Perumda Tirta Sanjiwani Menjaga Stabilitas Pelayanan Ditengah Turunnya Pendapatan

  • 24 Juni 2021
  • 18:00 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 1490 Pengunjung
suaradewata

Gianyar, suaradewata.com - Perumda Air Minum Tirta Sanjiwani (PAM TS) mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi Covid-19 setahun terakhir. Bahkan penurunan pendapatan yang dialami mencapai Rp 1 Miliar per bulannya. Hal itu terjadi karena terjadi penurunan jumlah dan golongan pelanggan.

Direktur Perumda Air Minum Tirta Sanjiwani, Made Sastra Kencana menjelaskan bahwa penurunan pendapatan terjadi karena sejumlah faktor. Diantaranya pelanggan yang tidak bisa mampu membayar tagihan akibat perekonomian yang merosot. Kemudian ada juga pelanggan yang memutuskan untuk berhenti berlangganan karena sudah menggunakan sumber alternatif yakni sumur. "Hal ini membuat jumlah pelanggan kita berkurang sehingga berpengaruh pada pendapatan," tegasnya Kamis (24/6).

Disamping itu juga ada pelanggan yang mengubah golongan. Dari yang awalnya masuk golongan niaga/industri beralih ke golongan rumah tangga untuk menekan biaya penggunaan air. Contohnya pelanggan tersebut dulunya memiliki usaha, namun karena pandemi Covid-19 usahanya sepi sehingga ia memutuskan untuk menutup usaha tersebut dan mengubah golongan pelanggannya.

Adapun penurunan jumlah pelanggan yang terjadi per bulan April 2021 sebanyak 426 pelanggan dan 547 pelanggan per bulan Mei 2021. Dan untuk sambungan yang dicabut ini memang atas keinginan pelanggan dengan alasan tidak mampu membayar.

Atas kondisi tersebut, perusahaan yang dulunya bernama PDAM Gianyar ini mengalami penurunan pendapatan hingga Rp 1 Miliar per bulannya. Padahal pihaknya memproyeksi pendapatan di tahun 2021 ini sebesar Rp 7,3 Miliar per bulan. “Pendapatan kita tahun 2020 masih stabil, nah begitu masuk 2021 makin menjadi-jadi, pendapatan kita berkurang Rp 1 Miliar per bulan. Tahun lalu hanya Rp 6 Miliaran,” paparnya.

Lebih lanjut dirinya menambahkan jika salah satu zona yang menyebabkan pendapatan menurun adalah kawasam Ubud. Dimana dalam situasi normal pendapatan di kawasan ubud mencapai Rp 1,5 Miliar. Sedangkan kini menjadi Rp 1 Miliar. "Ya itu karena banyak yang berubah golongan, dari niaga ke rumah tangga," bebernya.

Pihaknya pun berupaya melakukan stabilitas pelayanan atas kondisi tersebut. Pihaknya juga melakukan efisiensi anggaran. Kendatipun demikian, efisiensi anggaran yang dilakukan tidak sampai membuat adanya pengurangan pegawai atau pemotongan gaji pegawai. “Kami tekan biaya listrik. Kalau pagi full listrik, malam kurangi. Termasuk biaya Alat Tulis Kantor (ATK)," imbuhnya.

Disamping itu, untuk perbaikan-perbaikan jaringan yang mengalami kerusakan, pihaknya tidak lagi menggunakan mitra, namun langsung ditangani oleh pegawai.  "Kami tangani langsung yang rusak ringan, kalau yang rusak berat kita minta  mitra yang kerjakan," lanjut Sastra Kencana.

Berkurangnya pendapatan juga membuat setoran ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) ikut merosot. "Waktu sebelum pandemi, laba Rp 7 Miliar lebih. Dan kita bisa setor Rp 4,2 Miliar untuk PAD," ujarnya.

Selanjutnya di tahun 2020, laba turun menjadi Rp 1,5 Miliar. Sehingga yang disetor sebanyak 55 persen ke PAD atau sebesar Rp 825 Juta. Dan per Juni 2021, neraca perusahaan tersebut masih menampilkan laba kotor mencapai  Rp 1,2 Miliar sehingga masih bisa bergerak di semester pertama. “Kita juga masih punya tunggakan di masyarakat awalnya Rp 2,8 Miliar, tapi setelah dilakukan pendekatan persuasif sekarang tersisa Rp 2,5 Miliar,” tandasnya sembari berharap pandemi Covid-19 bisa segera berakhir dan kondisi kembali normal. gus/ar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER