Sikap Presiden Jokowi Menolak Kepulangan WNI eks ISIS Sudah Tepat

  • 08 Februari 2020
  • 15:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3272 Pengunjung
google

Oleh : Dodik Prasetyo

Opini, suaradewata.com - Ketegasan sikap Presiden Jokowi Untuk menolak kepulangan mantan simpatisan ISIS dinilai sudah tepat. Selain melanggar hukum, eks simpatisan ISIS ini juga dianggap telah memilih jalan hidupnya sendiri. Termasuk membakar paspor bekal kepulangan mereka ke Tanah Air.

Sikap tegas Jokowi menolak kepulangan WNI eks kombatan ISIS dinilai sudah tepat. Saya pribadi-pun setuju atas hal ini. Membayangkan saja sudah bikin ngeri. Itupun jika jumlahnya sedikit, lha ini 600 an orang, tentunya bukan angka yang main-main. Jika mereka tiba-tiba "kambuh", siapa yang akan menjamin keselamatan dan keamanan warga lainnya. Selain itu masih ada kekhawatiran jika mantan kombatan ini justru akan mempengaruhi lingkungan tempat ia tinggal. Mengingat, kebiasaan hidup mereka dengan kelompok ISIS begitu ekstrim.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak setuju jika warga negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) akan dipulangkan ke Tanah Air. Sikap Jokowi ini dianggap sudah tepat.

Pengamat terorisme yang juga Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail menyatakan bahwa sikap Presiden ini sebetulnya sudah benar. Terkait kepulangan WNI ini menurut Noor Huda, ada hal-hal yang harus diperhitungkan pemerintah secara serius. Pertama, Indonesia adalah merupakan bagian dari Geneva Convention. Jika Indonesia melindungi eks kombatan ini tentunya bertentangan dengan isi perjanjian Geneva tersebut.

Dia menuturkan WNI eks ISIS tersebut memang telah mengambil sikap, melepaskan kewarganegaraannya dan memilih hijrah ke Negara Suriah. Namun di sana, nyatanya mereka tinggal di daerah yang tak bertuan dan bukan menjadi warga negara resmi Suriah. Kendati telah melepas warga negaranya (WNI), namun mereka juga pernah menjadi warga Indonesia meskipun pernah keluar dengan bermacam alasan, termasuk membakar paspor milik mereka.

Menurut Noor Huda ini adalah momen Presiden Jokowi untuk menunjukkan kepada warganya bahwa keputusan hijrah dengan ISIS memiliki dampak yang sangat buruk. Ia menambahkan, bahwa eks kombatan ISIS ini telah memutuskan untuk menolak NKRI dan memilih meninggalkan Indonesia demi ISIS.

Noor Huda juga berpendapat para WNI eks ISIS telah memilih jalan hidupnya. Jika mereka sampai dipulangkan, para penganut paham radikal yang lain tentunya malah akan mempermainkan status kewarganegaraan seperti yang dilakukan WNI eks kombatan ISIS.

Presiden dengan tegas mengutarakan pendapat pribadinya menolak, hal ini untuk menunjukan jika akan bertindak, memutuskan untuk bergabung dengan ISIS, tentu akan ada konsekuensinya. Sehingga tak bisa main-main. Jika eks kombatan ISIS dengan mudah diterima lagi, nanti dengan mudah radikalisme-radikalisme itu tetap terus berkembang. Bukankah hal ini sama mengerikannya.

Jadi nantinya tidak ada efek jera terhadap mereka yang memusuhi negara kita jikalau kepulangan mereka diterima lagi. Kekhawatiran lain yang diungkapkan Noor Huda ialah, potensi mereka akan membangun kekuatan lagi ketika pulang, dan menebar teror serta kekerasan lagi. Hal ini tak bisa dibiarkan.

Noor Huda yakin Jokowi telah memperhitungkan segala efek dari sikapnya yang mengutarakan pendapat pribadi tersebut. Dia menganggap ini adalah peringatan keras Jokowi terhadap para WNI penganut paham radikalisme dan juga terorisme. Mengingat, segala tindakan harus ada konsekuensinya. Semacam efek jera, agar pemerintah juga tak disepelekan.

Dengan menolak mereka kembali diharapkan benih-benih radikalisme dan terorisme akan rampung. Jika tidak, pastinya malah akan menambah daftar panjang PR bagi pemerintah untuk mengatasinya.

Bukan soal satu dua nyawa, jika sudah begini urusannya menyangkut stabilitas keamanan nasional. Kemungkinan akan ada rehabilitasi atau semacam edukasi bagi eks kombatan ISIS, namun apakah sudah menjamin mereka bakal sembuh dari doktrin-doktrin yang sudah mengakar kala bergabung dengan kelompok berhaluan kiri tersebut. Pasalnya, kebiasaan tak akan mungkin hilang secara instan dan cepat bukan? Salah-salah bukan menekan atau mengembalikan mereka ke jalan yang benar, namun akan membangkitkan jiwa pemusnah mereka di Tanah air.

Selain itu keamanan dan kenyamanan hidup warga lainnya memang perlu diprioritaskan. Tak menampik jika hidup berbarengan dengan mantan simpatisan ISIS ini rasanya sedikit ngeri. Mungkin, setiap manusia punya kesempatan untuk menjadi baik lagi, tapi wajib diingat mengambil keputusan dan bertindak akan selalu ada konsekuensi yang harus dijalani, salah satunya penolakan untuk pulang ke kampung halaman.

* Penulis adalah pengamat sosial politik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER