PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

PSI Tidak Mengenal Istilah “Caleg Megandong”

Minggu, 20 Januari 2019

00:00 WITA

Klungkung

2913 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

istimewa

Klungkung, suaradewata.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) belum pernah mendengar istilah caleg megandong, sesama kader PSI selalu mengutamakan kerja team. I Kadek Agus Mulyawan mengatakan, kalau dilihat dari sisi negatif, ia menduga istilah caleg megandong yang ramai diberitakan mungkin lebih cocok pada caleg-caleg yang mengandalkan popularitas figur-figur dipartainya, yang dianggap terkenal atau figur-figur di partainya yang masih menjabat baik di eksekutif maupun legislatif.

Caleg megandong ini menurutnya, biasanya mereka ikut menumpang tenar namun dari sisi kualitasnya sendiri mungkin caleg tersebut (caleg megandong) hampir tidak ada. ”Jika rakyat tidak cerdas untuk memilih berarti negara atau rakyat akan rugi menggaji wakil rakyat seperti ini, dimana tugas legislatif yang harusnya mampu mengawasi kinerja pemerintah akan tetapi mereka akan menjadi 3D (datang, duduk, diam),” tegas Caleg PSI nomor 1 untuk DPRD Provinsi ini.

Beliau menegaskan caleg-caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI), terdiri dari beragam latar belakang dan  profesi tentunya jika mereka terpilih akan dapat bekerja secara optimal di masing-masing Komisi Legislatif yang didudukinya nanti, walaupun mereka belum pernah duduk di legislatif atau tidak punya pengalaman politik praktis sebelumnya. “Akan  tetapi profesionalitas kinerja di bidang masing-masing tidak dapat diragukan dan kami yakin, mereka akan mampu mengisi komisi-komisi dengan profesional,” ungkapnya.

Istilah caleg-caleg megandong bisa juga diberikan pada mereka oknum caleg-caleg incumbent yang menjadikan bansos sebagai senjata politik untuk mempengaruhi para pemilih di daerah pilihannya masing-masing, agar mereka dipilih kembali. Jelas-jelas ini bentuk pembodohan demokrasi yang membuat beban psikologis bagi masyarakat untuk tidak bebas menentukan pilihan calonnya. Dilihat dari sisi aturan baik dari Permendagri No. 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, Permendagri No. 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Dasar Hukum Dana Aspirasi No. 17 tahun 2014 dikenal dg Dana Pembangunan Daerah Pemilihan, Dasar Hukum tentang Reseh PP No. 16 Tahun 2010 dan Dasar Hukum pelaksanaan Reses DPRD sesuai UU No. 12 Tahun 2008 dan peraturan lainnya, disimpulkan tidak ada satupun legislatif yang bisa memberikan dana secara langsung sesuai yang dijanjikan.

Ditegaskannya, bansos adalah hak masyarakat, yang diajukan berdasarkan proposal masyarakat dan pengeluarannya atas kewenangan eksekutif. Artinya, siapapun nantinya duduk di legislatif tentunya mempunyai hak yang sama menyerap aspirasi masyarakat dan menindak lanjuti usulan bantuan sosial masyarakat sesuai APBD masing masing daerah. “Jadi jangan megandong melalui bansos, itu pembohongan publik,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai lawyer ini, Minggu (20/1/2019).

Maka itu, masyarakat jangan sembarangan memilih, harus lebih evaluatif dalam menentukan pilihan. Lihat dan kenali calon legislatif yang ada di dapil masing-masing, caleg megandong biasanya tidak percaya diri dari sisi kemampuannya. “Mereka tidak bisa menonjolkan kualitas dirinya sendiri sehingga mereka berpolitik dengan cara megandong, untuk itu masyarakat hati-hati dalam menentukan pilihan karena dengan kita memilih calon legislatif yang tepat, maka kita akan bersama-sama melihat kemajuan daerah kita,” paparnya. rls/ari


Komentar

Berita Terbaru

\