Omnibus Law Cipta Kerja  Miliki Perspektif Equal Social Welfere

  • 27 Maret 2020
  • 16:05 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2140 Pengunjung
google

Oleh : Yoga Pratama

Opini, suaradewata.com - Omnibus Law jangan sampai disalah artikan hingga membuat aksi massa, kita harus tahu bahwa Omninbus Law Cipta Kerja memiliki perspektif equal social welfare alias kesetaraan kesejahteraan sosial. Omnibus Law ini maknanya adalah “untuk segalanya” terkait suatu produk regulasi perundangan.

Tujuan pemerintah melakukan revolusi hukum tentang cipta kerja ini haruslah dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan investasi secara masif.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan membawa pengaruh positif kepada perkembangan ekonomi Indonesia.

Sebelumnya, RUU Cipta Kerja merupakan usulan prioritas dari pemerintahan Joko Widodo di periode kedua. Melalui omnibus law ini Jokowi ingin memangkas dan menyederhanakan peraturan untuk menarik investasi asing.

Dalam omnibus law pemerintah hendak menyelaraskan 1.244 pasal dari 79 undang-undang ke dalam RUU yang awalnya bernama Cipta Lapangan Kerja. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih regulasi yang terkesan rumit.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan sejalan dengan pemerintah, Kementerian ATR/BPN tengah ikut menyusun Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Dirinya mengungkapkan dengan adanya Omnibus Law Cipta Kerja, maka perekonomian di dunia akan menjadi lebih cerah, selain itu tingkat pengangguran juga akan berkurang, karena penanaman modal dari investor akan melahirkan lapangan kerja baru.

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus law cipta kerja akan membuka peluang investasi di sektor pertanian dan bisa berdampak positif bagi petani. Felippa menjelaskan sesuai tujuannya RUU Cipta Kerja menghapus peraturan-peraturan yang selama ini dinilai meemberatkan masuknya investasi.

Menurut Asian Development Bank, Investasi pertanian di Indonesia masih kebanyakan berasal dari kelompok petani sendiri, sementara nilai investasi swasta masih sangat rendah. Total investasi asing hanya 0,01 persen dari total investasi swasta yang dikucurkan untuk pertanian.

Menurutnya, peraturan yang selama ini berlaku dinilai tidak ramah terhadap masuknya investasi di sektor pertanian, salah satunya di subsektor hortikultura.

UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura di Pasal 33 dinilai membatasi penggunaan sarana hortikultura dari luar negeri dan mensyaratkan keharusan untuk mengutamakan sarana yang mengandung komponen hasil produksi dalam negeri.

Pasal 100 di undang-undang yang sama pun membatasi penanaman modal asing hanya untuk usaha besar hortikultura dengan jumlah modal paling besar 30 persen. Penanam modal asing juga wajib menempatkan dana di bank dalam negeri sebesar kepemilikan modalnya.

Persyaratan dalam peraturan-peraturan ini tentunya membuat investor berpikir 2 kali untuk masuk ke subsektor hortikultura Indonesia.           

Selain mengundang investor, RUU Cipta Kerja juga mempermudah perizinan usaha yang sebelumnya harus melewati lapisan birokrasi yang berlipat-lipat, dari meminta rekomendasi Menteri Pertanian dulu untuk kemudian meminta izin menteri perdagangan.

Dengan Omnibus law cipta kerja, proses tersebut disederhanakan menjadi satu perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

Selain memungkinkan masuknya investasi, masalah perbenihan juga dibahas dalam RUU tersebut. Felippa menjelaskan selama ini distribusi benih sangatlah dibatasi, sehingga petani seringkali kesusahan mengakses benih yang bermutu.

Kita tentu mengetahui bahwa regulasi di Indonesia memiliki berbagai atap dan pintu, sekalipun untuk mendapatkan pelayanan di satu atap, tapi ternyata masih ada beberapa pintu yang harus dilewati.

Sebelumnya, pada pasal 63 dalam UU nomor 13 tahun 2010 tentang hortikultura membatasi pemasukan benih hanya ketika benih tersebut tidak dapat diproduksi dalam negeri atau jika kebutuhan dalam negeri belum tercukupi dan itu harus melalui proses perizinan yang rumit.

Peraturan yang terkesan berbelit itu lantas direvisi dalam RUU Cipta Kerja sehingga proses pemasukan dan pengeluaran benih bisa semakin mudah.

Omnibus law yang akan digulirkan oleh pemerintah bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dari berbagai peraturan yang banyak dan tumpang tindih, 

RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bisa dikatakan sebagai undang-undang yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang berkaitan dengan regulasi, utamanya regulasi tentang kesejahteraan buruh dan regulasi tentang proses perizinan bagi investor atau penanam modal. 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER