Pungutan Tanpa Dasar Sanksinya Saber Pungli

  • 27 Oktober 2021
  • 18:20 WITA
  • Badung
  • Dibaca: 1963 Pengunjung
Kasat Pol PP Kabupaten Badung IGA Ketut Suryanegara

Badung, suaradewata.com - Kasat Pol PP Kabupaten Badung IGA Ketut Suryanegara menyebutkan pungutan yang dilakukan tanpa dasar itu merupakan Pungutan Liar (Pungli). Apabila pungutan dilakukan oleh Desa Adat minimal harus punya pararem atau tertuang dalam awig-awig. "Kalau itu tidak ada di awig awig dan pararem sudah jelas itu Pungli," sebut IGA Suryanegara saat dikonfirmasi via telepon, Rabu, (27/10/2021). 

Baca : https://www.suaradewata.com/read/202110230010/pedagang-pinggir-pantai-sebut-setoran-100-ribu-ke-desa-perbekel-bantah-ada-setoran.html

Suryanegara menerangkan, pungutan tanpa dasar tersebut ada di tim Sapu Bersih (Saber) Pungli sanksinya, sedangkan di tim penyelidikan ada di Satpol PP. "Sanksi di Saber Pungli masuk ke ranah pidana, artinya ada pungutan pungutan tanpa dasar sama dengan preman," terangnya. 

Saat ditanya mengenai pedagang di Sempadan Pantai Batu Bolong? Suryanegara menjawab saat ini masih berlaku Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kuta Utara yang belum disahkan pencabutannya. "Setelah Perda pencabutannya keluar baru Perdana dicabut," jawabnya. 

Ia menjelaskan, dalam sempadan pantai itu ada kebijakan Bupati yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati mengenai pengelolaan pantai untuk pemberdayaan masyarakat nelayan. Seperti pantai Kedonganan, Jimbaran dan Pandawa itu memang ada kebijakan Bupati terkait dengan masyarakat nelayan. Untuk di Canggu Batu Bolong secara resmi belum ada SK pengelolaan pantai. 

"Kalau di Canggu Batu Bolong secara resmi belum ada SK pengelolaan pantai. Yang pasti kalau bangunan di pantai itu memang tidak dibolehkan, tapi disatu sisi kalau memang ada kebijakan Bupati untuk memanfaatkannya itu harus jelas," jelasnya. 

Baca juga : https://www.suaradewata.com/read/202110240009/bendesa-adat-canggu-akan-menelusuri-setoran-pedagang-100-ribu-ke-desa.html

Sebelumnya, Seorang pedagang minuman dan sewa papan surfing di pinggir Pantai Batu Bolong Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara sebut ada setoran tiap bulan untuk tempat berjualan. Hal itu diungkapkan oleh pedagang Made Marsa (28) asal Banjar Kedisan, Desa Kintamani Kecamatan Bangli bahwa setoran tiap bulan tersebut disetorkan ke Desa setempat. "Tempat ini kita bayar ke Desa perbulannya kita bayar 100.000, ada yang kesini ngambil uangnya tiap bulan," ungkap Made Marsa kepada media suaradewata.com di pinggir pantai Batu Bolong, Sabtu, (23/10/2021).

Perbekel Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara, Nengah Lana saat dikonfirmasi mengenai adanya setoran tiap bulan ke Desa mengatakan tidak mengetahuinya. Bahkan untuk pedagang yang ada di pinggir Pantai Batu Bolong pun juga tidak diketahui berapa jumlahnya saat ini. 

"Setornya kemana kan gitu, ke Desa mana, siapa yang memungut kita gak tahu. Selama saya selaku Perbekel di Desa Canggu belum pernah yang namanya pungutan di Pantai belum pernah kita lakukan," kata Nengah Lana, Sabtu, (23/10/2021).  

Jro Bendesa Adat Canggu I Wayan Suarsana asal Banjar Kayu Tulang Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara mengaku akan menelusuri setoran pedagang Rp 100.000 ke Desa. Pasalnya, Desa Adat Canggu belum melakukan pungutan terhadap pedagang yang menetap di pinggir pantai, melainkan hanya melakukan dudukan/pungutan sesuai kesepakatan dengan pedagang yang berpindah-pindah/mobiling di pinggir pantai. 

"Sementara setoran pedagang yang tidak mobiling tersebut, Desa Adat belum berani mengakui uang tersebut masuk ke Desa Adat. Dan ini masih ditelusuri," ungkap Wayan Suarsana di kediaman rumahnya Banjar Kayu Tulang Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara, Minggu, (24/10/201).  

Baca juga : https://www.suaradewata.com/read/202110250003/memberikan-ijin-ke-pedagang-disempadan-pantai-apalagi-ada-setoran-dipastikan-melanggar.html

Disisi Lain, Kasi Pemanfaatan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Badung, I Putu Gede Adhi Mantra menyebutkan pemberian ijin kepada pedagang untuk jualan di sempadan pantai apalagi ada setorannya dipastikan melanggar aturan diatasnya. Pasalnya, pemberian ijin kepada pedagang harus berkoordinasi dengan pihak PUPR dan Satpol PP untuk mendapatkan rekomendasi dari pimpinan. "Kecuali ada kebijakan dari Pimpinan seperti untuk meningkatkan Ekonomi tapi tetap ada bahasa boleh berjualan tapi ada syaratnya," sebut Adhi Mantra kepada media suaradewata.com, Senin, (25/10/2021).

Ia menerangkan, kebijakan itu biasanya  harus duduk bersama dahulu untuk membicarakan hal tersebut dengan berkoordinasi ke Satpol PP dan PUPR Badung. Dimana PU selaku perumus Tata Ruang dan menerbitkan tata ruang sesuai dengan tupoksinya, sedangkan Satpol PP sebagai penegakan Perda ataupun Perbup. Dan pengawasannya ada dari Satpol PP dan PUPR sebagai tim pengendalian tata ruang. 

"Setahu tiyang (pedagang di Pantai Canggu) belum ada koordinasi baik yang mobiling maupun yang menetap. Kalau sudah kami dibutuhkan informasi kami siap berkoordinasi," terangnya.

Kabid Tata Ruang PUPR Kabupaten Badung, Larasati Adnyana mengungkapkan daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 m (seratus meter) dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat merupakan sempadan pantai. "Minimum 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat," kata Larasati via WhatsApp, Selasa, (24/08/2021).ang/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER