Karena Persoalan ini, Ketua DPRD Bangli Fasilitasi Keluhan Masyarakat Banjar Malet Tengah
Senin, 15 Februari 2021
16:40 WITA
Bangli
2102 Pengunjung
suaradewata
Bangli, suaradewata.com – Sejumlah warga dari Banjar Malet Tengah, Desa Tiga, Susut, Bangli tiba-tiba mendatangi kantor DPRD Bangli, Senin (15/2/2021). Kedatangan warga tersebut, tak lain untuk menyampaikan keluhan terkait persoalan proses pensertifikatan tanah dengan status Pekarangan Desa (PKD) maupun Ayahan Desa (AYDS). Kedatangan sejumlah warga tersebut, langsung disambut dengan baik oleh Ketua DPRD Bangli, I Ketut Suastika. Bahkan yang bersangkutan langsung memfasilitasi keluhan warga tersebut dengan menghadirkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bangli untuk memberikan penjelasan terkait proses pensertifikatan tersebut.
Saat itu, salah seoarang warga I Nengah Carpa, menyampaikan kehadirannya ke gedung DPRD Bangli mewakili keluarga besarnya karena ada keraguan dan kebimbangan menyangkut haknya setelah sertifikat pekarangannya yang berstatus PKD (Pekarangan Desa) turun. “Dalam sertifikat itu, justru hanya nama saya saja dinaikkan. Padahal dikeluarga saya yang didesa pekraman disebut roban beranggotakan banyak roban atau KK. Secara teknis saya juga tidak tahu, mekanisme penerbitan sertifikat tersebut sehingga nama saya saja yang dimunculkan,” jelasnya.
Padahal, lanjut dia, pihaknya tidak melakukan permohonan sebelumnya namun sertifikat sudah terbit atas nama Desa Pekraman dan yang menguasai dalam kolom petunjuk atas nama dirinya. “Nah, itu yang menjadi pertanyaan keluarga besar saya. Sebab, kami punya hak dan kewajiban yang sama namun hanya saya sendiri yang ada di kolom petunjuk,” jelasnya. Hal ini lah yang dikhawatirkan akan menjadi konflik didalam keluarganya. “Dalam hal ini, saya dan keluarga minta agar semuanya dicantumkan dalam sertifikat itu. Agar saya tidak menghilangkan hak keluarga saya yang lain. Terlebih keluarga saya ada juga yang dirantauan. Maka itu, yang kita pertanyakan,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan status tanah ayahan desa justru ditenggarai bisa diubah menjadi hak milik. “Persoalan ini, juga ada terjadi di desa pakraman kami. Padahal, secara kewilayahan status tanah tersebut adalah ayahan desa (AYDS). Maka dari itu, saya juga datang bersama keluarga. Sebab, kita tidak ingin dalam keluarga kami ada masalah,” ungkap warga lainnya I Wayan Mujana menimpali.
Menyikapi persoalan tersebut, I Wayan Sukarja selaku Kasi Hubungan Hukum Kantor BPN Bangli menjelaskan salah satu program strategis nasional adalah melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) agar seluruh bidang tanah yang ada di Indonesia terdaftar. Namun tahun 2021, PTSL hanya melanjutkan bidang-bidang tanah yang sudah terdata. Tapi belum sampai menjadi sertifikat, yang dikatagorikan menjadi 4 klater. “Kami selaku pelaksana di daerah, melakukan PTSL tentunya ada dasar-dasar hukumnya. Dalam PTSL ini, tidak ada yang mengubah. Kami hanya mencatat dan mengadmistrasikan tanah atau obyeknya, orang atau badan sebagai subyeknya dengan catatan tidak ada masalah. Pencatanan kami dilakukan sesuai permohonan dalam dokumen,” ungkapnya.
Sementara untuk tahun 2021, pihaknya hanya melanjutkan klaster K3 yang sudah tahun lalu diukur menjadi K1 hingga terbit sertifikat. Karena itu, tidak ada pengukuran. “Prosesnya hanya menaikkan klater saja dari yang belum bersertifkat menjadi bersertifikat asal berkasnya lengkap, tidak ada masalah dan subyeknya sesuai engan kenyataan dilapangan. Artinya data yang dilampirkan memang benar itulah pemilik tanah tersebut,” jelasnya.
Terkait persoalan yang dihadapi masyarakat, lanjut dia, karena masih dalam proses sehingga masih dimungkinkan untuk diubah sesuai kesepakatan keluarga dan tentunya ada rekomendasi dari Desa Adat. Dalam hal ini, pihaknya meminta masyarakat yang belum juga mengerti terkait proses pensertifikatan tersebut, disarankan untuk datang langsung ke kantor BPN Bangli. “Pintu ruangan saya terbuka untuk semua. Kami siap memberikan penjelasan yang diperlukan,” sebutnya.
Dilain pihak, Ketua DPRD Bangli, I Ketut Suastika mengatakan secara teknis terkait pensertifikatan tersebut sejatintya tidak ada masalah. Sebab, kaitannya dengan AYDS diatur tersendiri oleh awig-awig desa setempat. “Sesuai penjelasan BPN, tidak masalah mengubah asalkan sudah sesuai dengan kesepakatan keluarga dan ada rekomendasi dari pihak desa adat,”sebutnya. Dalam hal ini, BPN melakukan tugasnya sesuai berkas yang diajukan pemohon untuk diproses. Namun jika muncul persoalan, diharapkan juga harus ditelusuri. “Kita yakini, setiap proses tanah yang belum bersertifikat menjadi bersertifikat memang ada keterangan tanah tersebut, berstatus AYDS atau tidak AYDS. Tapi kalau tidak dicantumkan, ya hak milik,” sebutnya.
Lanjut Politisi PDIP asal Desa Peninjoan Tembuku ini, fakta dilapangan harus linier dengan dokumen yang diajukan agar tidak memunculkan sertifikat asli palsu (aspal). “Karena itu, tinggal diluruskan saja. Tidak perlu ada tegang-tegangan, apalagi konflik dalam masyarakat,” pintanya. Mengingat inti persoalan ini, kuncinya pada pemberkasan. Untuk itu, lanjut Suastika, masyarakat diharapkan tidak khawatir, karena prosesnya belum final. “Ini masih berjalan pada proses pemberkasan sesuai data pengukuran yang telah disampaikan tahun sebelumnya. Jika masyarakat masih ada yang belum juga paham, kami siap kapan saja untuk memfasilitasi untuk memberikan penjelasan bersama BPN,” tandas Suastika.ard/utm
Komentar