayah kecamatan tempat peserta berdomisili.

Bukan hanya itu, sejumlah pelayanan medis khususnya di RSUD Kabupaten Buleleng pun turut memberlakukan kuota pelayanan terhadap masyarakat peserta BPJS. Seperti penggunaan alat rotgen yang hanya dijatah lima orang dalam satu hari pelayanan bagi peserta BPJS. Bahkan, dari beberapa sumber suaradewata.com sempat mengungkapkan kekecawaan terkait dengan pemberlakukan kuota tersebut.

Pasalnya, untuk mendapatkan jadwal pelayanan rotgen (Ronsen) harus menunggu lebih dari waktu satu bulan serta di pindah ke tempat yang jauh dari tempat tinggalnya. Seperti, warga yang berdomisili di Kecamatan Sukasada kemudian untuk pelayanan tingkat pertama akhirnya harus ke Puskesmas Sawan yang berjarak lebih dari 15 Kilometer dari daerah domisili.

Menurut Sukmayanti, kondisi tersebut disebabkan karena jumlah tenaga medis dan dokter yang pengaturannya ada di pihak pemerintah Kabupaten Buleleng. Dimana, lanjut Sukmayanti, pihak BPJS sering menawarkan solusi untuk pengalihan pelayanan tingkat pertama ke dokter praktek yang telah terintegrasi ke program JKN tersebut.

Selain itu disebutkan, pembatasan jumlah pemberian pelayanan kesehatan pada angka 20 ribu tersebut juga diberlakukan terhadap dokter. Dimana, lanjutnya, satu orang dokter diberikan batasan kuota pelayanan kepada 5000 jiwa.

“Kita berikan pilihan kepada peserta BPJS dari jenis kepesertaan PBI. Mereka bisa memilih dokter praktek atau puskesmas lain yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Tapi terkait dengan pelayanan, tidak diperbolehkan ada pungutan dalam pemberian pelayanan. Bahkan termasuk dengan kelengkapan persyaratan administrasi sekalipun. Jika memang ada, segera laporkan pada pihak kami (BPJS, Red),” ujar Sukmayanti.

Disisi lain, Kepala Dinas Kesehatan, IGN Maha Pramana, mengatakan, jumlah kuota tersebut sebetulnya bukan menjadi kewenangan pihaknya. Hal tersebut disebabkan tugas Dinas Kesehatan yang sebatas pada fungsi monitoring dan evaluasi pelaksanaan JKN.

“Sebenarnya yang jawab ini adalah pihak BPJS. Tugas kami di Dinas adalah monitoring dan evaluasi. Terkait dengan kepesertaan, pelayanan, pembiayaan, dan pengaduan itu ada di BPJS,” ujar Maha Pramana.

Terkait jumlah tenaga medis, Maha Pramana mengaku sudah melewati nilai standart yang diperlukan. Dan selama ini, lanjutnya, selalu ada upaya untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.  Dikatakan, bentuk kerjasama JKN pun melibatkan sejumlah organisasi kedokteran yang ada di Kabupaten Buleleng seperti salah satunya yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI).adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER