Pilgub Bali dan Krisis Calon Pemimpin

  • 05 Oktober 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 4492 Pengunjung
suaradewata

Opini, suaradewata.com – Meski Pilgub Bali 2018 masih dua tahun lagi, akan tetapi sejumlah bakal calon gubernur dengan relawan pendukungnya sudah mulai unjuk gigi dengan pemasangan baliho di seantero wilayah Bali. Disusul kemudian dengan kemunculan pendeklarasian tim relawan pendukung masing-masing bakal calon gubernur di tiap daerah yang ada di Bali.

Dari sejumlah bakal calon yang disebut-sebut layak masuk bursa Pilgub, terdapat tiga tokoh yang sudah lebih awal melakukan sosialisasi pencalonan diri untuk maju menjadi orang nomor satu di Bali. Mereka adalah Ketua DPD Golkar Bali Ketut Sudikerta, Ketua DPD PDIP Bali Wayan Koster dan mantan Pangdam IX/Udayana Mayor Jenderal (Purn) Wisnu Bawa Tenaya (WBT).

Hanya saja dari ketiga bakal calon tersebut, tak satu pun yang mempunyai visi misi serta program kerja kongkrit untuk menjawab permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapi Pulau beserta dan masyarakatnya. Pun juga kebutuhan-kebutuhan mendasar yang akan lebih bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara luas.

Meskipun ada yang sudah menawarkan program, seperti halnya Ketut Sudikerta lewat tawaran melanjutkan program Bali Mandara Jilid III, maupun Koster lewat program Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB).

Namun program yang mereka tawarkan itu, bukanlah gagasan orisinal dari bakal calon. Program yang mereka tawarkan hanya menduplikasi dari yang sudah ada sebelumnya. Sebutlah misalnya program Bali Mandara yang digaung-gaungkan Sudikerta, adalah murni gagasan orisinal dan visioner dari seorang Made Mangku Pastika. Sedangkan PNSB sendiri adalah program yang sudah dicanangkan oleh DPP PDIP secara nasional.

Dengan belum adanya para bakal calon yang mampu menawarkan gagasan yang visioner, juga solusi-solusi nyata dalam menjawab permasalahan Bali dan masyarakatnya yang makin kompleks, maka pada Pilgub 2018 mendatang, publik Bali akan disuguhakan calon-calon pemimpin yang “ala kadarnya” tanpa mempunyai pemikiran visioner tentang akan dibawa kemana nasib Pulau Bali dan masyarakatnya ke depan.

Kondisi ini sangat jelas menggambarkan jika Bali sedang mengalami krisis stok calon pemimpin yang mumpuni dan mampu membuat gebrakan perubahan yang sangat dinanti-nantikan oleh  masyarakat Bali. Hal ini sekaligus menelanjangi kegagalan sistem kaderisasi partai politik yang mandeg, tanpa memiliki sistem yang jelas dan amburadul.*

 

I Nyoman Sukadana

Redaktur Koran Harian Lokal di Bali

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER