Pemkab Bangli Akhirnya Turunkan Tarif Retribusi Kawasan Kintamani

  • 24 April 2022
  • 18:30 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 1621 Pengunjung
Bupati Bangli (tengah) saat menyampaikan keterangan pers terkait penyesuaian tarif Kintamani didampingi komponen pariwisata di Bangli,Minggu (24/4).Foto: SD/Ist

Bangli, suaradewata.com - Untuk menggaet jumlah kunjungan wisatawan domestik agar lebih banyak, Pemerintah Kabupaten Bangli melakukan penyesuaian tarif retribusi masuk kawasan Kintamani, Bangli dengan menurunkan besaran tarif. Dalam kebijakan ini ada tiga kelompok klasifikasi tarif yang akan mulai diberlakukan 1 Mei 2022 ini. Mulai dari tarif bagi wisatawan mancanegara (asing), domestik nasional, dan wisatawan lokal Bali. Demikian ditegaskan Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta, dalam keterangan pers di Rumah Jabatan Bupati Bangli, Minggu (24/4/2022). 

Besaran penyesuaian tarif baru tersebut, yakni untuk wisatawan mancanegara masih tetap dikenakan Rp 50 ribu per orang. Sedangkan untuk wisatawan domestik nasional yang tadinya Rp 25 ribu per orang kini turun menjadi Rp 20 ribu untuk dewasa dan anak-anak Rp 15 ribu. Sedangkan untuk wisatawan lokal Bali dikenakan tarif Rp 10 ribu per orang. Teknisnya, untuk wisatawan lokal bisa dengan menunjukkan KTP.  

Lanjut disampaikan, Bupati asal desa Sulahan Susut ini, kebijakan tersebut sesuai kesepakatan bersama antara semua pihak baik pemerintah, birokrat, akadenisi, swasta, PHRI, masyarakat, dan lainnya. "Kami harapkan dengan diturunkannya tarif retribusi wisata khususnya untuk Kawasan Kintamani ini mampu menarik wisatawan lebih banyak lagi. Baik lokal, nasional maupun mancanegara,"ujarnya. Pihaknya juga meyakini penurunan retribusi tidak berpengaruh pada besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bangli. Justru menurutnya malah, PAD akan terus naik seiring dengan  semakin banyaknya wisatawan yang datang.  

Pihaknya menekankan, untuk masyarakat (wisatawan) lokal Bali tetap dikenakan tarif dengan alasan masyarakat tetap harus berkontribusi dalam memajukan pariwisata Bali khususnya di Kintamani, Bangli. Sebab Kintamani merupakan ujung tombak pulau Bali dimana terbentang air (danau) dan gunung yang memberikan kontribusi ke daerah lain. Selain penataan pembangunan, menurut Sedana Arta Kintamani harus tetap dijaga kelestarian alamnya. "Pembangunan komersial seperti kafe, restoran dan sejenisnya tetap kami tata, ada batasan areal yang boleh dibangun. Di satu sisi kami harus tetap menjaga eksistensi alamnya. Orang ke Kintamani kan ingin melihat view (pemandangan) gunung dan danau, kalau full kita ijinkan membangun tidak ada yang bisa dilihat lagi. PAD yang masuk juga nantinya akan kembali ke masyarakat, karena itulah wisatawan lokal Bali tetap kami kenakan tarif retribusi itupun nilainya sangat kecil dibandingkan kemegahan apa yang mereka dapatkan ketika berwisata di Bangli,"imbuhnya. 

Sementara untuk proses pemungutannya, pihaknya secara perlahan masih merancang ke depan dengan sistem penarikan lewat loket berjejer semacam di bandara atau tol. Namun ditegaskan hal ini membutuhkan waktu, sebab seputaran jalan di kawasan Kintamani, selain milik umum juga milik desa adat dan milik pribadi. "Mudah-mudahan tahun 2023 ini bisa terealisasi, jadi narik pungutannya tak di badan jalan lagi. Sejatinya gambar desainnya sudah ada, tapi belum bisa saya sampaikan karena masih belum final. Masih menuntaskan pembebasan lahan, dulu"jelasnya. Lebih lanjut, disampaikan juga, sejumlah perencanaan percepatan pembangunan infrastruktur sesuai misi Bupati Bangli menjadikan Kintamani berkelas dunia. Salah satunya penataan Penelokan dan Goa Jepang dengan anggaran Rp 6,5 miliar. Selain itu, lanjut Bupati, pedestrian dari Penelokan sampai Tunon kurang lebih 4,3 km juga sudah masuk perencanaan di ULP. "Mudah-mudahan dua proyek ini, sudah nyata kita rasakan dan pada akhir tahun sudah terwujud," harapnya. Berikutnya, pihaknya  juga akan membenahi sejumlah ruas jalan untuk memberikan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke Bangli.  

Sementara Kabag Hukum Setda Kabupaten Bangli, Nyoman Purnamawati menambahkan penyesuaian tarif memang diharuskan direvisi dalam tiga tahun. Penyesuaian tarif kali pun sebagai peninjau dari Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2019. "Untuk yang sekarang nomornya belum terbit. Besok baru suratnya datang dari provinsi,"jawabnya. 

Disisi lain, Ketua PHRI Bangli, I Ketut Mardjana mengungkapan, sebelumnya pihaknya telah bersurat pada Pemkab Bangli melalui Bupati Bangli untuk mengklasifikasikan wisatawan dalam tiga kelompok. Dalam surat itu, pihaknya juga mengusulkan untuk wisatawan lokal Bali dibebaskan dari kewajiban membayar retribusi. "Namun dari pertemuan yang kami hadiri Kamis lalu, disepakati wisatawan lokal Bali tetap dikenakan retribusi dengan besaran yang paling kecil. Kami sepakat masyarakat Bali memang tetap berkontribusi terhadap pariwisata Bali, agar kedepan makin menggeliat dan berkembang,"ucapnya. Dalam hal ini,  pemilik Pemandian Air Panas Toya Devasya juga komit mendukung program pemerintah Bangli.ard/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER