Dewan Bangli Sarankan Ini Atasi Peningkatan Populasi Lalat Di Kintamani... 

  • 08 Januari 2024
  • 20:15 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 1497 Pengunjung
Jero Gede Tindih (SD/Ist)

Bangli, suaradewata.com - Anggota DPRD Bangli, Jero Gede Tindih meminta Pemerintah Daerah untuk bersama mencarikan solusi terkait kian meningkatnya populasi lalat di Kintamani. Dalam hal ini, pihaknya menyarankan pemerintah daerah melalui dinas terkait melepaskan burung ataupun predator alami pemakan lalat. "Kalau menurut saya, karena ini merupakan siklus alam, maka harus dilawan dengan alam juga. Artinya buyung di Kintamani harus dilawan dengan burung yang merupakan predator alaminya. Tentunya dibarengi dengan aturan daerah, terkait pelarangan memburu burung tersebut," ujar Jero Gede Tindih, Senin (8/1/2024). 

Disamping itu sebagai solusi jangka panjang, pihaknya meminta agar penanganan lalat dilakukan dari hulu ke hilir. Mulai dari pembinaan kepada petani terhadap pemakaian pupuk mentah, termasuk juga pembinaan kepada masyarakat mengenai hidup bersih. Sorotan dan solusi tersebut disampaikan, lantaran fenomena meningkatnya populasi lalat di Kintamani sempat viral di media sosial. Bahkan dalam komentar warganet, cukup banyak yang merasa risih, karena banyaknya lalat. Apalagi Kintamani merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan saat liburan ke Bali. 

Namun menurut Jero Gede Tindih, banyaknya lalat di Kintamani bukan hal baru. Kata dia, banyaknya penggunaan pupuk mentah berupa limbah kotoran hewan untuk pertanian turut menyebabkan populasi lalat semakin meningkat. "Selain karena kondisi alam dan lingkungan, penggunaan pupuk mentah juga sedikit menyumbang meningkatnya populasi lalat di Kintamani," ungkapnya.

Politisi asal Desa Songan Kintamani ini jika tak menampik, banyaknya populasi lalat di Kintamani sangat-sangat mengganggu bagi pariwisata di Kintamani. Walaupun diakui hingga kini belum ada penelitian lalat di Kintamani yang hinggap di makanan ataupun minuman akan menyebabkan penyakit. "Lalat yang ada di Kintamani ini bukan lalat bangkai, melainkan hanya lalat biasa. Cuma memang menyebabkan tamu komplain. Berbagai daya dan upaya sudah dilakukan pihak restoran, seperti menyalakan lilin. Tapi akan tetapi hasilnya nihil," katanya. 

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli, I Wayan Sarma mengatakan, banyaknya lalat di Kintamani merupakan fenomena biasa. Namun pada musim-musim tertentu, memang terjadi peningkatan populasi. "Biasanya terjadi pada akhir tahun. Yakni dari bulan November hingga Maret, saat musim buah di Kintamani," ucapnya

Terkait saran Jero Tindih menggunakan predator alami untuk memangsa lalat, kata dia, merupakan masukan yang bagus. Tindak lanjut dari itu, Sarma mengaku akan mengkomunikasikan dengan UPTD Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Bali. 

Lebih lanjut kata Sarma, meningkatnya populasi lalat selain disebabkan oleh musim, juga diperkirakan akibat penggunaan limbah ternak sebagai pupuk pertanian di Kintamani. Kata Sarma, limbah ternak berupa sekam kotoran ayam broiler, semestinya lebih dulu melalui proses fermentasi sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk. "Edukasi untuk mengolah limbah ternak, sebelum dijadikan pupuk sudah kita lakukan ke masyarakat. Hanya saja, biayanya lebih mahal, dibandingkan dengan penggunaan limbah secara langsung," ujarnya. 

Untuk itu, pihaknya di tahun 2023 sudah menyerap pupuk organik pengadaan Dinas Pertanian Provinsi Bali secara maksimal. Pun di tahun 2024, pihaknya telah menyampaikan pada Provinsi agar lebih banyak diberikan porsi pupuk organik. "Penggunaan pupuk organik ini untuk meminimalisir pemanfaatan limbah kotoran ternak secara langsung," terangnya. Selain itu untuk mengurangi populasi lalat, pihaknya juga berupaya membuat perangkap lalat. Salah satunya penggunaan 'likat kuning' (lem lalat).ard/adn


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER