Parpol Penerima Dana Banpol Di Buleleng Selalu “Bermasalah”

  • 07 Januari 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 3822 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com – Dana bantuan politik (Banpol) yang diberikan kepada beberapa Partai Politik (Parpol) di Kabupaten Buleleng ternyata masih menuai masalah. Pasalnya, setiap tahun selalu ada hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan rekomendasi negatif atas pengelolaan Banpol tersebut di internal partai.

“Sudah berulangkali kami berikan pembinaan. Tapi setiap tahun selalu ada saja  temuan dan rekomendasi itu dari BPK (Rekomendasi negative). Khususnya penggunaan dana 60 persen untuk pendidikan politik dan oprasional kesekertariatan,” ujar Kepala Bidang Pengembangan Budaya Politik Kesbangpolinmas Kabupaten Buleleng, Gusti Ketut Amerta Adi, Kamis (7/1).

Dalam pertanggung jawaban penggunaan dana Banpol, seharusnya dilakukan berdasarkan acuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2009 yang diperbaharui dengan PP 83 tahun 2010 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Selain itu, penggunaan dana Banpol tersebut juga mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 77 tahun 2014 yang mengatur detail penggunaan Banpol.

Amerta Adi mengatakan, bukan satu atau dua partai yang selalu mendapat rekomendasi dari BPK atas kesalahan penggunaan dana Banpol. Ia yang menolak menyebutkan secara detail parpol bermasalah itu, kemudian menyebut alokasi dana pendidikan yang kerap kali disalahgunakan.

Menurutnya, dari nilai proporsional yang dikucurkan dalam Banpol kepada masing-masing parpol penerima, seharusnya alokasi 60 persen dana betul-betul dikelola untuk pendidikan. Itu pun perlu digaris bawahi, lanjutnya, bahwa pendidikan yang dilaksanakan selain untuk kepentingan kader juga harus untuk kepentingan masyarakat umum.

Lebih lanjut disampaikan, dalam pasal 26 Permen nomor 77 tahun 2014 telah disebutkan secara detail tentang kegiatan pendidikan politik yang seharusnya dilakukan dengan menggunakan alokasi Banpol. Beberapa kegiatan pendidikan politik tersebut antara lain untuk keperluan seminar, lokakarya, dialog interaktif, sarasehan, dan workshop.

“60 persen alokasi dana yang diterima seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan sesuai amanat undang-undang. Dan tidak boleh untuk kegiatan olahraga terlebih kampanye partai,” kata Amerta Adi menegaskan.

Berdasarkan data penerima Banpol di tahun 2015 dari pos APBD, ada Lima partai politik dari tujuh yang mendapat banpol dengan jumlah yang ditentukan secara proporsional. Lima partai tersebut yakni Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) sejumlah Rp68.560.000, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Rp113.370.000, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Rp114.080.000, Partai Demokrat Rp126.350.000, dan jumlah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) paling besar dengan bantuan sebesar Rp354.890.000.

Sementara itu, dua partai politik belum bisa mencairkan dana bantuan terkait masih bermasalah pada kepengurusannya. Kedua partai tersebut antara lain Partai Golongan Karya (Golkar) yang mendapat alokasi banpol sejumlah Rp154.650.000, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan dana bantuan sebesar Rp22.620.000.

Menurut Amerta Adi, batas waktu pencairan dana Banpol untuk tahun 2015 tersebut ditentukan sampai pada bulan Februari 2016. Sedangkan Lima Parpol lain telah mencairkan dana bantuan tersebut pada tanggal 11 Desember 2015 lalu.

Dikonfirmasi terkait pemberian Banpol bagi partai yang bermasalah, pihaknya mengaku hanya berlaku sanksi administrasi terhadap parpol tersebut. Dan sanksinya sebatas tidak lagi mendapat bantuan untuk tahun berikutnya.

Namun Amerta Adi mengaku tidak berani berkomentar terkait dengan penerimaan bantuan terhadap parpol yang sebelumnya mendapat rekomendasi bermasalah dengan laporan pertanggung jawaban.adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER