Mewaspadai Penyebaran Radikalisme di Lingkungan Sekolah

  • 27 Januari 2020
  • 16:05 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2841 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Kasus Pembina Pramuka yang mengajarkan “yel-yel kafir”  di Yogyakarta beberapa pekan silam menjadi contoh nyata penyebaran paham radikal di lingkungan sekolah. Masyarakat dan Pemerintah agar terus bersinergi dan mewaspadai penyebaran paham anti Pancasila tersebut yang dapat memicu aksi teror dan menguatkan narasi kekerasan di masyarakat.

Pendidikan merupakan satu-satunya harapan menuju pada peradaban bangsa di masa akan datang. Hanya lewat pendidikanlah transfer pengetahuan dan nilai dilakukan kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Ki Hajar Dewantara, pahlawan pendidikan Indonesia, menitik beratkan pada pendidikan yang mengayomi dan mendukung pola kembang anak lewat memberikan teladan, memotivasi dan menginspirasi. Dengan demikian pendidikan menjadi pintu masuk untuk membentuk generasi masa depan Indonesia yang memiliki karakter bangsa Indonesia.

Namun akhir-akhir ini, lewat berita di berbagai media, masyarakat Indonesia dipertontonkan beberapa kasus radikalisme dalam dunia pendidikan. Anak-anak dengan sengaja diajarkan untuk diskriminatif. Mereka diajarkan untuk membenci orang-orang di luar kelompok mereka, yang berbeda secara SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan). Radikalisme berdasarkan agama  menjadi subur diajarkan kepada anak-anak oleh oknum tidak bertanggung jawab di beberapa sekolah swasta maupun negeri.

Hal tersebut di atas dapat menjadi pemicu permusuhan antar sesama anak bangsa di masa akan datang. Anak yang harusnya diajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan, malah didoktrin untuk bermusuhan dan memiliki sikap membenci orang lain. Hal ini membuat pendidikan di Indonesia menjadi jauh dari hakekat pendidikan.

Upaya yang dilakukan pemerintah dengan melakukan kordinasi lintas kementerian untuk mengatasi hal ini merupakan suatu tindakan yang cukup efektif. Radikalisme dalam dunia pendidikan tidak hanya menjadi pekerjaan rumah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tapi juga harus bersinergi dengan menteri terkait seperti Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama dan kementerian terkait lainnya. Hal ini bertujuan untuk menyelesaikan radikalisme secara komprehensif.

Selain itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mulai menempatkan cara berpikir  kritis dan inovatif dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ini merupakan cara efektif dalam mengatasi radikalisme di sekolah. Dengan berpikir kritis siswa dapat menyortir dan menverifikasi berbagai pengetahuan yang diberikan kepadanya. Radikalisme akan dihindari dan bahkan diamputasi dari pemikiran siswa. Dengan kekritisan dan inovasi maka siswa tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan hal-hal yang irasional untuk mematikan rasa kemanusiaan mereka.

Selain itu, upaya melakukan kordinasi antar sekolah swasta dengan tujuan untuk melakukan kerjasama dan pengawasan terhadap pola pendidikan yang anti radikalisme juga dilakukan. Pemerintah berkoordinasi dengan Muhamadiyah dan Nadhatul Ulama untuk berkomitmen melakukan pengawasan terhadap pola pendidikan di Indonesia, sehingga bebas dari sikap yang mendiskriminasi dan dapat membuat perpecahan berdasarkan SARA. Pemerintah terus melakukan kordinasi dan pengawasan bersama secara masif, sehingga suatu saat sekolah-sekolah tidak lagi disusupi oleh paham-paham radikalisme.

Usaha untuk tetap memasukkan karakter kebangsaan dalam kurikulum pendidikan di sekolah juga menjadi upaya pemerintah untuk menangkal penyusup radikalis di sekolah-sekolah. Rasa cinta terhadap tanah air, pemahaman akan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan kebangsaan yang harus dioptimalkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada anak-anak tentang bahaya radikalisme.

Dalam berbagai usaha tersebut, masyarakat mendukung pemerintah untuk menjaga keutuhan bangsa serta menjaga keberlangsungan generasi masa depan bangsa. Masyarakat tidak mau disusupi oleh oknum radikal yang berniat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merusak generasi masa depan Indonesia.

Memerangi  radikalisme harus dilakukan secara komprehensif. Oleh karena itu pekerjaan ini tidak hanya menjadi pekerjaan pemerintah, namun juga usaha bersama sebagai satu bangsa. Di satu sisi pemerintah akan menjadi mandataris rakyat untuk mencegah radikalisme masuk ke dunia pendidikan, lewat pengadaan aturan dan sistem yang mensortir sikap radikal dari sekolah. Di sisi lain masyarakat akan menjadi mitra pemerintah dengan melakukan pengawasan agar radikalisme tidak menjamur dalam dunia pendidikan.

Dengan melakukan usaha bersama maka ada tanggung jawab bersama untuk mewujudkan Indonesia yang beradab dan sejahtera. Sinergitas dalam pengawasan terhadap semua tingkatan di dunia pendidikan, mampu menekan kaum radikal untuk tidak merusak sekolah di negara ini dengan karakter yang anti terhadap kemanusiaan. Untuk itu masyarakat harus mendukung dan siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk mengatasi radikalisme di sekolah.

Radikalisme di sekolah-sekolah harus dihentikan, karena merusak karakter bangsa. Negara dan masyarakat harus terus bahu membahu menjaga bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Untuk itu paham-paham yang memecah belah dan mengadu domba anak-anak bangsa harus disingkirkan dan dilarang dalam aktivitas pendidikan. Dunia pendidikan Indonesia harus kembali menjadi lembaga yang mengayomi dan mengajarkan teladan karakter bangsa Indonesia kepada generasi selanjutnya.

Arief Apriyanto, Penulis adalah pengamat social politik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER