PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Gangguan Kedaulatan Wilayah NKRI di Laut Natuna

Selasa, 05 April 2016

00:00 WITA

Nasional

3895 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com -Pasca penangkapan delapan nelayan anak buah Kapal KM Kway Fey 10078 oleh aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI di Laut Natuna, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, mengirimkan surat protes keras secara diplomatik terhadap pemerintah Tiongkok. Alasannya, Pemerintah Tiongkok dianggap mencoba menghalang-halangi penegakan hukum Pemerintah Indonesia terhadap praktik illegal, unreported, and unregullated (IUU) fishing di wilayah NKRI. Namun, upaya pembelaan yang dilakukan oleh Menteri Susi direspon oleh Pemerintah Tiongkok dengan menuntut agar delapan nelayan Tiongkok yang ditahan segera dibebaskan. Kejadian tersebut seakan menjadi pemicu keretakan Hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok.

Kejadian tersebut berawal ketika kapal pengawas Indonesia, KP Hiu 11, mendeteksi adanya aktivitas kapal asal Tiongkok, KM Kway Fey 10078 di wilayah perairan Natuna secara ilegal. Kemudian, pada malam harinya, KP Hiu 11 berusaha mengejar KM Kway Fey untuk diberhentikan, namun kapal asing tersebut tidak mau berhenti. KP Hiu 11 pun memberikan tembakan peringatan, yang kemudian disusul dengan tabrakan antara KP Hiu 11 dan KM Kway Fey. Saat tabrakan, tiga orang personel KP Hiu 11 melompat ke KM Kway Fey dan berhasil melumpuhkan delapan orang ABK KM Kway Fey.Para ABK tersebut lantas dipindahkan ke KP Hiu 11. Kemudian, KM Kway Fey dibawa oleh KP Hiu 11 untuk dijadikan sebagai barang bukti. Namun, dalam perjalanan, kapal coast guard Tiongkok tiba-tiba datang mengejar iring-iringan kapal. Kapal coast guard Tiongkok pun menabrak KM Kway Fey hingga mengakibatkan kerusakan. Demi menghindari terjadinya insiden, KP Hiu 11 pun memutuskan untuk meninggalkan KM Kway Fey, namun tetap membawa 8 ABK yang tertangkap untuk diproses secara hukum di Indonesia.

Mendengar kronologi tersebut, Menteri Susi pun geram. Langkah pemerintah Tiongkok tersebut dianggap oleh Menteri Susi sebagai tindakan yang arogan, sehingga layak untuk mendapatkan protes keras dengan nota diplomatik. Dengan kata lain, protes oleh Menteri Susi merupakan hal yang wajar. Pasalnya, persoalan kali ini bukan hanya masalah curi-mencuri saja. Lebih dari itu, permasalahan kali ini sudah "merambat" ke ranah kedaulatan negara, karena apabila terus berulang, tercipta kesan pemerintah Indonesia seakan-akan tidak memiliki kedaulatan di atas perairan sendiri.

Aksi kapal nelayan dan pembelaan oleh kapal coastguard Tiongkok tersebut secara faktual telah melanggar Undang-Undang (UU) No. 43/2008 tentang Wilayah Negara pasal 7 yang mengamanatkan bahwa Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di wilayah yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.  Seperti diketahui bahwa kepulauan Natuna masih dalam wilayah Indonesia, meski seringkali Tiongkok menganggap bahwa itu menjadi wilayah lautnya. Pemerintah Tiongkok juga telah melanggar ketentuan International United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) terkait ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai.

Mencermati fenomena yang terjadi di Laut Natuna, kejadian tersebut bukan merupakan kejadian kali pertama yang terjadi di Indonesia. KKP juga pernah menangkap sejumlah kapal ikan asing yang masuk ke wilayah Laut Natuna. Meskipun demikian, protes keras Menteri Susi terhadap pemerintah Tiongkok kali ini perlu mendapat perhatian semua kalangan karena dipandang sebagai konflik antar negara. Dalam hal ini, Illegal fishing memang telah menyebabkan kerugian yang luar biasa bagi negara, namun dengan adanya aktivitas penangkapan ikan di Natuna oleh Kapal Tiongkok, hal tersebut dapat dikatakan menajdi gangguan kedaulatan wilayah NKRI atas klaim Tiongkok.

Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauka juga tidak ingin kedaulatan NKRI terus-menerus dirongrong di perairan sendiri. Bahkan, apabila hubungan Indonesia dan Tiongkok harus memburuk karena protes Menteri Susi, sebagian besar rakyat Indonesia pasti lebih memilih maju bersama dibandingkan harus terus melihat perairan Indonesia dikuasai negara lain. Dengan kata lain, Pemerintah perlu bersikap tegas terkait protes yang dilayangkan oleh Menteri Susi, sembari tetap memperhatikan hubungan diplomasi kedua negara. Intinya, hubungan dengan Tiongkok penting untuk dijaga, namun menegakkan kedaulatan wilayah NKRI merupakan prioritas utama di atas segalanya.

Achmad Irfandi,Pengamat Politik Ekonomi Indonesia


Komentar

Berita Terbaru

\