Kubu ARB Bantah Musda Golkar Bali Ilegal

  • 14 Desember 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2769 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com -Ketua DPD Partai Golkar Bali kubu Aburizal Bakrie (ARB) Ketut Sudikerta, membantah keras tuduhan Ketua DPD Partai Golkar Bali kubu Agung Laksono (AL) Gede Sumarjaya Linggih yang menyebutkan bahwa Musyawarah Daerah (Musda) IX Partai Golkar yang diselenggarakan oleh kubu ARB, cacat hukum. Sudikerta justru menegaskan, pelaksanaan Musda tersebut sudah sesuai aturan dan konstitusional.

"Itu legal! Tidak benar kalau dibilang cacat hukum," tandas Sudikerta, saat dikonfirmasi di Denpasar, Senin (14/12). Dikatakan, pelaksanaan Musda Partai Golkar Bali sangat konstitusional, apalagi pelaksanaannya atas instruksi DPP Partai Golkar.

"Musda itu juga dihadiri oleh Ketua Umum Partai Gokar Aburizal Bakrie dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham. Bahkan para Wakil Ketua DPP Partai Golkar juga hadir," tegas Sudikerta.

Ia menambahkan, DPP Partai Golkar tentu memiliki pertimbangan sehingga pihaknya diinstruksikan untuk menyelenggarakan Musda. Salah satunya, kepengurusan DPD Partai Golkar Provinsi Bali periode 2010 - 2015, akan segera berakhir. "Maka sangat penting kalau Musda dilaksanakan, sehingga roda organisasi dapat berjalan," kata Sudikerta.

Apabila tidak ada Musda, imbuh politisi asal Badung itu, maka kepengurusan DPD Partai Golkar Provinsi Bali justru akan ilegal karena kepengurusan saat ini sudah berakhir tahun 2015. "Agar tidak ilegal, maka kita harus menggelar Musda," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Sudikerta juga menjelaskan intisari sambutan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dalam Musda IX tanggal 10 Desember lalu. ARB, menurut dia, menyebutkan bahwa Musda IX DPD Partai Golkar Provinsi Bali diharapkan menjadi momentum kebangkitan Partai Golkar di daerah. Sebab beberapa waktu belakangan, 'beringin' berada dalam situasi konflik.

ARB juga menjelaskan soal legalitas Partai Golkar dari kedua kubu. Dikatakan, dalam penyelesaian konflik Partai Golkar, ada dua jalur hukum yang ditempuh. Pertama, yang memutuskan soal Tata Usaha Negara. Kedua, jalur hukum yang memutuskan kubu Munas Bali atau Ancol yang sah. 

"Yang masyarakat ketahui, seolah-olah hanya ada satu jalur hukum, yaitu bicara tentang Tata Usaha Negara. Jalur hukum yang bicara tentang Tata Usaha Negara, hanya memutuskan tentang Surat Keputusan Menkumham, yang menetapkan bahwa kepengurusan Agung Laksono sah, dan itu yang digugat. Kemudian MA dalam pengadilan TUN, dalam kasasinya sudah memutuskan bahwa keputusan Menkumham tidak sah, karenanya harus dicabut. Hanya itu saja, karena namanya Tata Usaha Negara, ia hanya bicara soal Tata Usaha Negara, tidak bicara tentang partai mana yang benar, mana yang salah," jelas ARB, sebagaimana dikutip Sudikerta.

Terkait kubu mana yang benar dan salah, lanjutnya, diputuskan di Pengadilan Negeri. "Hasilnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan, Munas Bali dengan segala keputusannya dianggap sah dan Munas Ancol dengan segala keputusannya tidak sah," paparnya.

Atas dasar itu, kubu Agung Laksono diwajibkan membayar ganti rugi Rp100 miliar. Selanjutnya, kubu Agung Laksono banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, dan Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan mendukung putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dinyatakan berlaku serta merta, artinya sejak putusan itu ada, maka Munas Bali yang sah. Ia langsung berlaku, meskipun ada banding, atau nanti di Pengadilan Tinggi ada kasasi. Jadi semua keputusan yang diambil kubu Munas Bali sah," tandasnya.

Berkaca pada hal tersebut, demikian Sudikerta, maka dasar hukum pelaksanaan Musda IX Partai Golkar Provinsi Bali sangat jelas. "Dasar hukum kita jelas. Jadi Musda yang kita gelar legal, konstitusional. Apanya yang cacat hukum?" pungkas Sudikerta. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER