Golput Saat Pemilu Bukan Solusi Perbaiki Nasib Bangsa
Kamis, 04 Mei 2023
19:25 WITA
Nasional
2796 Pengunjung
Ilustrasi, Foto/Sumber: Google
Opini, suaradewata.com- Pemilu 2024 sudah di depan mata. Menjelang Pemilu, masyarakat dihimbau untuk tidak golput (golongan putih). Ketika golput dan tidak memilih partai atau calon presiden manapun maka yang rugi adalah warga sendiri karena golput tak bisa memperbaiki nasib bangsa. Pemilu bisa gagal ketika banyak yang memutuskan untuk golput, oleh karena itu masyarakat dilarang keras melakukannya.
Kata golput populer di akhir era Orde Baru, ketika masyarakat apatis terhadap politik dan masa depan Indonesia. Rakyat yang golput tidak memilih partai atau calon presiden dan mengabaikan undangan untuk datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). Akan tetapi ketika sudah era Reformasi masih saja yang berpendapat golput lebih baik daripada mengikuti Pemilu.
Maraknya golput membuat pemerintah khawatir karena berbahaya dan tidak bisa memperbaiki nasib bangsa. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan bahwa rakyat Indonesia wajib menggunakan dan tidak menyia-nyiakan hak pilihnya dengan berbagai alasan. Jangan golput dengan alasan karena pekerjaan, susah atur waktu, ada karena tidak punya minat, malas, dan lain sebagainya.
Prabowo menambahkan, golput sangat merugikan karena mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya sama saja dengan membuang kesempatan. Nasib rakyat ditentukan oleh Pemilu sehingga jika banyak orang yang golput sama saja merugi.
Dalam artian, golput bukan solusi untuk memperbaiki nasib bangsa. Penyebabnya karena jika banyak orang yang tak menggunakan hak pilihnya, maka masa depan Indonesia dipertaruhkan. Akan ada banyak surat suara yang kosong karena mayoritas rakyat memutuskan untuk golput dengan alasan skeptis dengan kondisi negara, sering protes kepada pemerintah, emosi kepada para pejabat, dan lain sebagainya.
Jika ada banyak surat suara yang kosong maka akan merugikan karena ada potensi disalahgunakan oleh oknum. Surat suara tersebut bisa saja ditusuk dengan paku atau dicoret bolpen, lalu terjadi kecurangan.
Jika surat suara disalahgunakan maka masa depan Indonesia dipertaruhkan. Akibatnya anggota DPR RI yang baru juga tak seperti yang diperkirakan, sehingga nasib bangsa menjadi pertanyaan besar.
Kemudian, saat ada penyelahgunaan surat suara karena golput maka bisa jadi ada kesalahan dalam pemilihan presiden. Jika yang seharusnya jadi presiden adalah capres A maka yang terpilih malah capres B. Masa depan Indonesia bisa berubah, tidak menjadi stagnan tetapi bisa jadi tak lebih baik dari era sebelum pandemi Covid-19.
Oleh karena itu masyarakat dilarang keras untuk golput dengan alasan apapun. Golput tidak keren sama sekali karena merugikan masa depan Indonesia. Kemudian, jika banyak yang golput maka pemerintah juga rugi karena anggaran Pemilu sebesar 76 Triliun rupiah akan terbuang sia-sia, karena hasilnya tak sesuai dengan harapan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menyatakan bahwa masyarakat yang memilih tidak menggunakan hak suaranya atau golput pada dasarnya akan dirugikan secara elektoral. Kalau tidak memilih berarti dia memberi kesempatan kepada orang yang pilihannya lebih jelek dari dia, sehingga secara elektoral dirugikan.
Mahfud melanjutkan, keputusan untuk golput biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pikiran idealis sehingga hanya menginginkan calon yang betul-betul bagus. Ketika menganggap tidak ada yang bagus, maka tidak memilih. Kalau kemudian berpikir ini tidak ada calon yang bagus lalu dia golput, maka itu merugi karena dia milih atau tidak memilih, sementara pemimpin baru harus lahir.
Dalam artian, saat banyak yang golput maka akan merugikan diri sendiri. Masyarakat yang golput karena terlalu idealis malah tidak akan puas dengan presiden yang akan terpilih pada tahun 2024. Penyebabnya karena ia memutuskan untuk tidak memilih dan dipilihkan oleh orang lain.
Satu suara yang disumbangkan oleh rakyat akan ikut menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, masyarakat dilarang untuk menyia-nyiakan suara yang dimiliki, baik untuk memilih calon pilihan di pemilihan legislatif maupun eksekutif atau calon presiden.
Dari satu demi satu suara yang itulah akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang berpengaruh penting bagi masa depan bangsa dan negara. Termasuk kesejahteraan dan pemerataan pembangunan dan keadilan sosial.
Pemerintah tak akan tinggal diam, tapi melakukan pencegahan agar jumlah yang memilih untuk golput tidak semakin banyak. Imbauan demi imbauan tak henti-hentinya dilakukan pemerintah maupun penyelenggara Pemilu agar tidak golput, apalagi mengajak orang untuk golput.
Larangan mengajak golput itu sendiri sebetulnya telah tertuang dalam undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Ada beberapa pasal yang berhubungan dengan partisipasi pemilih. Selain itu, ada sekitar dua pasal yang menjelaskan ancaman bagi mereka yang mengajak orang lain untuk golput.
Aturan dimaksud, Pasal 292 UU 8/2012 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Masyarakat dihimbau untuk tidak golput dan tetap menggunakan haknya dalam Pemilu 2024. Golput bukan menjadi solusi untuk memperbaiki nasib bangsa. Justru ketika banyak orang yang golput akan merugikan diri sendiri dan merugikan finansial negara.
Ridwan Putra Khalan, Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
Komentar