PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Waspada Sengketa Laut China Selatan

Minggu, 10 April 2016

00:00 WITA

Nasional

3549 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com - Sengketa Laut China Selatan (LCS) menjadi isu hangat yang dibicarakan masyarakat Internasional. China mengklaim seluruh wilayah LCS berdasarkan nilai historis yang ada pada LCS tanpa menghiraukan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Hal tersebut menyusul protes dari negara-negara yang secara hukum internasional memiliki hak atas wilayah LCS, yaitu Vietnam, Malaysia dan Thailand. Klaim tersebut memiliki kemungkinan meluas ke wilayah Indonesia. Indonesia memiliki kepulauan yang berada dalam LCS, yakni kepulauan Natuna.

Baru-baru ini, kapalcoastguard China yang bersenjata lengkap terbukti masuk ke wilayah Indonesia. Selain itu, mereka juga membantu pembebasan kapal nelayan China (KM Kway Fey) yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiati menjelaskan bahwa proses  penangkapan kapal KM Kway Fey 10078 dihambat oleh dua kapal coasguard China bersenjata lengkap. Mereka menyelamatkan kapal KM Kway Fey dengan menabrak kapal tersebut. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan KP Hiu 11 terpaksa mundur.

Tindakan yang dilakukan oleh dua kapal China tersebut telah melanggar kedaulatan wilayah Indonesia. Kejadian tersebut bukanlah yang pertama kali dilakukan oleh coastguard China. Sebelumnya pada tahun 2013, mereka pernah melakukan hal yang sama ketika akan dilakukannya penangkapan terhadap kapal nelayan China yang melakukan penangkapan di wilayah Indonesia. Seharusnya kejadian ini menjadi introspeksi bagi pemerintah dalam pengamanan wilayah laut dan kekayaan alam yang ada di dalamnya.

Menanggapi pelanggaran yang dilakukan China, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi  telah memanggil Kuasa Usaha Sementara Kedubes Tiongkok untuk membahas terkait pelanggaran wilayah yang dilakukan kapal penjaga pantai (coast guard) Angkatan Laut China di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Ada tiga pelanggaran yang dilakukan pihak China saat menerobos Kepulauan Natuna yaitu pertama pelanggaran terhadap hak berdaulat atau juridiksi Indonesia di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan di landas kontingen. Kedua, pelanggaran terhadap upaya penegakkan hukum yang dilakukan oleh aparat Indonesia di wilayah ZEE dan di landas kontingen.Ketiga, adalah pelanggaran terhadap laut teritorial Indonesia.

Selain itu,  Retno juga telah menegaskan pentingnya penghormatan terhadap lingkungan laut internasional yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982. lebih lanjut, dia juga menekankan bahwa Indonesia bukan merupakan Claimant state dari konflik di laut Tiongkok Selatan. Sebagaimana sebelumnya terjadi perkembangan konflik klaim wilayah teritori di laut China Selatan yang melibatkan enam negara, empat negara anggota ASEAN (Malaysia, Philipina, Vietnam dan Brunei) dengan China dan Taiwan. Bagi Indonesia, sekalipun tidak termasuk Calimant State ada bagian dari pulau Natuna apabila China memaksakan klaim teritori akan masuk wilayah China, maka konflik di Laut China Selatan akan melibatkan Indonesia.

Memang kita tidak terlibat langsung di konflik laut china selatan,tapi dampak rembesan konflik telah dirasakan di wilayah teritorial Indonesia. Keberanian angkatan laut China untuk melindungi kapal nelayan mereka walaupun bukan di wilayah sendiri dapat meningkatkan kekuatan China untuk mengekspansi wilayah klaim mereka. Apabila tidak ada tindak lanjut yang konkret dari pemerintah, maka nelayan China akan leluasa melakukan illegal  fishing di wilayah kepulauan Natuna.

Keputusan China untuk mengoperasikan armada mereka di LCS juga dapat memicu konflik bersenjata atau bahkan untuk mengeksploitasi kekayaan alam di seluruh LCS. Selain  menyelesaikan masalah ini melalui dialog dan hukum internasional, Pemerintah perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas armada perang untuk menjaga batas-batas maritim Indonesia. Armada penjaga perbatasan laut harus di modernisasi baik melalui angkatan laut maupun angkatan udara. Sinergitas antara armada laut dan udara juga akan meningkatkan efektivitas penguatan penjagaan perbatasan laut Indonesia. Hal ini akan meningkatkan tenaga militansi menjaga laut Indonesia dari campur tangan asing.

Irvan Hakim, Penulis adalah mahasiswa Universitas Padjajaran


Komentar

Berita Terbaru

\